Silang Pendapat Temuan Polisi dan KNKT Terkait Kecelakaan Maut di Bekasi
Sejauh ini polisi belum menemukan hal yang sama seperti investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi terkait dengan kecelakaan truk di Bekasi yang menewaskan 10 orang.
Oleh
ERIKA KURNIA, STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Temuan pihak Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota terkait kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk tronton dan merenggut 10 nyawa di Jalan Sultan Agung, Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat, akibat kelalaian sopir. Temuan polisi berbeda dengan temuan Komite Nasional Keselamatan Transportasi.
”Saya sampaikan akibatnya lalai. Lalai kan banyak, ngantuk, dia sedang menengok ke mana, dan lain-lain,” kata Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Hengki, Jumat (2/9/2022), di Bekasi.
Hengki juga menyebut, pengemudi truk berinisial AS (30) tidak salah jalan dan tidak salah dalam mengoper persneling. ”Tidak mungkin, itu jalan lurus, masa mau mutar. Kan, saya tidak pernah menyampaikan salah jalan atau apa. Yang pasti karena lalai,” ucap Hengki.
Hengki juga membantah temuan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait muatan truk yang melebihi kapasitas. Sebab, pemeriksaan dari polisi belum dinyatakan rampung. ”Anda boleh tanya KNKT, saya tidak mengatakan ada overload karena saya belum ada laporannya. Masih ada pemeriksaan lain,” ucapnya.
Adapun terkait dorongan sejumlah pihak untuk memeriksa perusahaan tempat AS bekerja, Hengki menjawab singkat, kalau polisi, masih melakukan penyelidikan. Dia tidak menjelaskan secara detail terkait penyelidikan dimaksud.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman yang kembali dikonfirmasi pada Jumat mengatakan, sopir berinisial AS (30) sudah ditahan karena terbukti sebagai tersangka.
”Ia dikenai Pasal 310 Ayat (4) (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” kata Latif saat dihubungi Kompas.
Saat ini, pemeriksaan masih dilakukan oleh Polres Kota Bekasi. Dirlantas Polda Metro Jaya juga masih menunggu hasil pemeriksaannya. ”Pemeriksaan lainnya akan tetap dilakukan,” ujarnya.
Dari hasil penyidikan, AS diduga lalai mengemudi kendaraan hingga mengakibatkan 10 orang tewas dan 23 orang luka-luka. Insiden maut yang terjadi pada Rabu (31/8) itu mencelakai pengguna jalan dan siswa sekolah.
Sebelumnya, Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan, Kamis (1/9) malam, menjelaskan, berdasarkan investigasi mereka, sopir tersasar dan kebingungan. Selain faktor kelalaian sopir, muatan truk yang melebihi kapasitas angkut juga menjadi faktor penyebab kecelakaan.
Ahmad menjelaskan, sebelum kecelakaan, AS (30) menempuh perjalanan dari Narogong, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, menuju Surabaya, Jawa Timur. Rute perjalanan yang seharusnya ditempuh adalah masuk ke Tol Bekasi Barat. Namun, sopir itu bablas dan lewat hingga ke Kranji.
”Dia bingung mau cari putaran, akhirnya naik ke fly over (Kranji). Saat naik, dia gunakan gigi satu dan saat sudah di atas menggunakan gigi dua. Setelah melintasi turunan jembatan layang Kranji, AS kebingungan dan memindahkan gigi transmisi dari dua ke tujuh. Seharusnya gigi transmisi atau persneling berpindah dari dua ke tiga,” tuturnya.
Kesalahan itu diperparah dengan muatan truk yang melebihi kapasitas. Truk tronton bernomor polisi N 8051 EA tersebut memiliki kapasitas angkut 20 ton.
”Tetapi, truk itu membawa muatan besi yang mencapai 55 ton. Jadi, dia overloading lebih dari 200 persen. Dia menggunakan gigi tujuh di jalan menurun dengan membawa muatan 55 ton, jelas sistem rem tidak bisa bisa menahan kendaraan,” katanya menambahkan.
Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, menilai, temuan adanya muatan berlebih itu perlu diselidiki lanjut oleh kepolisian. Bukan hanya polisi di wilayah polda, melainkan juga langsung oleh Korlantas Polri. Temuan itu jelas menyalahi UU LLAJ.
”Memohon kepada kepala Korlantas agar menyidik sampai tuntas ke pengusaha barang sehingga dapat dipidana. Pasalnya, ada kelebihan muatan hingga 250 persen,” katanya.