Untuk mengendalikan banjir di Jakarta, dibutuhkan lebih banyak area parkir air, seperti situ, danau, embung atau waduk. Proyek sumur resapan atau drainase vertikal, menurut Nirwono Joga, sebaiknya dihentikan.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Banjir terjadi dalam sepekan terakhir menggenangi ruas jalan dan permukiman di DKI Jakarta tak hanya disebabkan intensitas hujan yang tinggi, tetapi sistem saluran air yang buruk dan luapan air sungai di permukiman bantaran kali. Pembangunan sumur resapan di beberapa wilayah rawan banjir juga dinilai tidak efektif oleh warga. Pengamat perkotaan, Nirwono Joga, mendorong proyek sumur resapan atau drainase vertikal dihentikan saja.
Berdasarkan catatan Kompas, sampai tahun 2021 terdapat 12.000-15.000 sumur resapan di Jakarta. Per 9 November 2021, pembangunan sumur resapan tipe buis beton sebanyak 16.035 titik dengan daya tampung 31.498 meter kubik. Daya tampung sumur resapan tipe modular sebanyak 6.633,7 meter kubik. Kapasitas sumur resapan yang sudah ada mencapai 38.453 meter kubik.
Anton (41), pekerja swasta di kawasan Jalan Intan, Cilandak Barat, Jakarta Selatan, mengatakan, adanya sumur resapan di wilayahnya tidak mengatasi banjir yang terjadi. Setiap kali hujan deras dengan waktu yang lama akan membuat jalanan tergenang hingga 30 sentimeter.
Menurut dia, banjir yang terjadi pada Kamis (6/10/2022), salah satunya disebabkan curah hujan yang tinggi. Apalagi dengan adanya sumur resapan juga tidak efektif dalam mengurangi banjir. Sumur resapan di wilayahnya yang berada di badan jalan justru pernah rusak karena tidak kuat menahan beban kendaraan bermotor yang melintas.
Untuk saluran drainase lebarnya tak lebih dari 30 cm dengan kedalaman tak sampai 1 meter. Akhirnya air meluber dan menyebabkan banjir.
”Keberadaan sumur resapan ini tidak berpengaruh banyak untuk mengatasi banjir di sini. Setiap hujan deras, pasti terjadi banjir dengan ketinggian bisa mencapai 30 cm. Warga yang mau lewat terpaksa berhenti di tempat ini (ruko) karena tidak bisa dilewati,” ujarnya, Minggu (9/10/2022).
Banjir juga terjadi di Jalan Karang Tengah Raya, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, Yogi (48) mengatakan, hujan yang terjadi cukup lama pasti menyebabkan banjir. Sumur resapan yang ada juga tidak berhasil mengatasi banjir. Tak hanya ruas jalan yang tergenang, banjir juga sampai ke halaman parkir pertokoan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, sistem drainase Kota Jakarta memiliki ambang batas. Kapasitas tampungan drainase DKI Jakarta berkisar 100-150 mm/hari. Di sisi lain, apabila curah hujan ekstrem berada di atas angka 100 mm/hari, air akan tergenang dan terjadilah banjir.
”Apabila turun hujan dengan curah di bawah 100 mm/hari, kita harus memastikan Jakarta aman dan curahan hujan dapat tertangani dengan baik,” katanya dalam keterangan resmi tertulis Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Sabtu (8/10/2022).
Buruknya sistem saluran air atau drainase kota menjadi bukti kebutuhan situ, danau, embung atau waduk agar saling terhubung. Fungsinya sebagai daerah tangkapan air untuk mengendalikan banjir di Jakarta. (Nirwono Joga)
Hentikan
Pengamat perkotaan, Nirwono Joga, mengatakan, banjir yang terjadi dalam sepekan terakhir terutama di kawasan Jakarta Selatan disebabkan banjir kiriman dan banjir lokal. Banjir kiriman ini karena luapan air sungai yang terjadi pada permukiman di bantaran sungai.
Menurut dia, cara mengantisipasinya dengan pembenahan sungai yang dilakukan seperti dikeruk ataupun diperdalam dan luas sungai yang diperlebar. Pemerintah juga bisa melakukan relokasi permukiman warga di bantaran sungai.
Untuk pembangunan sumur resapan di tepi jalan sebaiknya dihentikan. Nirwono menilai sumur resapan tidak efektif dalam mengurangi banjir dan hanya buang anggaran. Bagi dia, pejabat gubernur tidak perlu melanjutkan program tersebut meskipun ada di Rencana Pembangunan Daerah 2026.
Lanjut Nirwono, buruknya sistem saluran air atau drainase kota menjadi bukti kebutuhan situ, danau, embung atau waduk yang saling terhubung. Fungsinya sebagai daerah tangkapan air untuk mengendalikan banjir di Jakarta.
Upaya pemerintah mengatasi banjir juga dapat melakukan revitalisasi dan perawatan seluruh saluran air yang ada di ibu kota. Dimensi saluran air yang ada bisa diperluas dari 50 cm menjadi 1,5 meter atau dari 1 meter menjadi 3 meter.
”Solusinya sudah jelas seperti pengerukan sungai yang didukung dengan revitalisasi situ, danau, embung atau waduk. Memperluas ruang terbuka hijau baru sebagai daerah resapan air juga harus diupayakan pemerintah,” katanya.
Potensi banjir terjadi lagi
BMKG memprediksi curah hujan lebat disertai petir masih akan terjadi dalam sepekan ke depan di DKI Jakarta. Hujan intensitas tinggi penyebab terjadinya banjir di kawasan Jakarta beberapa waktu lalu.
Berdasarkan Data BPBD DKI Jakarta pada Kamis (6/10/2022), tercatat jalan tergenang terdapat 17 ruas jalan di Jakarta Selatan dengan ketinggian 30 cm lebih, di antaranya Jalan TB Simatupang, Kelurahan Cilandak Barat, Jalan Intan, Kelurahan Cilandak Barat, Jalan Karang Tengah Raya, Kelurahan Lebak Bulus, dan Jalan Wijaya Timur Jaya, Kelurahan Petogogan.
Pada pemberitaan Kompas (6/10/2022), Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Yusmada Faizal mengatakan, untuk mengendalikan banjir di sebagian wilayah Jakarta dilakukan pembangunan dan rehabilitasi sembilan polder, empat waduk, dan revitalisasi dua sungai.
”Waduk Brigif di Jagakarsa mampu menampung sekitar 308.000 meter kubik volume air dari aliran Kali Krukut. Diharapkan bisa mengendalikan banjir di sejumlah wilayah di Jakarta Selatan,” ujarnya.
Pembangunan empat waduk itu meliputi Brigif dan Lebak Bulus di Jakarta Selatan serta Pondok Ranggon dan Wirajasa di Jakarta Timur. Revitalisasi dua sungai terdapat di sodetan Muara Bahari-Kali Besar dan Kali Ciliwung-Pasar Baru.
Sembilan polder yang dimaksud berlokasi di Kelapa Gading, Pulomas, Muara Angke, Teluk Gong, Mangga Dua, Green Garden, Marunda JGC, Tipala-Adhyaksa, dan Kamal.