Air perpipaan menjadi fasilitas publik yang belum menjangkau seluruh warga Ibu Kota. Isu ini menjadi salah satu problem yang butuh mendapat atensi pemimpin DKI, termasuk penjabat gubernur yang akan segera bertugas.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Endapan lumpur bercampur karat dari tandon plastik penampung air sumur milik warga RT 008 RW 008, Simprug, Kelurahan Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).
Endapan seperti karat besi bercampur lumpur melapisi bagian dalam tandon plastik setinggi 1 meter. Itulah salah satu dampak menampung air dari sumur di RT 008 RW 008, Simprug, Kelurahan Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Sebagian dari 133 keluarga atau 398 warga di situ masih bergantung pada air tanah dangkal untuk keperluan sehari-hari. Penyebabnya, belum semua rumah tangga tersambung air perpipaan PAM Jaya.
Kondisi air sumur warga bervariasi meskipun jarak rumah berdekatan. Ada yang jernih, kuning pucat, serta beraroma karat dan lumpur, seperti air sumur sedalam 17 meter milik Rubai (60) dan keluarga yang sudah ada sejak tahun 1980-an.
”Dari dulu begitu. Tidak bagus, hanya untuk mandi sama cuci piring. Kalau cuci baju putih, nanti ada noda kuning menempel,” katanya ketika dijumpai pada Senin (10/10/2022).
Sekilas air dari sumurnya kelihatan jernih, tetapi berbusa ketika mengalir ke ember. Airnya juga mengeluarkan aroma karat dan besi. Aroma karat dan besi itu begitu menyengat ketika pagi hari. Tak pelak, Rubai mesti membuang air sumur sebanyak dua ember hingga aroma karat dan besi samar-samar.
Rubai (60), warga RT 008 RW 008, Simprug, Kelurahan Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, yang masih menggunakan air tanah, Senin (10/10/2022).
”Untuk masak dan minum beli air galon isi ulang. Setiap dua hari habis segalon. Harganya Rp 7.000, lebih murah ketimbang air mineral,” ucap Rubai yang tinggal bersama istri dan seorang anaknya.
Keluarganya belum beralih ke air perpipaan PAM Jaya karena masalah administrasi, yakni tidak mengantongi surat Pajak Bumi dan Bangunan. Kesulitan bertambah dengan biaya penyambungan lima batang pipa yang mencapai Rp 2,5 juta.
Masih terbatas
Partinah (60), warga RT 008 RW 008, bernasib lebih baik. Selain air sumurnya jernih, rumahnya juga sudah tersambung air perpipaan PAM Jaya sejak lima tahun lalu ketika ada promosi pemasangan Rp 600.000.
Namun, Partinah tetap memanfaatkan air sumur sedalam 17 meter untuk keperluan sehari-hari serta berbagi dengan tetangganya.
”Air PAM lancar, enggak ada masalah. Cuma setiap hari mulai pukul 22.00 sampai pukul 05.00 airnya mati. Kami tampung air di luar jam itu,” ucapnya.
Partinah dan anak-anaknya terbagi dalam tiga keluarga. Mereka membayar Rp 51.000 hingga Rp 52.000 setiap bulan untuk pemakaian air PAM.
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Air sumur yang berbusa ketika mengalir ke ember milik warga RT 008 RW 008, Simprug, Kelurahan Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022). Selain berbusa, air sumur juga beraroma karat dan lumpur.
Kondisi di RT 008 RW 008 merupakan secuil potret belum optimalnya pengelolaan air di Ibu Kota. Air perpipaan masih minim sehingga warga memanfaatkan air tanah yang belum tentu layak konsumsi.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta, jumlah penggunaan air tanah sebesar 8,15 juta meter kubik pada 2018 dan 6,69 juta meter kubik hingga September 2019 (1 meter kubik sama dengan 1.000 liter). Jakarta Selatan merupakan wilayah paling banyak menggunakan air tanah, yaitu 4,34 juta meter kubik pada 2018 dan 3,76 juta meter kubik pada 2019.
Kecamatan Kebayoran Lama berada pada posisi tertinggi untuk penggunaan air tanah di Jakarta. Jumlahnya mencapai 1,33 juta meter kubik.
Masifnya penggunaan air tanah di Jakarta Selatan, kawasan resapan air di Ibu Kota, lantaran kondisi airnya yang baik. Ini kebalikan dari Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu yang air tanahnya asin sehingga konsumsinya lebih rendah.
Pada saat yang sama, cakupan pelayanan PAM Jaya hingga Oktober 2022 sebesar 65,85 persen. Cakupan itu terdiri dari 913.913 pelanggan, panjang pipa 12.075 kilometer, kapasitas produksi 20.082 liter per detik, dan jumlah kehilangan air atau non revenue water sebanyak 46,47 persen.
Karat dari air sumur melapisi bagian dalam tandon plastik milik warga RT 008 RW 008, Simprug, Kelurahan Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).
Keputusan akurat
Penggunaan air tanah yang tidak efektif berdampak langsung terhadap penurunan muka tanah Jakarta sebesar 1-11 cm per tahun. Dengan demikian, konservasi air sambil meluaskan cakupan air perpipaan mutlak supaya lingkungan terjaga dan kebutuhan air bersih terpenuhi.
Hidayat Pawitan, Guru Besar Bidang Hidrologi Sumber Daya Air Institut Pertanian Bogor, menuturkan, penggunaan air tanah oleh rumah tangga lebih kecil ketimbang industri. PAM Jaya harus memenuhi kebutuhan air bersih untuk kesehatan warga sembari Pemprov DKI Jakarta membatasi penggunaan air tanah oleh industri, termasuk perhotelan.
”PAM Jaya penuhi kebutuhan air bersih supaya warga tidak ambil air tanah. Pemprov harus kerja efektif dengan prinsip sederhana yang benar,” ujarnya.
Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah. Artinya, zona tanpa pengambilan atau pemanfaatan air tanah sesuai dengan pertimbangan kemampuan kondisi akuifer, peta zonasi konservasi air tanah, dan dukungan jaringan air bersih perpipaan.
Sasaran zona bebas air tanah merujuk pasal 2 ialah bangunan gedung dengan luas lantai 5.000 meter persegi atau lebih dan jumlah lantai delapan atau lebih.
Konservasi air tidak harus sumur resapan, danau, situ, dan parit resapan. Penghijauan juga bisa merupakan upaya konservasi air tanah yang baik. Semakin akurat pengambilan keputusan, semakin baik hasilnya
Untuk pelarangan pengambilan atau pemanfaatan air tanah, pasal 8 mengatur setiap pemilik atau pengelola bangunan dalam pasal 2 dilarang mengambil atau memanfaatan air tanah mulai 1 Agustus 2023, kecuali untuk kegiatan dewatering.
Dewatering merupakan kegiatan pengontrolan air untuk kepentingan mengeringkan areal penggalian yang akan dimanfaatkan sebagai bangunan bawah tanah atau untuk berbagai kepentingan.
Setiap pelanggaran bakal dikenai sanksi administratif secara berjenjang. Awalnya teguran tertulis, lalu penghentian sementara kegiatan, dan berlanjut pembekuan dan pencabutan izin.
"Secara perlahan penggunaan air tanah telah dikurangi dengan adanya zona bebas air tanah," kata Rachmat Fajar Lubis, Peneliti Pusris Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN.
Lokasi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Buaran PT Aetra di Jalan Raya Kalimalang, Jakarta Timur, Selasa (15/1/2019). Setelah air baku yang dialirkan dari Kali Malang diolah di fasilitas IPA Buaran, air tersebut kemudian didistribusikan kepada pelanggan di DKI Jakarta melalui jaringan perpipaan.
Rachmat sebagai Ketua Kelompok Riset Interaksi Air Tanah turut mendorong upaya tambahan agar Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 dapat optimal. Pemprov bisa menggunakan teknologi pengolahan air bersih yang murah dan terjangkau di tingkat kelurahan, misalnya dengan saringan air sesuai kebutuhan lokal dan pemanenan air hujan untuk kebutuhan non-konsumsi.
”Konservasi air tidak harus sumur resapan, danau, situ, dan parit resapan. Penghijauan juga bisa merupakan upaya konservasi air tanah yang baik. Semakin akurat pengambilan keputusan, semakin baik hasilnya,” ucapnya.
Konservasi air sesuai kebutuhan sambil meluaskan cakupan perpipaan mutlak supaya lingkungan terjaga dan kebutuhan air bersih warga terpenuhi.