Normalisasi Sungai Ciliwung mencapai 16 kilometer dari target 33 kilometer dan progres pembangunan sodetan Kali Ciliwung-Kanal Banjir Timur sudah mencapai 77 persen dengan target berfungsi April 2023.
Deretan rumah semipermanen di bantaran Kali Ciliwung, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Pembebasan lahan untuk normalisasi Sungai Ciliwung dan penyelesaian sodetan Kali Ciliwung-Kanal Banjir Timur menjadi salah satu prioritas pemerintah tahun 2023. Upaya ini melengkapi pengendalian banjir dari hulu melalui dua bendungan kering, Ciawi dan Sukamahi ke hilir di pantai utara Jakarta.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung membentang dari hulu di Bogor, Jawa Barat ke hilir di pantai utara Jakarta. Seiring pertumbuhan masyarakat dan kerusakan yang terjadi, DAS ini menjadi salah satu penyumbang banjir di Ibu Kota.
Kajian oleh Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Surakarta Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menunjukkan kontribusi limpasan air dari zona hulu terhadap banjir Jakarta sebesar 8 persen dan zona tengah DAS menyumbang 9 persen.
Total kontribusi banjir Jakarta dari DAS Ciliwung dan daerah sekitarnya sebesar 24 persen. Sumbangan banjir Jakarta selebihnya dari DAS Kali Angke (19 persen), DAS Kali Krukut (13 persen), dan sisanya di antaranya dari drainase yang kurang memadai (Kompas, 5 Februari 2021).
Untuk pengendalian banjir Jakarta, pemerintah telah membangun bendungan kering di hulu, tengah menormalisasi sungai, dan merampungkan sodetan.
Dalam kegiatan Bersih dan Sehat Bersama Ciliwung pada Desember 2022, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane melaporkan normalisasi Sungai Ciliwung sudah mencapai 16 kilometer dari target 33 kilometer.
Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta masih membebaskan 6,45 hektar lahan di bantaran sungai yang tersebar di Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur (pembebasan lahan 0,8 hektar dan panjang penanganan 0,5 km); Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur (pembebasan lahan 2,25 hektar dan panjang penanganan 1,5 km); Kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur (pembebasan lahan 1,95 hektar dan panjang penanganan 1,3 km); dan Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan (pembebasan lahan 1,5 hektar dan panjang penanganan 1 km).
Alokasi anggaran untuk pembebasan lahan tahun ini sebesar Rp 469,2 miliar dari APBD DKI Jakarta 2023. Pembebasan lahan seluas 4,6 hektar terbagi untuk normaliasi dan pembangunan saringan sampah di Sungai Ciliwung, serta normalisasi Kali Pesanggrahan.
Kepala Seksi Perencanaan Bidang Pengendalian Banjir dan Drainase Dinas Sumber Daya Air Jakarta Maman Supratman mengatakan, dinas membebaskan lahan sepanjang bantaran kali dari batas Jakarta sampai pintu air Manggarai. Selanjutnya pekerjaan fisik oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.
”Sekarang lagi difokuskan ada 50 lahan di Rawajati, Cawang, dan Cililitan. Dalam skema pengendalian banjir, masih kurang daya tampung 370 meter kubik per detik dari desain 570 meter kubik per detik,” kata Maman, Jumat (3/2/2023).
DAS Ciliwung di Jakarta idealnya selebar 40 meter untuk tangkapan air. Lantaran tak memungkinkan di seluruh titik, Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta merencakanakan parkir air untuk kawasan guna mereduksi potensi banjir.
MAWAR KUSUMA WULAN/KOMPAS
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono ketika meninjau proyek pembangunan Sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur di Area Outlet yang merupakan lokasi sambungan tunnel ganda di Jakarta Timur, Selasa (24/1/2023).
Sodetan
Usaha mengurangi debit banjir Sugai Ciliwung melalui sodetan Kali Ciliwung-Kanal Banjir Timur sepanjang 714 meter. Saat ini progres pembangunannya sudah mencapai 77 persen dengan target berfungsi April 2023.
Dalam situs resmi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane disebutkan, sodetan akan mengurangi debit banjir Sungai Ciliwung dengan mengalirkan air sebesar 60 meter kubik per detik. Caranya dengan mengalirkan air ke Kanal Banjir Timur saat Sungai Ciliwung sudah tidak lagi mampu menampung debit banjir ulang 25 tahunan sebesar 508 meter kubik per detik.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono ketika mendampingi Presiden Joko Widodo meninjau pekerjaan pembangunan sodetan pada Januari lalu menyampaikan bahwa ada beberapa kendala yang dihadapi. Salah satunya pembebasan lahan yang memakan waktu hingga enam tahun.
Pembebasan lahan penting karena aliran air dari awal kanal sampai dengan akhir kanal cukup deras dan besar. Jika tidak bisa dilebarkan dengan pembebasan lahan, akan menghambat aliran air.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Anak-anak berenang di Kali Cilwiung di kawasan Balekambang, Condet, Jakarta Timur, Senin (23/1/2023).
Hulu ke hilir
Pada bagian hulu, pemerintah sudah merampungkan Bendungan Ciawi dan Sukamahi. Proyek Strategis Nasional itu dimulai pembangunannya pada 2017 sebagai bendungan kering pertama di Tanah Air.
Sebagai bendungan kering, keduanya berfungsi sebagai pengendali banjir. Bendungan baru akan digenangi air saat musim hujan. Bendungan Ciawi berdaya tampung 6,55 juta meter kubik saat banjir, sedangkan Bendungan Sukamahi memiliki daya tampung 1,71 juta meter kubik.
Bendungan Ciawi mereduksi banjir sebesar 30,6 persen. Keberadaannya mengurangi debit Sungai Ciliwung dari 365 meter kubik per detik menjadi 253,25 meter kubik per detik atau berkurang 111,75 meter kubik per detik.
Bendungan Sukamahi mereduksi banjir sebesar 27,4 persen. Debit air dari Sungai Cisukabirus akan berkurang dari 56,52 meter kubik per detik menjadi 41,05 meter kubik per detik atau berkurang 15,47 meter kubik per detik.
Pemerintah daerah tidak mampu menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang ada di lapangan karena ada banyak hambatan.
Pengajar Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Rudy P Tambunan, Sabtu (4/2/2023), menuturkan, Sungai Ciliwung mengalir di Jawa Barat dan Jakarta. Hulunya bersumber dari kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Selanjutnya mengalir ke Kota Bogor hingga bermuara di Jakarta.
Untuk aliran di Ibu Kota terbagi tiga bagian, yaitu Cawang (hulu), Kwitang (tengah), setelah Masjid Istiqlal (hilir). Sepanjang aliran ini berkembang menjadi permukiman padat sehingga penanganannya oleh pusat dan daerah.
”Jadi ada dua pendekatan sungai (untuk pengendalian banjir), yakni struktur measure dan non-struktur measure," ujar Rudy.
Struktur measure ialah penanganan terkait struktur seperti membuat tanggul di dalam sungai. Non-struktur measure berada di luar sungai, yakni menangani sampah dan peruntukan lahan.
Menurut Rudy, penanganan di luar sungai tidak tertangani dengan baik oleh pemerintah daerah. Penyebabnya beragam, mulai dari terkendala anggaran, administrasi pertanahan, hingga tidak bisa melakukan fungsi dan tugas pokoknya di daerah.
”Pemerintah daerah tidak mampu menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang ada di lapangan karena ada banyak hambatan,” katanya.