Rekayasa Lalu Lintas Tak Cukup Atasi Kemacetan di UIN Ciputat
Ini bukan pertama kali rekayasa lalu lintas di Jalan Ir Juanda depan UIN Ciputat dilakukan, tetapi hasilnya tetap saja macet. Perlu kebijakan yang berani dari pemerintah untuk mengalihkan masyarakat ke transportasi umum.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Uji coba penutupan dua titik putar balik atau u-turn dan pengaktifan lampu lalu lintas di Simpang Kampung Utan di Jalan Ir Juanda, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, belum maksimal mengurai kepadatan kendaraan di jalur langganan macet tersebut. Perlu adanya transportasi umum yang memadai untuk mengubah perilaku masyarakat agar beralih dari kendaraan pribadi.
Uji coba rekayasa lalu lintas ini dilakukan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) bersama Pemerintah Kota Tangerang Selatan sejak Sabtu sampai Selasa (24-27/6/2023). Mereka sengaja menerapkan uji coba pada dua hari akhir pekan dan dua hari kerja.
Mereka ingin membandingkan dampak penguraian kemacetan dari rekayasa lalu lintas yang dibuat pada waktu tersebut. Adapun rekayasa lalu lintas dilakukan di tiga titik di Jalan Ir Juanda.
Pertama, u-turn di depan Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan di depan Kompleks Dosen Universitas Indonesia ditutup. Kemudian, di titik Kampung Utan juga dijadikan persimpangan dengan lampu lalu lintas.
Pengendara dari Jalan WR Soepratman bisa langsung belok kanan menuju ke Parung, sedangkan kendaraan dari Jalan Kerta Mukti bisa langsung belok kanan menuju Lebak Bulus.
Namun, pengendara dari arah Lebak Bulus dilarang memutar balik di Simpang Kampung Utan, mereka bisa memutar di bawah jalan layang Pasar Ciputat. Sementara itu, pengendara dari arah Parung bisa memutar di u-turn Srandatex, bukan di Simpang Situ Gintung karena dilarang memutar di persimpangan dengan lampu lalu lintas.
Situasi lalu lintas pada Senin (26/6/2023), sejak pukul 06.30 sampai 12.00, kemacetan tetap terjadi sepanjang 2 kilometer dari jalan layang Pasar Ciputat sampai ke Simpang Kampung Utan. Para pekerja dari Parung yang menggunakan mobil, motor, dan bus tumpah ruah menjadi satu menuju Jakarta. Pengendara hanya bisa berjalan dengan kecepatan rata-rata 5 kilometer per jam.
”Ini masih macet saya melihat karena kebiasaan masyarakat saja yang belum terbiasa dengan lampu merah. Kami masih mengevaluasi sampai besok. Ini anak sekolah juga belum masuk, tetapi kampus UIN dan orang kerja masuk semua. Yang lebih macet yang arah Jakarta kalau pagi,” tutur Kepala Dinas Perhubungan Tangsel Chaerudin saat ditemui di Simpang Kampung Utan, Ciputat, (24/6/2023).
Sumber kemacetan lain adalah bus antarkota antarprovinsi yang masih menaik-turunkan penumpang di bahu jalan, padahal hal itu dilarang. Chaerudin juga mengatakan, kapasitas jalan sudah tidak mampu menampung banyaknya kendaraan yang melintas.
Oleh sebab itu, apa pun rekayasa lalu lintas yang diterapkan, jalan nasional penghubung Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat ini tetap akan macet. Dia mengusulkan pembangunan jalan layang di atas Jalan Ir Juanda sepanjang 4 km dari Pasar Ciputat sampai Lebak Bulus.
”Sebetulnya kapasitas (jalan) ini juga harus besar atau minimal saya setuju juga ada jalan layang, kali, ya. Biar bisa cepat begitu, kan, dan ini jalan strategis nasional,” ucapnya.
Chaerudin menambahkan, rekayasa lalu lintas ini akan dipertahankan setelah periode uji coba selesai besok. Masyarakat diminta untuk menyesuaikan diri.
Pengemudi ojek pangkalan di Simpang Kampung Utan, Piping Pribadi (53), mengatakan, Jalan Ir Juanda lebih lancar ketika tidak ada lampu lalu lintas. Kemacetan karena putar balik dianggap masih bisa ditolerir oleh pengendara.
”Kayaknya lebih lancar kemarin sebelum ada lampu merah ini. Nanti kalau anak sekolah sudah masuk pasti macet total berantakan ini,” kata Piping.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, jalan layang atau rekayasa lalu lintas bukan solusi tepat mengatasi kemacetan di Jalan Ir Juanda. Pemerintah pusat dan Kota Tangerang Selatan harus menyediakan transportasi umum yang baik untuk mengubah perilaku masyarakat.
Menurut dia, sejauh ini hanya tersedia bus transjakarta rute S21 dari Blok M ke Pool Ciputat. Bus ini juga masih berbagi jalur dengan pengendara lain di Jalan Ir Juanda sehingga sama-sama macet. Perlu adanya jalur khusus bus agar perjalanan lebih cepat.
”Melebarkan jalan seberapa pun tidak akan menyelesaikan masalah. Jalan layang Antasari di Jakarta itu tetap macet juga,” kata Djoko, Senin (26/6/2023).
Selain membuat jalur khusus bus di Jalan Ir Juanda, Pemkot Tangsel didorong untuk menyediakan angkutan pengumpan dari permukiman warga menuju ke halte transjakarta atau stasiun KRL yang ada di Tangsel. Masyarakat, menurut dia, juga lelah menggunakan kendaraan pribadi dan mendambakan angkutan umum layak di Tangsel.
”Daerah ini kurang kreatif. Di Tangerang itu punya Bis Tayo (Tangerang Ayo) yang disubsidi pemkotnya, masa Tangsel tidak bisa? Dulu ada Trans Anggrek itu ke mana,” ucapnya.
Ini bukan kali pertama penerapan rekayasa lalin di jalan ini. Pada 2018, u-turn di depan Kampus UIN, depan Kompleks Dosen UI, dan depan Sandratex pernah ditutup selama 11 hari pada 14-24 Agustus, tetapi dibuka lagi karena kemacetan justru semakin parah. Rektor UIN saat itu bahkan sampai bersurat ke pemkot menolak rekayasa lalu lintas yang menyebabkan mahasiswa terlambat masuk kelas.