Pelaku penculikan diduga memiliki hasrat khusus terhadap anak-anak dan pernah mengincar anak lain selain Malika.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi mengungkap fakta baru mengenai Iwan Sumarno, tersangka penculik anak 6 tahun bernama Malika Anastasya di wilayah Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Polisi menyimpulkan, Iwan memiliki hasrat khusus terhadap anak-anak dan pernah mengincar anak lain sebagai calon korban.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Komarudin, Kamis (12/1/2023), mengungkapkan, penyidikan terakhir menemukan fakta bahwa pria 42 tahun yang sehari-hari memulung barang bekas itu pernah mencoba merayu anak lainnya untuk ia culik.
”Korban M bukan korban yang pertama. Sebelumnya, di Jalan Industri (Sawah Besar) juga, tersangka sempat mencoba merayu seorang anak muda yang sampai saat ini tim masih terus melakukan pencarian,” ucap Komarudin di Jakarta.
Terhadap korban lain itu, Iwan tiga kali mengiming-imingi calon korban dengan memberikan uang antara Rp 2.000 dan Rp 5.000. Selain dengan uang, Iwan juga lebih tiga kali membagikan makanan ringan yang dibeli dari hasil memulung kepada calon korbannya.
”Tersangka merayu, mengajak calon korban untuk ikut bersama dengan tersangka. Namun, calon korban menolak dan calon korban ini orangtuanya sama pekerjaannya, mau mengumpulkan barang-barang bekas. (Usaha) ini dilakukan berulang kali sampai tersangka memutuskan untuk mencari calon korban yang lain,” ucapnya.
Korban M bukan korban yang pertama.
Upaya itu lebih kurang sama seperti yang dilakukan Iwan terhadap Malika. Onih, ibu Malika, mengatakan, tersangka mendekati keluarganya lebih kurang dua bulan. Selama itu, Iwan sering bolak-balik membawa gerobak melalui tempat tinggal keluarga mereka dan sesekali bercengkerama dengan anak-anaknya yang lain.
”Dia (Iwan) deketin semua anak saya. Cuma kakaknya Malika aja yang umurnya 7 tahun yang susah di-deketin, dia suka kabur atau pilih pergi main. Kalau sama Malika justru akrab, sampai suka bilang ’Enggak apa-apa Bu, Om kan baik’,” kata Onih saat ditemui Selasa (3/1/2023).
Hasrat seksual
Polisi pun menyimpulkan, tersangka tidak hanya bertujuan mengajak korbannya untuk ikut bekerja memulung barang bekas dari satu lapak ke lapak yang lain. Tersangka juga diduga memiliki hasrat seksual.
Meski demikian, kekerasan seksual tidak terbukti dialami Malika, yang sempat diculik selama hampir sebulan. Hasil visum justru menunjukkan adanya kekerasan fisik umum berkategori ringan yang didapat akibat sentilan dan pukulan.
”Iwan sudah dikenakan 3 pasal, yakni Pasal 76 F juncto Pasal 83 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau 330 KUHP. Lalu, kami tambahkan kembali dengan Pasal 76 C juncto Pasal 80 Ayat 1 UU Nomor 35/2014,” kata Komarudin yang menjelaskan bahwa Iwan terbukti bersalah melakukan tindak pidana jual beli dan kekerasan anak.
Sejauh ini, pemeriksaan psikologis oleh tim psikolog dan psikiater di RS Polri Kramat Jati masih berlangsung. Kepala Rumah Sakit RS Polri Kramat Jati Brigadir Jenderal (Pol) Hariyanto mengatakan, pemeriksaan psikologis butuh waktu sekitar dua minggu. Selama waktu itu, Malika menjalani rawat inap di rumah sakit.
”Hasil visum psikiatrikum menunggu dua minggu. Kita enggak bisa langsung periksa, ajak main dulu, kemudian secara tidak langsung diperiksa kondisi psikis. SOP (prosedur standar operasi)-nya dua minggu, walaupun pada kondisi-kondisi tertentu bisa dipercepat, tergantung pengamatan hari demi hari,” katanya sepekan lalu.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait meminta pihak berwenang memaksimalkan pemeriksaan psikologis untuk memastikan Malika tidak menjadi korban kekerasan seksual. Hal ini mengingat pelaku pernah dipenjara karena kasus pencabulan.
”Pelecehan seksual tidak hanya ada penetrasi, bisa pegang-pegang, atau apa untuk memuaskan kebutuhan pelaku, itu juga termasuk kekerasan seksual. Ini sesuai UU baru tentang kekerasan anak dan perempuan,” kata Arist.
Kekerasan seksual merupakan salah satu motif penculikan anak. Motif lain, seperti yang dialami Malika sudah dipastikan bertujuan untuk eksploitasi ekonomi. Motif ini juga marak menggerakan pelaku penculikan anak. Selain itu, ada juga motif penjualan organ tubuh dan adopsi ilegal.
Kasus penculikan Malika menjadi 1 dari 21 kasus sama yang dilaporkan ke Komisi Nasional Perlindungan Anak di 2022. Jumlah itu meningkat dari hanya 11 kasus pada 2021 yang mayoritas terjadi di wilayah Jabodetabek. Dari jumlah tersebut, baru ada delapan kasus yang terungkap.