Dukung Regulasi, Pedagang Ingin Solusi Nyata Larangan Impor Barang Bekas
Sejumlah pedagang bersyukur karena pemerintah mengizinkan mereka menghabiskan stok barang bekas impor. Namun, mereka masih menanti solusi konkret bagi kelanjutan nasibnya.

Pembeli memilih topi-topi impor bekas di Pasar Baru Metro Atom, Jakarta, Sabtu (1/4/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengizinkan para pedagang menghabiskan stok barang-barang impor bekas dengan berjualan seperti hari-hari biasa. Pengamat menilai kebijakan pemerintah sebaiknya diikuti pembenahan industri tekstil dari hulu hingga hilir.
Para pelanggan memadati lantai 2 Blok III Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (1/4/2023). Mereka berjubel untuk berjalan sembari melihat-lihat beragam pakaian dan sepatu impor bekas. Sebagian lainnya menjajal barang-barang tersebut, kemudian membelinya.
Baca juga: Pengusaha Hadapi Kendala untuk Ambil Alih Pasar Pakaian Bekas Impor
Seluruh pedagang kini fokus menghabiskan stok, menyusul larangan pemerintah mengimpor barang-barang bekas. Sejak Maret lalu, pemerintah memperketat pelarangan jual-beli pakaian bekas impor demi melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Salah satu pedagang pakaian impor, Ana (55), menyesalkan pemerintah yang baru mempertegas regulasi ini. Isu ini sudah beberapa kali ramai, tetapi baru saat ini benar-benar dilarang, padahal banyak pedagang yang menjadikan usahanya turun-temurun.
Ana menambahkan, setelah stok barang habis, ia belum memikirkan rencana selanjutnya. ”Ya, masih mengikuti saja jalannya bagaimana nanti,” katanya.

Pedagang pakaian impor bekas, Ana (55), saat berdagang di Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (1/4/2023). Ia fokus menghabiskan stok barang-barang yang tersisa meski belum memiliki rencana selanjutnya setelah pakaian-pakaian habis terjual.
Ia yang telah berdagang pakaian impor bekas selama 25 tahun menolak usul pemerintah berjualan pakaian baru. Sebelumnya, Ana telah mencoba berdagang daster dan baju batik baru, tetapi tak juga laku. Sebab, pelanggan ke Pasar Senen memang bertujuan mencari barang-barang fashion bekas.
”Biarlah orang-orang merasakan barang-barang mahal, barang bagus. Kalau beli barang baru memang bisa?” ujar Ana.
Baca juga: Pengawasan Impor Perlu Diperketat
Hal senada diutarakan pedagang lain, Tia (45). Ia masih menagih solusi nyata pemerintah agar regulasi ini jangan sampai menghilangkan lapangan kerja hingga menciptakan pengangguran baru.
Ia mengatakan penjualannya menurun drastis setelah regulasi diperketat. Dampaknya, sejumlah pelanggan justru mempertanyakan legalitas dagangannya, alih-alih membantunya menghabiskan stok pakaian.
Menanggapi solusi pemerintah, Tia enggan berdagang pakaian baru, lantaran Metro Pasar Baru terkenal karena barang-barang impor bekasnya. Namun, ia tetap berupaya mendukung regulasi pemerintah selama diikuti solusi konkret bagi usahanya.

Spanduk penolakan pedagang terhadap larangan impor barang-barang bekas di Pasar Baru Metro Atom, Jakarta, Sabtu (1/4/2023).
Meski demikian, baik Ana maupun Tia menghela napas lega kala pemerintah masih mengizinkan para pedagang menjual barang-barang bekas yang telanjur dibeli. Keduanya belum pernah berdialog secara langsung dengan pemerintah, sebab selama ini komunikasi hanya berjalan satu arah.
Ana menyayangkan sikap pemerintah yang belum membuka pintu dialog dengan para pedagang secara langsung. Ia berharap pemerintah dapat mempertimbangkan tetap mengimpor barang bekas satu pintu yang dikendalikan pemerintah. Hal ini dinilai jadi jalan tengah bagi pedagang dan pemerintah. Pemerintah dapat mengawasi barang masuk, sedangkan ia dan rekan-rekannya masih dapat tetap berjualan.
Baca juga: Larangan Impor Pakaian Bekas, Upaya Beralih ke Produk Lokal
Sementara itu, sekitar tujuh pedagang pakaian impor bekas di Pasar Baru Metro Atom menolak mengomentari persoalan ini. Namun, spanduk penolakan regulasi terpampang jelas di depan pintu masuk pasar.
Benahi industri tekstil
Larangan impor pakaian bekas tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Regulasi tersebut diharapkan mampu mendongkrak industri tekstil dalam negeri.

Baju-baju bekas impor milik Roy Tivana (36) di Metro Pasar Baru Lantai 2, Jakarta, Senin (20/3/2023). Sebagai pedagang, ia menolak kebijakan pemerintah yang akan memusnahkan pakaian impor bekas.
Menurut Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, harga produk tekstil Indonesia tak kompetitif, bahkan di pasar domestik. Barang-barang China masuk ke Indonesia dengan harga lebih murah.
”Nah, untuk bisa membuat produk tekstil kita lebih kompetitif ya harus ada subsidi untuk impor bahan baku,” ujar Esther.
Baca juga: Sama-sama Menanti Solusi dari Polemik Pakaian Bekas Impor Ilegal
Ia yakin, selama kebijakan Pemerintah Indonesia mengarah pada produk tekstil dengan harga kompetitif, para pedagang tak perlu lagi menjual barang bekas. Guna mendukung hal itu, para produsen perlu didukung dengan berbagai insentif, sehingga produk-produk mereka pun lebih murah dibanding negara lain, seperti India, Bangladesh, Vietnam, dan China.
”Sudah tepat menolak impor sampah, tetapi harus ada regulasi selanjutnya, yaitu membuat peraturan yang benar-benar kondusif sehingga produsen tekstil lokal bisa memproduksi dengan harga kompetitif,” katanya.
Esther berharap agar para pedagang barang impor bekas menerima regulasi ini. Pemerintah juga perlu mengikuti dengan solusi kebijakan produk tekstil dan turunannya jadi lebih murah. Masalah tekstil dan produknya sebenarnya harus dibenahi dari hulu hingga hilir. Industri dari benang hingga kain dipastikan ada sehingga dapat melancarkan dunia tekstil dalam negeri.