Revitalisasi Halte Stasiun Jatinegara Ganggu Gereja Cagar Budaya
Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta mengidentifikasi revitalisasi halte Stasiun Jatinegara dengan struktur menjulang menutupi gereja yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Ahli Cagar Budaya atau TACB DKI Jakarta mengatakan, selain halte Bundaran HI dan Halte Tosari yang berpotensi melanggar pelestarian cagar budaya, halte Stasiun Jatinegara juga bermasalah. Struktur halte Stasiun Jatinegara yang direvitalisasi menutupi Gereja Koinonia yang merupakan bangunan cagar budaya.
Anggota TACB DKI Jakarta, Candrian Attahiyat, Kamis (29/9/2022), menjelaskan, Gereja Koinonia sudah masuk cagar budaya. Kemudian gereja itu juga terletak di poros jalan timur-barat. ”Gereja dan jalan yang menembus itu harus terlihat juga,” kata Candrian.
Pembangunan halte di depan gereja itu diketahui menjulang tinggi dan menutupi bangunan cagar budaya di kawasan itu. Sesuai Undang-Undang Cagar Budaya, untuk pembangunan atau pekerjaan yang ada obyek cagar budaya atau obyek diduga cagar budaya, ada prosedur terkait pelestarian cagar budaya yang harus dilalui, yaitu melalui persidangan dengan TACB dan Tim Sidang Pemugaran (TSP) untuk mendapatkan persetujuan.
Menurut Candrian, persoalan ini sama seperti yang terjadi pada revitalisasi halte Bundaran HI yang oleh Transjakarta akan dijadikan halte ikonik. Revitalisasi halte-halte tersebut tidak melalui proses di TACB dan TSP.
Terpisah, Ketua TSP DKI Jakarta Boy Bhirawa menjelaskan, untuk revitalisasi halte Bundaran HI dan halte Tosari juga halte Stasiun Jatinegara yang melanggar pelestarian cagar budaya, TSP masih akan memanggil pihak PT Transportasi Jakarta.
Terkait revitalisasi halte Bundaran HI itu sendiri, menurut Boy, yang harus dipahami adalah daerah tempat pemugaran itu area penting milik publik, milik warga kota yang memiliki indikasi kesejarahan. ”Maka itu harus tetap dalam posisi yang dimilikinya, jadi tidak boleh ditutupi atau dirusak,” kata Boy.
Namun, Boy memandang revitalisasi halte di kawasan Bundaran HI juga menyalahi hal lain, yaitu mengambil ruang publik menjadi hak privat pengelola karena di halte ikonik itu juga akan ada ruang komersial, seperti kafe.
Jika di titik itu ada ruang komersial, orang-orang yang datang sudah pasti bukan hanya pengguna Transjakarta, melainkan juga pengunjung nonpengguna Transjakarta. ”Kalau di situ orang mengantre untuk berswafoto, orang-orang itu menutupi orang yang akan naik Transjakarta. Jadi, tujuannya memindahkan orang dengan angkutan umum terhalangi,” ujar Boy.