Kala Kaum Urban Memburu Sensasi Ngeri di Wahana Horor
Wahana horor yang bermunculan menjadi fenomena urban kekinian yang unik. Warga menggandrungi karena wahana itu menghadirkan sensasi takut sekaligus penasaran. Apalagi, kehidupan juga tak lepas dari mistik dan irasional.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
Temi (20) mengendap-endap di dalam lorong gelap. Mengekor di belakangnya, Putera (19) dan Jo (35), serta dua temannya. Serempak langkah mereka terhenti. Dari belakang dan depan terdengar jeritan dan erangan kengerian yang silih berganti.
Suara-suara itu keluar dari mulut sosok berambut panjang terurai. Mereka perlahan mendekat sehingga tampak wajah pucat yang dipenuhi darah merah kehitaman pada dahi dan bibir. Daster yang dikenakannya juga penuh bercak merah.
”Gue cewek sendiri. Kok, gue yang mimpin jalan,” kata Temi setengah ngomel kepada para lelaki dalam kelompoknya, Minggu (30/10/2022).
Para lelaki bergeming. Tak ada yang berani ke depan untuk memimpin jalan, termasuk Putera, kekasih Temi. Padahal, kelima muda-mudi ini harus menuntaskan uji nyali Dendam Hotel Palmerah, wahana hotel horor di Twin Plaza Hotel, Jakarta Barat.
Mereka harus mendorong kursi roda yang diduduki seorang perempuan. Rambutnya berantakan. Suaranya melengking ketika berkata, ”Antar saya.”
Setelah Temi mendorong kursi roda itu ke ujung lorong, kini mereka masuk ke ruangan berisi empat tempat tidur. Hanya ada suara langkah kaki dan embusan serta tarikan napas.
”Aaa.... Pocong! Pocong! Aaa...,” teriak Jo sembari melompat ke arah dua temannya ketika mendekati tempat tidur.
Ternyata di atasnya terdapat tubuh dalam balutan kain kafan putih. Wajahnya hitam dan berdarah. Sosok ini spontan bangun ketika mereka berupaya mencopot tali pocongnya.
Copot-copotan tali pocong terlewati meskipun dipenuhi teriakan dan loncatan. Kelimanya pun kembali berjalan mengikuti cahaya yang menyorot satu tempat tidur di tengah ruangan.
Kali ini ada kantong jenazah berwarna oranye yang terbuka. Dari dalamnya menyembul kepala berwarna merah darah. Perlahan-lahan mereka berupaya menutupnya.
”Apa itu hitam-hitam. Tadi enggak kelihatan,” kata Putera sambil berlari menjauhi kantong jenazah.
Sosok hitam-hitam tersebut nongol dari bawah tempat tidur. Kehadirannya sedari awal tersamarkan gelapnya ruangan.
Selanjutnya, mereka melewati lorong dan anak tangga. Sebagian ruangan di sisi kanan masih berupa lantai dan tembok kasar. Bahkan, plafonnya bolong-bolong dan banyak bercak hitam.
Dari situ mereka memasuki ruangan yang sunyi. Hanya ada hantu-hantu yang diam membisu. Namun, tiba-tiba ada teriakan yang entah dari mana asalnya.
Teriakan disertai entakan kaki itu memaksa mereka untuk cepat-cepat menemukan meja nomor empat. ”Ting” bunyi bel, dan uji nyali usai.
Wahana horor terus bermunculan di Ibu Kota. Warga menggandrunginya karena penasaran meskipun ada ketakutan untuk mencobanya.
Dendam Hotel Palmerah bisa dinikmati mulai 30 Oktober hingga 30 November 2022. Setiap hari wahana dibuka pukul 11.00 sampai pukul 23.00.
Tiket wahana itu dijual di Loket.com seharga Rp 75.000 per orang. Saat pembukaan kemarin, dijual tiket promosi Rp 50.000 per orang.
Setiap pengunjung dibagi dalam kelompok yang terdiri atas enam orang. Mereka wajib menuntaskan lima tantangan, yaitu memindahkan kursi roda, membuka tali pocong, mengikuti cahaya dan menutup kantong mayat, dilarang membunyikan suara, dan membunyikan bel di meja nomor empat.
Selain wajib menerapkan protokol kesehatan, mereka yang ingin menikmati wahana harus berusia 14 tahun ke atas. Namun, ibu hamil serta mereka yang mengidap sakit jantung dan epilepsi tidak diperbolehkan masuk ke wahana. Pengunjung juga dilarang melakukan kontak fisik, mengambil foto di wahana, melakukan tindak kekerasan terhadap hantu, dan merusak properti.
Sebelum Dendam Hotel Palmerah, ada Train to Apocalypse yang digagas LRT Jakarta bersama Pandora Box serta Dunia Mencekam Danau Terlarang di Senayan Park, Jakarta Pusat. Wahana ”horor” ini hadir pada akhir Oktober yang identik dengan Halloween. Perayaan masyarakat Barat yang identik dengan suasana horor itu dimeriahkan dengan pesta kostum dan aneka makanan manis.
Train to Apocalypse memberikan perasaan tegang sejak berada di luar area stasiun. Deru lalu-lalang kendaraan seakan tak mampu menutupi teriakan histeris warga, suara zombi, dan alarm tanda bahaya dari dalam stasiun.
Sama halnya dengan Dunia Mencekam Danau Terlarang. Pengunjung berteriak kencang, menahan takut, mengelus dada, dan bersembunyi lantaran kaget dengan kehadiran hantu yang tiba-tiba.
Sementara untuk menyambut Halloween, Dendam Hotel Palmerah menampilkan pameran seni dan permainan. Ada nisan kuburan dengan bercak darah hingga penyihir dan ruangannya.
”Memang suka horor. Sebelumnya sudah coba (Dunia Mencekam) Danau Terlarang. Lumayan seram karena takut pocong,” kata Putera.
Jo juga menyukai hal-hal horor. Dendam Hotel Palmerah merupakan wahana pertama yang dijajalnya. Ada rasa puas meskipun harus berteriak dan melompat.
”Seru, hantunya ngagetin terus. Sayang durasinya kurang lama,” ujarnya.
Mistis dan irasional
Peneliti budaya, media, dan komunikasi Idi Subandy Ibrahim menuturkan, hal-hal horor laku di tengah masyarakat karena mistis dan irasional. Sebab, latar belakang kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya diliputi kisah misteri dan di luar nalar yang sifatnya ngeri, tetapi membikin penasaran.
”Konstruksi sosial di masyarakat seperti itu. Ngeri tetapi penasaran yang bertemu salurannya (wahana horor), maka ada pelepasan kolektif. Bisa jadi pelepas lelah atau hiburan,” tutur Idi Subandy, yang juga pengajar Pascasarjana Universitas Pasundan.
Sosiolog sekaligus peneliti cerita hantu Risa Permanadeli mengatakan, kisah hantu banyak muncul di masyarakat agraris. Dalam webinar ”Eh Hantu Tak Pernah Mati: Horor dalam Budaya Populer Kita”, yang digelar Bentara Budaya, Jumat (23/9), ia mengungkapkan, hantu sering kali dihadapkan pada orang-orang dalam posisi yang dianggap lemah, seperti anak-anak, perempuan hamil, dan orang dalam kondisi sendirian.
Konstruksi sosial di masyarakat seperti itu. Ngeri tetapi penasaran yang bertemu salurannya (wahana horor), maka ada pelepasan kolektif. Bisa jadi pelepas lelah atau hiburan. (Idi Subandy Ibrahim)
Cerita-cerita yang semula mengalir secara lisan dialihwahanakan dalam berbagai platform, termasuk film. Pada umumnya, hantu yang ditampilkan berkaitan dengan sosok manusia yang meninggal dengan tidak wajar.
Kehadiran wahana horor menarik bagi kaum urban karena kehidupan warga yang tak lepas dari sisi mistis dan irasional. Pada saat yang sama, wahana horor itu bisa menjadi hiburan atau sarana melepas kepenatan ataupun ketegangan dari rutinitas urban.
Berani uji nyali merasakan sensasi horor yang memompa adrenalin?