Kesadaran Masyarakat Mengolah Sampah di Lingkungan Minim
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta masyarakat membentuk badan pengelolaan sampah agar warga mengolah sampahnya sendiri di lingkungan. Namun, masih sedikit masyarakat yang mau berpartisipasi dalam program ini.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Lingkup Rukun Warga mewajibkan masyarakat membentuk Bidang Pengelolaan Sampah, yang bertugas memilah sampah di lingkungannya. Meskipun begitu, kesadaran warga berpartisipasi di bidang pengelolaan sampah masih minim dan membuat pengeloaan sampah di lingkungan belum optimal.
Yazid (50), Ketua Bidang Pengelolaan Sampah (BPS) Rukun Warga 005 Pancoran Barat, Jakarta Selatan, menjelaskan, dirinya masih kesulitan mengajak warga untuk ikut terlibat dan warga yang memilah sampah tidak sampai 50 persen.
Pemilahan sampah dilakukan berdasarkan golongan sampah yang tidak bisa didaur ulang seperti sisa makanan, sampah cair dan sampah yang bisa didaur ulang, seperti plastik kemasan, besi, ataupun kardus.
”Kita sulit untuk mengajak orang untuk gabung di BPS, akhirnya pengurus RW yang diajak. Selain mencari pengurus, warga yang memilah sampah tidak banyak” ujarnya, Sabtu (15/10/2022).
Tim BPS RW 005 Pancoran Barat beranggotakan 10 orang dan memiliki satu stasiun pemilahan sampah di RT 011. Tim BPS bertugas menampung sampah yang sudah dipilah, menimbang sampah, lalu mencatat jumlah timbangan yang diantarkan warga.
Sampah yang telah dikumpulkan lalu dijual ke pengepul di tempat pembuangan sampah di kawasan Kalibata. Hasil penjualan sampah dimasukkan ke dalam kas BPS dan bisa digunakan oleh warga. Warga yang bisa mendapatkan dana dari kas BPS hanya warga yang tercatat dalam program pemilahan sampah BPS.
”Banyak warga yang tidak memilah sampah di BPS karena merasa sistem ini agak merepotkan, karena mereka masih nyaman memakai sistem petugas kebersihan door-to-door, sampahnya tidak dipilah dan langsung diangkut,” ujarnya.
Sulistiorini (50), Ketua BPS RW 002 Susukan, Ciracas, Jakarta Timur, juga terkendala hal yang sama, yakni sulitnya mengajak warga berpartisipasi, baik sebagai pengurus ataupun pemilah sampah. Selain itu, Sulistiorini berharap pemerintah memberikan dana tambahan agar kegiatan operasional BPS bisa berjalan lebih baik lagi.
”Kami koordinasi ke RT supaya ajak warganya jadi pengurus. Kami minta warga untuk memilah sampahnya, lalu yang sudah dipilah dikirim ke BPS, tetapi masih susah mengajak warga,” ujarnya.
Djuraidah Machmud (50), Ketua BPS RW 005 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, menjelaskan, program BPS berjalan baik di lingkungannya karena kehadiran bank sampah sejak 2014. Delapan tahun lalu, Djuraidah mendirikan Bank Sampah Mekar Sari, yang kini digunakan sebagai stasiun pemilahan sampah di RW 005.
”Sebelum ada program BPS, warga di RW 005 sudah punya bank sampah dan konsepnya mirip. Jadi saya tidak terlalu sulit edukasi warga soal BPS,” ujarnya.
Djuraidah menambahkan, sebanyak 15 anggota BPS melakukan pemilahan sampah setiap hari Rabu. Ia berharap agar semakin banyak warga yang memilah sampah, dan mengantarkannya ke BPS.
”Semoga semakin banyak warga yang memilah sampah, kan sama-sama menguntungkan karena sampah berkurang, warga juga dapat uang,” jelasnya.
Kepala Seksi Peran Masyarakat dan Pentaatan Hukum Sudin Lingkungan Hidup Jakarta Selatan Kamil Salim mengatakan, mulai 2022, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta memperkenalkan konsep Kupilah (Kumpul-Pilah-Angkut) yang menggantikan konsep lama Kupang (Kumpul-Angkut). Pengenalan konsep tersebut juga bagian dari implementasi Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 77/2020.
”Melalui pergub baru ini, sampah dipilah dulu mana yang bisa di daur ulang atau digunakan kembali, mana yang tidak bisa diapa-apakan lagi,” katanya.
Kamil menjelaskan, konsep tersebut dapat dijalankan melalui pembentukan BPS di tingkat RW. Di Jakarta Selatan, mayoritas RW telah membentuk BPS untuk mengolah sampah di lingkungannya.
”Masih ada RW yang belum ada BPS. Ini proses panjang karena sulit untuk meminta warga memilah sampahnya. Namun, kami terus gencarkan sosialisasi,” ujarnya.
Ia menyebut ada tiga tipe sampah sesuai kategori pemilahannya, yaitu organik, anorganik, sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun), serta sampah residu. Ia menjelaskan, sampah organik biasanya berupa sisa makanan atau sampah cair dan sampah anorganik berupa kemasan plastik yang bisa didaur ulang. Sampah B3 adalah jenis sampah yang mengandung zat berbahaya. Adapun residu ialah sampah yang tidak bisa dimanfaatkan kembali.
”Khusus untuk sampah organik bisa dimanfaatkan kembali jadi bahan makanan belatung, yang nantinya jadi pakan ikan atau ayam. Kalau anorganik, bisa didaur ulang untuk dimanfaatkan kembali jadi kemasan guna ulang,” ujarnya.