Seorang Anak Balita Tewas Dianiaya Kakek dan Nenek Tiri
Seorang anak balita AF (2) tewas dianiaya oleh kakek dan nenek tirinya. Merasa jengkel karena ibu AF tidak memberikan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, AS dan T menganiaya AF.
JAKARTA, KOMPAS — Seorang anak balita AF (2) tewas dianiaya oleh kakek dan nenek tirinya. AS (45) dan T (38) tega menganiaya AF hingga tewas karena ibu kandung AF, yakni SW, tak kunjung memberikan uang untuk memenuhi kebutuhan AF sejak beberapa bulan lalu.
AF dititipkan oleh SW kepada AS dan T sejak April 2022. SW kemudian tidak pernah datang menengok ataupun menafkahi AF. Merasa jengkel dan akibat terbebani secara ekonomi, membuat AS dan T menganiaya AF.
Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor (Polres) Jakarta Timur Inspektur Satu Sri Yatmini di Jakarta, Jumat (20/1/2023), mengungkapkan, pada Selasa (17/1/2023) pukul 20.55, ada informasi bahwa seorang anak balita tak bernyawa dibawa seseorang yang mengaku sebagai saudara.
”Saat kami datang, kondisi badannya luka di sekujur tubuh, saya lihat bagian punggungnya ada benjolan. Kasihan sekali lihatnya, AF dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I R Said Sukanto untuk diotopsi dan hari ini dimakamkan,” kata Sri Yatmini di Markas Polres Jakarta Timur, Jumat (20/1/2023).
Ketika diperiksa polisi, AS mengaku sebagai kakek tiri. Istri AS, yakni T, merupakan mantan ibu tiri SW. Polisi kemudian menjemput SW dari kawasan Kebon Pala, Jakarta Timur. Ketiga orang tersebut diperiksa di Polres Jakarta Timur dan ditahan pada Rabu (18/1/2023).
Baca juga: Pembunuh Berantai Asal Cianjur Tega Membunuh Istri-istri dan Anaknya
Awalnya ketiga orang tersebut mengaku AF jatuh. Setelah diinterogasi secara terpisah, akhirnya T mengakui bahwa dirinya menampar dan memukul AF. Adapun AS membanting, menendang, dan memukul AF sehingga mengakibatkan AF meninggal.
”T dan AS dikenai Pasal 76, 77, 80, dan 351 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yang mengakibatkan seseorang meninggal dan ancaman hukumannya 15-20 tahun. Sementara SW dikenai Pasal 76, 77, dan 80. Pasal 77 karena menempatkan anak di tempat yang salah sehingga menyebabkan meninggal,” katanya.
AS dan T memiliki dua anak, yang kini dititipkan kepada Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta. AS dan T bekerja sebagai penjual bensin eceran di pinggir jalan tidak jauh dari rumahnya.
Sejak mereka ditahan polisi, kontrakan T dan AS, RT 005 RW 001 Kelurahan Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Jumat (20/1/2023), tampak kosong. Di depan rumah yang bertuliskan menjual bensin dan jas hujan itu beberapa jemuran masih menggantung. Salah satu baju yang terjemur merupakan baju AF.
Seorang tetangga AS dan T, yang tinggal persis di depan rumahnya, Dian (31), mengungkapkan, AS dan T merupakan warga yang baru mengontrak. Saat pertama kali pindah, rumah tersebut dihuni enam orang. AS, T, SW, AF, dan kedua anak AS. Namun, beberapa bulan kemudian SW tidak lagi tinggal di kontrakan tersebut.
Dian cukup sering mendengar AF menangis, tetapi T selalu menjawab bahwa AF memang anak yang rewel. Dian pernah melihat badan AF penuh koreng. Saat itu, AS dan T menyebut AF sedang terkena campak sehingga badannya penuh dengan nanah.
Sebelum mengetahui AF meninggal, Dian melihat luka di sekitar mata AF pada Senin (16/1/2023). Namun, Dian tidak mencari tahu lebih lanjut. AF cukup sering ditinggal di rumah bersama kedua anak T dan AS.
”AF anaknya pendiam, kurang ceria, badannya kurus sekali. Suka kasihan lihatnya. Saat dibawa ke puskesmas tetangga tidak ada yang tahu karena sudah malam. Tidak ada yang dengar,” ucapnya.
Ketua Rukun Tetangga (RT) 005 Rukun Warga (RW) 001 Kelurahan Pekayon Sudiyono mengatakan, AS dan T pindah ke lingkungannya pada 25 Desember 2021. Saat pertama kali pindah, mereka datang bersama kedua anaknya. Sudiyono tidak mengetahui SW dan AF tinggal di rumah T dan AS. Selama ini, dirinya mengenal T dan AS sebagai warga yang cukup ramah.
”Tetangga sering mendengar anak kecil nangis seperti pada umumnya, tapi kabarnya terakhir menangis sebentar langsung diam dan disekap. Ketika di puskesmas sudah meninggal, saya dipanggil ke puskesmas, AF sudah tidak bernyawa,” ujarnya.
Baca juga: Disuruh Memulung, Malika Diperlakukan Tak Layak dan Kerap Dibentak
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah prihatin dengan kasus meninggalnya AF karena kekerasan oleh keluarga terdekat. Para pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya karena telah menelantarkan dan menganiaya.
Usut tuntas
KPAI mendorong kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut dan menerapkan hukum yang ramah terhadap anak. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan, kekerasan yang mengakibatkan anak meninggal dunia dihukum secara optimal.
Merujuk data KPAI, ada 4.683 aduan sepanjang tahun 2022 dengan 2.113 di antaranya merupakan aduan perlindungan khusus anak. Dari total aduan tahun 2022, Jawa Barat menempati jumlah pelanggaran terbanyak dengan 929 kasus, diikuti oleh DKI Jakarta (769), Jawa Timur (345), dan Banten (312).
Ai mengutarakan, butuh peringatan yang kuat untuk mengajak seluruh pihak, terutama pemerintah, agar memberikan perhatian soal pengasuhan anak. Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan edukasi kemampuan pengasuhan dalam bentuk intervensi atas situasi penelantaran anak.
”Sebagai basis pengasuhan, keluarga kandung dan orangtua kandung tidak bisa tergantikan. Faktanya sebagian keluarga belum bisa menjadi pengasuh yang baik terhadap anak. Tidak ada alasan soal ekonomi dan konflik keluarga yang mengakibatkan risiko sangat berat terhadap anak,” ujarnya.