Sumur Resapan di Jalan Raya Rentan pada Getaran Kendaraan
Material sumur resapan belum sepenuhnya padat sehingga rentan rusak seperti yang terjadi di Jalan Lebak Bulus III, Cilandak, Jakarta Selatan, dan Jalan Rajawali, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sumur resapan yang terletak di jalan raya rentan terhadap getaran dan lalu lintas kendaraan. Akibatnya, terjadi retakan hingga kerusakan, seperti di Jalan Lebak Bulus III, Cilandak, Jakarta Selatan, dan Jalan Rajawali, Duren Sawit, Jakarta Timur. Kontraktor memperbaiki kerusakan tersebut sembari memadatkan material sumur resapan agar kokoh.
Salah satu perbaikan sumur resapan itu berlangsung di Jalan Rajawali, Jumat (10/12/2021). Sejumlah pekerja dari PT Tri Putra Karya membongkar permukaan sumur resapan yang retak, menggali aspal di sekitarnya, membersihkan, dan memadatkan material serta mengecor beton.
”Material di dalam sumur resapan belum sepenuhnya padat. Ketika ada getaran, material akan turun sehingga terjadi keretakan,” ujar Edius Telambanua, Manajer Proyek PT Tri Putra Karya.
Kontraktor tanggung jawab. Masuk biaya pemeliharaan. Mudah-mudahan padat dan kokoh.
Pemprov DKI Jakarta menugaskan kontraktor membangun sumur resapan dangkal sedalam 3 meter untuk menekan genangan air di permukaan tanah dan sumur resapan dalam mencapai 20 meter guna menambah cadangan air tanah (Kompas, 5 Desember 2021).
Di sepanjang Jalan Rajawali, sumur resapan dangkal berdiameter 1 hingga 1,2 meter. Lapisan dasarnya tanah, lalu batu kali setebal 60 cm, ijuk untuk saringan air, dan beton buis penampung air.
Edius mengatakan, butuh waktu agar material sumur resapan sepenuhnya padat. Itu melalui pemadatan manual selama pengerjaan dan kondisi lingkungan, seperti getaran dan hujan.
”Selama belum padat ada kemungkinan retak lagi. Kami tanggung jawab penuh sampai tidak ada masalah. Nanti kalau sudah padat, baru tahap akhir diaspal keliling sumur resapan,” katanya.
PT Tri Putra Karya membangun 1.290 sumur resapan dangkal dan sumur resapan dalam di berbagai lokasi se-Jakarta Timur. Penentuan titik-titik sumur tersebut berdasarkan kebutuhan RT/RW, terutama di area rawan genangan dan banjir.
Edius menambahkan, satu sumur resapan memakan ongkos sedikitnya Rp 10 juta untuk material, tenaga kerja, dan upah. Sementara biaya perbaikan kerusakan mencapai Rp 1 juta.
”Kontraktor tanggung jawab. Masuk biaya pemeliharaan. Mudah-mudahan padat dan kokoh,” ucapnya.
Evaluasi
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta organisasi perangkat daerah terkait mengevaluasi kontraktor yang mengerjakan drainase vertikal atau sumur resapan. Hal itu untuk memastikan pembangunan sumur resapan sesuai dengan standar sehingga dapat berfungsi dengan optimal dan tidak membahayakan orang lain, terutama pengguna jalan.
Anies juga meminta identifikasi jenis-jenis masalah dalam pembangunan sumur resapan serta mengambil solusi atas masalah tersebut. Para kontraktor wajib menyelesaikan permasalahan yang muncul sesuai dengan prosedur serta standar durasi waktu penuntasan permasalahan.
Hingga 9 November 2021, pembangunan sumur resapan tipe buis beton sebanyak 16.035 titik dengan daya tampung 31.498 meter kubik. Sementara daya tampung sumur resapan tipe modular sebanyak 6.633,7 meter kubik. Kapasitas sumur resapan yang sudah ada mencapai 38.453 meter kubik.
Dalam rapat Komisi D DPRD DKI Jakarta, sejumlah anggota menilai, anggaran sumur resapan masih perlu dianggarkan. Anggaran yang semula diusulkan Rp 322 miliar berkurang menjadi Rp 122 miliar.
Namun, dalam rapat badan anggaran, Rabu (24/11/2021), anggaran sumur resapan dinolkan. Ida Mahmudah, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta yang membidangi pembangunan, menilai, pembuatan sumur resapan yang kemudian ditutup aspal menandakan ada kesalahan perencanaan dan pemborosan anggaran. Dengan demikian, wajar apabila anggaran pembangunan sumur resapan dinolkan pada APBN 2022.
”Ini kesalahan perencanaan pembuatan titik sumur resapan,” ucapnya.