Tanah yang Diusut KPK di Pulo Gebang Ternyata dalam Sengketa
KPK sedang memeriksa saksi dan bukti terkait korupsi pengadaan lahan di Pulo Gebang, Jakarta Timur, untuk hunian DP nol rupiah. Adapun lahan ini tidak hanya dikenai kasus pidana, tetapi juga bersengketa secara perdata.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·4 menit baca
Tanah milik Perumda Sarana Jaya di Jalan Sisi Timur Tol Cilincing, Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur, Rabu (18/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Tanah milik Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya yang tersangkut kasus dugaan korupsi di Pulo Gebang, Jakarta Timur, ternyata juga tengah dalam sengketa kepemilikan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak segera mengumumkan dan menyidangkan kasus dugaan korupsi terkait tanah tersebut ketika bukti dan saksi yang dimiliki sudah cukup.
Manajer Unit Manajemen Risiko dan Hukum Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya Bayu Romas mengatakan, terdapat dua kasus yang terkait tanah seluas 4,1 hektar di Pulo Gebang, Jakarta Timur. Kasus pertama ialah pidana korupsi yang sedang diselidiki KPK. Kasus kedua merupakan gugatan perdata kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya terkait dengan kepemilikan lahan, yang, menurut rencana, akan digunakan untuk beberapa hal, termasuk program hunian DP nol rupiah.
”Terkait pidana korupsi, kami mengikuti proses yang dilakukan KPK,” kata Bayu di Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (20/1/2023).
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah gedung DPRD DKI Jakarta pada Selasa (17/1/2023) terkait dengan pidana korupsi pengadaan lahan di sisi timur Tol Cakung Cilincing. Penyidik KPK menggeledah sejumlah ruangan di DPRD DKI, termasuk ruang kerja Ketua DPRD DKI Prasetio Edi.
Adapun kasus perdata yang dimaksud Bayu adalah gugatan yang dilayangkan oleh H Marjan, yang kemudian diwakili oleh ahli warisnya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Gugatan ini tercatat pada 2 September 2019 dengan nomor perkara 410/Pdt.G/2019/PN Jkt.Tim.
Gugatan ini memenangkan H Marjan sebagai penggugat dan menyatakan bahwa ia merupakan pemilik resmi tanah yang terletak di Ujung Krawang Rukun Tetangga (RT) 005 Rukun Warga (RW) 005 berdasarkan girik C Nomor 1371 dengan luas 34.898 meter persegi. Adapun tergugat, yaitu PT Adonara Propertindo, PT Asmawi Agung Corporation/Kurator H Hendra Roza Putra, dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya diminta untuk membayarkan ganti rugi sebesar lebih dari Rp 348 miliar.
”Putusan pengadilan ini janggal, kami menduga ada mafia tanah dan peradilan. Pasalnya, tanah milik Perumda PSJ ada di RT 013 RW 006, sisi timur jalan tol, sedangkan lokasi lahan H Marjan ada di RT 005 RW 005, di sisi barat jalan tol,” kata Bayu.
Selain itu, Perumda PSJ juga menggunakan bukti kepemilikan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di RT 013 RW 006 sebagai bukti kepemilikan resmi di persidangan. Sertifikat ini sudah didapatkan sejak awal pembelian tanah pada akhir 2018 hingga awal 2019 dari PT Adonara Propertindo.
”Menurut saya, putusan pengadilannya aneh karena HGB kalah dari surat girik di persidangan,” kata Bayu. Tanah yang tercatat di surat girik belum terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) secara resmi, maka dari itu surat girik tidak menunjukkan kepemilikan tanah secara resmi.
Dari total tanah kosong seluas 4,1 hektar di sisi timur Jalan Tol Cakung Cilincing, 3,4 hektar di antaranya telah dipagar memutar dengan patok kepemilikan ahli waris H Marjan. Adapun sisa lahan seluas 0,7 hektar di belakangnya terpasang plang kepemilikan Perumda PSJ.
Bayu mengatakan, saat ini Perumda PSJ melakukan perlawanan atas eksekusi pengadilan yang dianggap merugikan. Perlawanan ini diajukan kepada PN Jaktim pada 9 Mei 2022 dan saat ini dalam proses hukum di pengadilan.
Usut korupsi
Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan mendesak KPK untuk mengumumkan kepada publik dan menyelesaikan kasus korupsi ini segera. Kasus pengadaan tanah di Pulo Gebang ini merupakan pengembangan dari korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur, yang peruntukannya serupa, yaitu hunian DP nol persen.
Pada kasus ini, KPK sudah memeriksa saksi dan pihak yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai tersangka, tetapi belum mengungkap identitasnya. Adapun KPK baru akan mengumumkannya setelah proses penyidikan dianggap cukup (Kompas, 18/1/2023).
”Harus cepat diumumkan kalau KPK sudah menemukan tersangka dan bukti yang cukup. Ini kasus kedua, maka langsung ditangkap dan diproses hukum saja pelakunya,” kata Azas dihubungi secara terpisah.
Terkait dengan adanya kasus perdata di lahan yang sama, Azas mengimbau Perumda PMJ untuk melaporkan kepada kepolisian dengan disertai bukti kepemilikan yang sah. Menurut dia, kasus-kasus perdata seperti ini juga bisa menjadi kasus pidana.