Tujuh Anak di Tangerang Jadi Korban Pencabulan Guru Agama
Kasus pencabulan terhadap tujuh anak oleh M alias A di Kecamatan Karawaci, Tangerang, terjadi pada Desember 2022 hingga Januari 2023. Tujuh anak yang menjadi korban itu rata-rata berusia 8-10 tahun.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota menangkap pelaku pencabulan terhadap tujuh anak. Kasus serupa menimpa empat anak di Tambora, Jakarta Barat. Para orangtua diminta waspada dan menjaga anak mereka dari predator seksual.
Kepala Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Zain Dwi Nugroho mengatakan, pihaknya mengungkap kasus tindak pidana pencabulan yang dilakukan M alias A terhadap tujuh anak di Koang Jaya, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang.
”Kasus tersebut terjadi pada Desember 2022 hingga Januari 2023. Tujuh anak yang menjadi korban rata-rata berusia 8-10 tahun,” ujar Zain, Sabtu (11/2/2023).
Terungkapnya kasus itu berawal dari laporan salah satu orangtua korban pada 5 Januari silam. Anak perempuan tersebut mengaku menjadi korban pencabulan saat belajar agama di rumah M.
”Dari laporan itu dan penyelidikan lebih lanjut, ternyata korban terus bertambah dari awalnya satu, tiga, kemudian tujuh anak,” ujarnya.
Saat ini, polisi masih mendalami kasus terkait penambahan korban. Selain itu, para korban anak-anak dan orangtua akan mendapatkan pendampingan secara psikologi.
Di sisi lain, Zain meminta para orangtua mewaspadai dan tetap mengawasi anak-anak dari ancaman predator seksual di lingkungan.
Atas tindakannya, M dijerat menggunakan Pasal 76D juncto Pasal 81, Pasal 76E, Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 206 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23/2002. Ancaman hukumannya pidana penjara selama 15 tahun.
Kasus di Tambora
Pelecehan seksual juga terjadi di Tambora, Jakarta Barat. Ada empat anak yang menjadi korban pelaku berinisial BA (42). Pria yang bekerja sebagai seorang pedagang aksesori keliling itu ditangkap lantaran telah melecehkan anak-anak di salah satu SD Negeri Kelurahan Angke.
”Saat jam istirahat sekolah sekitar pukul 09.30 WIB pada Senin (6/2/2023), BA melecehkan korban dengan bujuk rayu melalui iming-iming bonus berupa gelang dan stiker agar dia bisa memegang bagian-bagian sensitif para korbannya,” kata Kepala Polsek Metro Tambora Komisaris Putra Pratama di Kepolisian Resor Jakarta Barat, Jumat (10/2/2023).
Ketika melakukan aksinya, salah seorang pedagang memergoki Budi yang tengah meraba-raba salah seorang siswa di lokasi kejadian. Lalu, pedagang tersebut segera membawanya ke sekolah dan polisi pun datang untuk menahan BA.
Dari pemeriksaan, BA mengaku telah melakukan tindakan cabul itu terhadap sedikitnya empat anak dari sekolah yang sama selama satu tahun terakhir. Empat anak itu terdiri dari satu anak kelas III dan tiga anak kelas IV SD dari satu sekolah yang sama. Polisi masih mendalami kasus tersebut lantaran diduga kuat masih ada korban lainnya.
”Kami duga (dia) sebagai pelaku pedofilia karena terdapat banyak foto anak-anak di handphone pelaku. Berdasarkan pengakuan tersangka, foto-foto tersebut didapatnya dari internet. Sementara pelaku juga belum pernah menikah, dan dari hasil assesment, dia tidak pernah menjadi korban pelecehan di masa lalu ataupun memiliki trauma masa lalu,” kata Putra.
Polisi juga menyelidiki dua indekos BA yang terletak di Jalan Kebon Jambu, Kecamatan Cengkareng, dan di kawasan Kebon Jahe. Dari keterangan warga sekitar, BA dikenal sebagai orang yang tertutup dan hanya tinggal sendiri.
Terhitung sekitar 20 tahun BA menjadi pedagang aksesori keliling dari pasar ke pasar, seperti Pasar Cengkareng, Pasar Tegal Alur, Pasar Dangdut, Pasar Gang Sinar, dan Pasar Alam. Namun, sejak anak-anak kembali bersekolah, BA berjualan di sekolah-sekolah, di antaranya di daerah Tanah Pasir, Kapuk, Pakuwon Jelambar, Pedongkelan Kapuk, dan di wilayah Kelurahan Angke.
Putra meminta pihak sekolah terkait dan sekolah lainnya untuk mengawasi anak-anak didiknya, terutama pada saat jam istirahat. Selain itu, orangtua ataupun keluarga turut berperan untuk mengantisipasi dengan rutin berkomunikasi serta mengedukasi anak terkait area vital yang tidak boleh disentuh orang lain.
”Biasakan juga bertanya tentang keseharian anak di sekolah, baik itu saat bermain maupun saat bergaul dengan teman-temannya, serta semua aktivitas yang anak lakukan. Dengan begitu, jika ada sesuatu yang mencurigakan, dapat langsung diketahui dan melaporkannya,” ujar Putra.
Atas perbuatannya, BA dikenai Pasal 82 Ayat (1) juncto Pasal 76E Undang-Undang No 17/2016. Ancaman hukumannya pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun.