Pemeliharaan Waduk Brigif Masih Tanggung Jawab Pihak Ketiga
Sejumlah pihak menyayangkan kondisi ruang terbuka yang tak terawat, seperti terjadi pada Waduk Brigif dan RPTRA Kalijodo, Jakarta. Pemerintah didorong untuk merampungkan persoalan-persoalan ini.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fasilitas publik DKI Jakarta tengah jadi sorotan lantaran kurang perawatan, seperti yang terjadi di Waduk Brigif, Jakarta Selatan, dan Ruang Terpadu Ramah Anak Kalijodo, Jakarta Barat.
Waduk Brigif, yang sedang jadi perhatian sejumlah pihak, masih menarik masyarakat untuk beraktivitas di sana. Ada warga yang hanya berputar-putar mengendarai sepeda motornya dan ada juga yang memancing di pinggir waduk. Sejumlah anak sekolah juga melintas, baik berjalan kaki maupun berkendara sepeda motor.
Mereka dapat bebas naik-turun dekat air karena tak ada pagar pembatas. Hal ini juga jadi fokus utama warga karena banyak anak bermain dan melintas di sekitar waduk.
Agus (32) menilai seharusnya terdapat pagar untuk keamanan. Sebab, berkaca dari ruang terbuka hijau di DKI Jakarta, biasanya ada pagar guna mencegah terjadinya hal yang tak diinginkan, dalam konteks ini, warga berisiko terperosok dari bibir waduk.
Selain itu, warga asal Cinere, Depok, Jawa Barat, ini juga berharap agar tersedia kantong-kantong parkir di sekitar titik pemancingan. ”Sepeda motor enggak masuk (kawasan waduk), enggak apa-apa, yang terpenting ada parkir dekat sini,” ujar Agus di area Waduk Brigif, Jagakarsa, Jakarta, Senin (10/4/2023).
Hal serupa dikatakan warga sekitar waduk, Anto (30). Adanya kantong parkir dapat meminimalisasi risiko terjadinya kecelakaan.
”Mestinya ada tempat parkir khusus sepeda motor karena sore banyak anak bermain di sini. Anak saya pernah hampir tertabrak juga di sini,” katanya.
Anto juga berharap agar tanaman-tanaman diperbanyak sehingga suasana terasa lebih sejuk. Pagar juga jadi perhatiannya untuk menjamin keamanan warga yang datang ke waduk untuk berolahraga, berekreasi, atau sekadar melintas.
Warga kerap berlalu-lalang di jalan setapak Waduk Brigif. Waduk itu sekaligus jadi penghubung antarkampung.
Meski demikian, petugas keamanan Waduk Brigif, Jamal (52), mengatakan, lokasi tersebut sebenarnya belum dibuka untuk umum. Namun, masyarakat kerap memenuhi waduk untuk berekreasi. Mereka datang dari sejumlah daerah, antara lain Cinere (Kota Depok) dan Citayam (Kabupaten Bogor), Jawa Barat.
Ia mengatakan, saat ini waduk dalam tahap merapikan fasilitas yang belum tuntas. Sebab, titik-titik area pemancingan dan kuliner belum selesai dibangun. Sejauh ini, memang belum ada informasi pembangunan pagar guna membatasi langsung antara jalan setapak dan bibir waduk.
”Waktu pengerjaan selesai memang enggak mencapai target karena saat prosesnya sedang musim hujan,” kata Jamal.
Pihak Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta berkoordinasi dengan Kelurahan Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, untuk merawat Waduk Brigif. Jamal mengatakan, koordinasi secara langsung di waduk baru pertama kali dilakukan. Namun, selama ini pihak SDA DKI Jakarta telah beberapa kali memantau waduk, tempat penampungan air sungai Krukut dan sungai Salak secara langsung.
Kondisi fasilitas
Lurah Cipedak Fatihien memantau dan menilai kondisi Waduk Brigif secara langsung bersama staf Dinas SDA DKI Jakarta Adie Widodo. Kondisi jalan setapak dan fasilitas umum, seperti tempat duduk, bersama jadi catatan bagi mereka.
”Konstruksi perlu diperbaiki karena dari Februari 2023 sampai 2024 masih tanggung jawab pengembang, termasuk adanya longsor dan pedestrian retak,” kata Fatihien.
Adie menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pengembang, yakni PT Brantas Abipraya (Persero), untuk memperbaiki bagian-bagian yang rusak. Menurut dia, perusahaan tersebut bertanggung jawab hingga setahun mendatang karena masih dalam masa pemeliharaan, sebelum aset sepenuhnya dikendalikan Dinas SDA DKI Jakarta.
Walakin, fungsi waduk untuk mengurangi debit air sekaligus mencegah banjir telah berjalan sejak Oktober 2022. ”Walaupun pembangunan ini belum selesai (saat itu), tetapi secara fungsi untuk mereduksi atau mengendalikan debit banjir sudah berfungsi,” kata Adie.
Berbeda dengan Jamal, Adie mengatakan, pembangunan berjalan sesuai jadwal. Seluruh fasilitas sudah terbangun, menyisakan pemeliharaan fisik yang masih perlu dilakukan.
Kritik pemeliharaan
Beberapa pihak saling lempar kritik terhadap kondisi ruang terbuka DKI Jakarta, yakni Waduk Brigif dan Ruang Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Nova Harivan Paloh menilai Waduk Brigif tak terawat. Ia berharap agar ada tindak lanjut pemeliharaan pada waduk peninggalan Gubernur Anies Baswedan itu.
”Ini harus ada perhatian khusus. Jangan sampai kita membangun bagus, tapi ternyata tidak terawat,” kata Nova, seperti dikutip dari laman DPRD DKI Jakarta (DPRD Provinsi DKI Jakarta, 3/4/2023).
Kritik pemeliharaan juga terlontar oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat periode 2014-2017 dan Gubernur DKI Jakarta 2017. Ia menyayangkan kondisi RPTRA Kalijodo yang tak terawat serta sampah yang menggunung. Kondisi yang berbeda saat pertama kali dibangun pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.
”Ini berbahaya, retak semua. Ini berpotensi roboh ya,” ujar Djarot sembari menunjuk tembok-tembok RPTRA Kalijodo yang retak, dilansir dari Instagram pribadinya.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan, Waduk Brigif yang tak terawat berisiko membentuk banyak sedimen. Hal ini dapat berakibat pada wilayah sekitarnya sehingga kapasitas penampungan air berkurang.
RPTRA Kalijodo menghadapi masalah berbeda. Elisa menilai, fasilitas publik itu perlu dilihat dari isu penganggaran serta pengelolaan ruang publik yang berkaitan dengan perawatan.
Ia mencontohkan, apakah ada komunitas yang merasa memiliki ruang tersebut? Mereka biasanya turut menjaga kualitas ruang terkait. Selain itu, apakah ada pengawasan dan sanksi bagi pengguna, jika membuang sampah sembarangan? Hal ini diperlukan guna menumbuhkan rasa jera bagi pengguna.