DKI Jakarta Kaji Potensi Penambahan 30 Cagar Budaya Tahun Ini
Kajian cagar budaya yang sedang dilakukan Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta dilakukan di beberapa area, seperti kawasan Gedung MPR dan DPR serta beberapa pulau kecil di Kepulauan Seribu.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 30 benda, situs, dan bangunan diprioritaskan untuk dikaji dan ditetapkan sebagai cagar budaya DKI Jakarta. Selain untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, penetapan cagar budaya juga berfungsi untuk menumbuhkan nilai ekonomi.
Hal ini disampaikan anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta, Candrian Attahiyat, di Jakarta, Kamis (18/5/2023). Calon cagar budaya ini terdiri dari benda, seperti keris dan lukisan; bangunan; struktur, seperti kanal dan makam; situs; serta kawasan, contohnya kawasan Kota Tua.
”Yang diprioritaskan untuk ditetapkan (sebagai cagar budaya) tahun ini sebanyak 30, tetapi jumlahnya bisa lebih. Misalkan saja di suatu museum ada 10 lukisan, nah itu surat penetapan cagar budayanya satu-satu,” katanya.
Beberapa yang sedang dikaji adalah area gedung MPR dan DPR di Senayan yang akan ditetapkan sebagai situs cagar budaya. Secara bangunan, gedung-gedung tersebut sudah ditetapkan sebagai cagar budaya tapi area di luar gedung yang mengelilinginya belum ditetapkan.
Beberapa bangunan bersejarah di Kepulauan Seribu juga sedang dikaji. Seperti yang terletak di Pulau Onrust, Pulau Cipir, Pulau Bidadari, dan Pulau Kelor.
”Pertimbangan dijadikan cagar budaya karena barang-barang ini berusia minimal 50 tahun, atau minimal sudah ada sejak 1973. Selain itu pertimbangannya juga nilai penting untuk kepribadian dan jati diri bangsa,” sebut Candrian.
Kajian kelayakan penetapan cagar budaya pada suatu benda didasarkan pada permohonan, baik pemilik maupun bukan pemilik barang tersebut. Setelah dikaji TACB, surat rekomendasi akan digulirkan dari Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta kepada gubernur. Adapun penetapan sebagai cagar budaya melalui tim sidang pemugaran.
”Selain untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, penetapan cagar budaya juga berfungsi untuk menumbuhkan nilai ekonomi,” kata Candarian.
Peraturan yang melandasi penetapan cagar budaya ini adalah Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Disbud DKI Jakarta juga menetapkan Gedung Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jalan Taman Suropati Nomor 2, Menteng, Jakarta Pusat, sebagai bangunan cagar budaya. Penetapannya melalui Keputusan Gubernur Nomor 318 Tahun 2023 pada 8 Mei 2023 lalu.
Gedung yang menghadap Taman Suropati ini berada di tengah dua gedung lain di area kantor Bappenas. Bangunannya menggunakan arsitektur Belanda berwarna putih dengan beberapa jendela berlapis. Pintu depan terdiri atas tiga pintu kaca dengan sentuhan pengaman modern.
”Penetapan gedung utama Bappenas ini bertujuan menggambarkan sejarah perencanaan pembangunan nasional dalam sejarah DKI Jakarta. Bangunan ini penting ditetapkan menjadi cagar karena tempat Dewan Perantjang Nasional sejak tahun 1962 dan tempat Mahkamah Militer Luar Biasa pasca- Peristiwa G30S pada 1966,” sebut Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana, di Jakarta, Kamis.
Dinas Kebudayaan DKI juga mencatatkan sepuluh karya budaya, mulai dari makanan hingga kesenian daerah, di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Sepuluh karya budaya tersebut adalah gabus pucung, soto betawi, gado-gado betawi, gambang rancag, samrah betawi, golok betawi, kesenian topeng blantek betawi, kesenian topeng jantuk betawi, rias besar betawi, dan panggal betawi.
Secara simbolis penyerahan surat pencatatan inventarisasi kekayaan intelektual komunal dilakukan oleh Pelaksana Tugas Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kantor Wilayah Kemenkumham DKI Jakarta Mutia Farida. Penyerahan tersebut diterima Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Menurut Iwan, pencatatan karya budaya ini diharapkan dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya dan menjadi identitas komunal. Pencatatan ini juga berhubungan dengan perlindungan warisan budaya Provinsi DKI Jakarta yang bertujuan memperkuat kedaulatan dan memajukan ekonomi masyarakat.
”Hal ini ditujukan sebagai upaya pelindungan, pelestarian, pengembangan, serta pemanfaatan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus perwujudan ketahanan nasional,” ujar Iwan.