Revitalisasi Trotoar di DKI Jakarta Capai 30 Persen, Perhatikan Konektivitas Kawasan
Revitalisasi trotoar diharapkan mengakomodasi semua orang, termasuk kelompok rentan atau mereka yang memiliki kebutuhan khusus.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Revitalisasi trotoar di Jakarta mencapai 30 persen dari target pembenahan trotoar sepanjang 2.600 kilometer. Masih banyak pekerjaan rumah, seperti memperhatikan aspek keterhubungan trotoar dengan fasilitas transportasi publik, konektivitas dalam kawasan, dan desain yang universal.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho menyebutkan, ada perubahan pola dalam membangun Jakarta menjadi kota maju. Pejalan kaki menjadi prioritas melalui pembenahan fasilitas trotoar atau jalur pedestrian hingga jembatan penyeberangan orang.
”Revitalisasi trotoar baru 30 persen, masih banyak pekerjaan rumah 4-5 tahun ke depan,” kata Hari di Unit Peralatan dan Perbekalan Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Jakarta Timur, Rabu (4/1/2023).
Dinas Bina Marga DKI Jakarta menargetkan revitalisasi trotoar 2.600 km pada 2017-2022. Capaiannya pada 2016 dan 2017 sepanjang 127 km, 2018 sepanjang 132 km, dan 2019 sepanjang 93 km.
Selama pandemi Covid-19, pembenahan berjalan lambat. Pada 2020 sepanjang 2 km dan 2021 sepanjang 15 km. Kemudian tahun 2022 ditargetkan membenahi trotoar sepanjang 40 km.
Hari menyatakan sudah berkomitmen merevitalisasi trotoar hingga tuntas. Apalagi revisi Peraturan Daerah Jaringan Utilitas tengah dibahas pasal demi pasal di DPRD DKI Jakarta.
”Mudah-mudahan tahun ini jadi sehingga jadi pegangan. Dengan adanya sarana jaringan utilitas terpadu, trotoar bebas pohon tiang listrik dan kabel semrawut,” katanya.
Perkembangan sarana jalanan utilitas terpadu tengah dalam evaluasi. Sejauh ini pembenahan mencakup 25 km dengan target 200 km pada 2023.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Jerry Mangasas Swandy menyampaikan, masih dalam proses relokasi jaringan yang perlu dilakukan dari trotoar. Dalam prosesnya terdapat kendala, seperti dimensi sarana jaringan utilitas terpadu yang terbatas dan pelanggan yang terdampak.
”Proses penurunan utilitas tidak dapat dilakukan sepenuhnya. Belum tersedia sambungan untuk akses ke pelanggan terdampak,” ucap Jerry.
Hingga kini Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi masih membahas permasalahan tersebut dengan PT Jakarta Propertindo (Perseroda) sebagai pemegang proyek sarana jaringan utilitas terpadu.
Percepatan revitalisasi
Revitalisasi trotoar di DKI Jakarta sejak 2016 didampingi oleh Institute for Transportation and Development Policy. Penyempurnaan fasilitas pejalan kaki dan percepatan implementasinya masih perlu diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Deliani Siregar dari Institute for Transportation and Development Policy menuturkan, secara umum perencanaan dan penyelenggaraan fasilitas pejalan kaki yang berbasis jaringan tak terpisahkan dari ketersediaan angkutan umum dan pengembangan kawasan. Dari aspek tersebut, jika merujuk data Transjakarta per November 2022 yang telah melayani 87,16 persen area Jakarta, belum semua ruas jalan memiliki fasilitas pendukung pejalan kaki yang baik.
”Padahal, keduanya sangat berkaitan, baik pejalan kaki maupun pengguna angkutan umum. Sementara dari pendekatan kawasan, guna lahan yang aktif dalam kawasan dapat menjadi pemantik mobilitas pejalan kaki sehingga perlu juga diperhatikan penyelenggaraan fasilitas pejalan kaki, seperti kawasan Cikini-Wahid Hasyim-Sarinah,” ucap Deliani.
Fasilitas yang direncanakan dan akan dibangun harus dapat mengakomodasi semua orang.
Oleh karena itu, fasilitas yang direncanakan dan akan dibangun harus dapat mengakomodasi semua orang, termasuk kelompok rentan atau kebutuhan khusus. Selain lebar minimum, kelandaian, penyelenggaraan penyeberangan sebidang, dan penyediaan ruang steril (bebas gangguan) pejalan kaki di trotoar sangat penting.
Deliani menambahkan, penertiban hingga penegakan hukum atas penyelenggaraan parkir kendaraan bermotor di atas trotoar dan lainnya juga mesti digiatkan. Contohnya di Sarinah yang secara teknis sudah direncanakan dan dibangun dengan lebar minimum bagi dua pengguna kursi roda berpapasan, tetapi dipenuhi parkir sehingga fungsinya hilang. Belum lagi banyaknya jalur pemandu yang masih beberapa kali salah penempatan atau membahayakan disabilitas netra yang berjalan kaki.
”Penting juga mengumpulkan data sebelum dan sesudah revitalisasi sehingga dapat mengukur dampaknya dan mempermudah evaluasi serta pekerjaan selanjutnya,” katanya.