Jumlah Kios Air PAM Jaya di Jakarta Utara Belum Memadai
Ribuan warga di Muara Angke Jakarta Utara mengharapkan hadirnya air bersih di kawasan tersebut. Warga RW 022 Penjaringan, Usniyati, menghabiskan Rp 450.000-Rp 500.000 per bulan untuk membeli air bersih.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kios air menjadi solusi jangka pendek atas kesulitan air bersih yang dialami ribuan warga di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, DKI Jakarta. Namun, warga menilai jumlah kios air tersebut belum memadai karena masih jauh dari kebutuhan air bersih warga Muara Angke, yang selama ini belum dilayani pipa air bersih.
Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya, Selasa (8/11/2022), resmi mengoperasikan 7 kios air di Muara Angke. Kios air PAM Jaya itu berdiri di lahan 2,5 meter x 2,5 meter dengan satu tandon air berkapasitas 4000 liter.
Ketua Rukun Tetangga (RT) 002 Rukun Warga (RW) 022 Blok Empang, sekaligus pengelola salah satu kios air PAM Jaya, Ahmad Rosidin, Kamis (17/11/2022), mengungkapkan, satu tandon yang diisi penuh PAM Jaya dibeli seharga Rp 14.000. PAM Jaya mematok harga jual air bersih yang diantar ke rumah warga Rp 1.200 per jeriken kapasitas 20 liter, lebih murah dari harga pedagang keliling Rp 2.500 per jeriken kapasitas 23 liter.
Menurut Ahmad, kios air bersih ini masih kurang karena untuk memenuhi kebutuhan ribuan warga di kawasan Muara Angke hanya disediakan 7 tandon. Selain itu, ketentuan PAM Jaya dalam mengelola kios air juga tidak sesuai dengan kebutuhan warga.
“PAM Jaya menetapkan satu rumah maksimal dapat 3 jeriken tapi faktanya mana cukup kalau satu rumah ada 5 orang. Hitungannya satu tandon jadi untuk 200 rumah. Padahal hitungan kami satu tandon hanya cukup untuk 20 rumah. Masih sangat kurang untuk keseluruhan warga di Muara Angke,” tuturnya.
Ahmad menuturkan warga Muara Angke membutuhkan sekitar 70 tandon air, tetapi pengadaan tandon mengalami kendala karena lahan yang ditempati tandon tidak ada karena kondisi wilayah Muara Angke merupakan kawasan padat penduduk.
Selain itu untuk mengisi ulang tandon agar air terisi penuh harus menggunakan aplikasi JakOne. Ia menilai prosesnya ribet dan harus mengisi saldo pada aplikasi tersebut. Ia dan beberapa pengelola lainnya belum terbiasa dengan digitalisasi sehingga hal ini menghambat pengisian tandon air.
Tandon air bersih PAM Jaya memiliki empat pipa ukuran sedang untuk mengalirkan air ke jeriken. Kios air tersebar di Blok Eceng sebanyak 3 tandon, Blok Empang 2 tandon, dan Blok Limbah 2 tandon.
Warga RT 009 RW 022, Penjaringan, Jakarta Utara. Usniyati (27), mengungkapkan, kios air membuatnya bisa berhemat membeli air bersih dari pedagang keliling.
Hingga kini, warga RW 022 Penjaringan, Jakarta Utara, untuk mendapatkan air bersih masih harus membeli dari pedagang keliling. Usniyati menghabiskan Rp 450.000-Rp 500.000 per bulan untuk membeli air bersih karena air sumur bor tidak bisa dikonsumsi dan gatal di kulit jika dipakai mandi.
“Biaya untuk air bersih banyak sekali yang harus dikeluarkan,” katanya.
Sekretaris Perusahaan PAM Jaya Yudi Irawan mengatakan, kios air bersih merupakan solusi sementara karena pihaknya sedang mengevaluasinya saat ini. Ia menilai kios air kurang efektif karena tidak dapat menjangkau warga serta PAM Jaya tidak dapat mengawasi pengelola secara langsung guna menghindari monopoli.
Ke depannya, PAM Jaya akan membuka kios air di kelurahan tersentral dan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) dengan menggandeng karang taruna yang akan digaji sebagai petugas kios air. “Kami masih memetakan kebutuhan air, tidak hanya satu tandon nanti bahkan bisa bertingkat dengan didistribusikan menggunakan gerobak motor,” ucapnya.
Pihaknya mengupayakan rencana tersebut bulan depan terealisasi karena masih mencari tempat yang sesuai. Pengadaan kios air bekerja sama dengan kelurahan untuk menyediakan tempat karena akan ada pengadaan tandon dalam jumlah banyak.
Terkait regulasi yang ada, PAM Jaya menentukan satu keluarga mendapatkan 60 liter air per hari dengan mengacu pada data Badan Pusat Statistik, yaitu satu keluarga untuk 4 orang.
PAM Jaya menargetkan tahun 2030 akan ada pengadaan pipanisasi bagi warga yang belum terjangkau saluran air bersih PAM Jaya. “Kalau pipa dan air sudah cukup, kios air akan ditinjau keberadaannya,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KruHA) Muhammad Reza Sahib mengatakan, kios air merupakan solusi sementara, jika warga tidak menyuarakan, maka kios air tidak akan ada. Menurut dia, tidak ada alasan karena merupakan hak setiap warga negara mendapatkan air bersih.
“Memang dipelihara situasinya, ada permainan yang dibiarkan sejak lama. Argumen pemerintah pasti karena tinggal dilahan ilegal. Ini merupakan pelanggaran yang nyata dan diskriminasi. Jakarta bukannya tidak punya uang tapi pemerintah yang enggan membangun,” ucapnya.