KNKT: Tragedi Maut di Bekasi akibat Sopir Bingung dan Muatan Melebihi Kapasitas
Kecelakaan yang melibatkan truk tronton dan merenggut 10 nyawa di Jalan Sultan Agung, Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat, akibat kesalahan manusia. Sopir truk itu awalnya salah jalan, lalu nyasar, dan kebingungan.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Murid yang diliburkan melihat dari dekat lokasi kecelakaan di depan SDN Kota Baru III, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (1/9/2022). Selama tiga hari sekolah tersebut libur sebagai ungkapan dukacita atas meninggalnya sejumlah muridnya dalam kecelakaan maut. Sebanyak 10 orang tewas dan 23 korban luka akibat kecelakaan maut truk pengangkut besi beton yang menabrak halte dan menara telekomunikasi di depan sekolah tersebut.
BEKASI, KOMPAS — Tragedi maut kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk tronton dan merenggut 10 nyawa di Jalan Sultan Agung, Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat, akibat kesalahan manusia. Sopir truk tersebut awalnya salah jalan, lalu nyasar, dan kebingungan. Muatan truk itu juga melebihi kapasitas angkut, yakni mencapai 250 persen dari kapasitas normal.
”Tromol dan kampas rem juga normal. Artinya, secara teknis kendaraan ini tidak ada masalah, baik faktor head maupun trailernya bisa berfungsi semua,” kata Senior Investigator KNKT Ahmad Wildan, saat dihubungi dari Bekasi, Kamis (1/9/2022) malam.
Wildan mengatakan, tragedi truk menabrak menara telekomunikasi di Jalan Sultan Agung, Bekasi Barat, yang menewaskan 10 orang dan mengakibatkan 23 korban luka-luka murni kesalahan pengemudi. Sopir truk itu, dari hasil wawancara, mengaku mengalami kebingungan.
Sopir berinisial AS (30) itu awalnya dari Narogong, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, menuju Surabaya. Rute perjalanan yang seharusnya ditempuh, yakni masuk ke Tol Bekasi Barat. Namun, sopir itu bablas dan lewat hingga ke Kranji.
”Dia bingung mau cari putaran, akhirnya naik ke flyover (Kranji). Saat naik, dia gunakan gigi satu dan saat sudah di atas menggunakan gigi dua,” ucap Wildan.
Sopirnya melalui turunan dengan gigi lima, ada kebocoran sistem rem, dan tromol yang juga tidak standar. Jadi, pada saat dia menggunakan gigi lima, dia melakukan pengereman berkali-kali dan anginnya habis.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Polisi mengamati tempat duduk sopir dalam kecelakaan truk tronton yang menabrak halte dan menara telekomunikasi di depan SDN Kota Baru II dan III, Jalan Sultan Agung Km 28,5, Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (31/8/2022).
Setelah melintasi turunan Jembatan Layang Kranji, AS kebingungan dan memindahkan gigi transmisi dari dua ke tujuh. Seharusnya gigi transmisi atau persneling berpindah dari dua ke tiga.
”Jadi, dia turun dari flyover dengan gigi tujuh. Dan karena muatannya berat, 55 ton, sistem remnya tidak bisa mengakomodasi energi kinetik yang dihasilkan dari penggunaan gigi tujuh tersebut sehingga terjadi kegagalan pengereman,” kata Wildan.
Kegagalan pengereman itu bukan karena rem blong. Namun, karena sistem pengeremannya tidak mampu mengakomodasi energi kinetik yang dihasilkan. Dari temuan itu, KNKT menyimpulkan bahwa AS kebingungan atau mengalami penurunan kewaspadaan.
Kasus kelalaian sopir ini disebut Wildan serupa dengan kasus kecelakaan lalu lintas di Jalan Alternatif Cibubur Transyogi, Kelurahan Jatirangga, Jatisampurna, pada 18 Juli lalu. Kejadian yang juga menelan 10 korban jiwa ini bermula saat truk tangki milik PT Pertamina Patra Niaga berjalan ke arah Cileungsi, Bogor, melalui jalan yang kondisinya menurun di dekat perempatan lampu merah. Truk kemudian menabrak dua kendaraan roda empat dan 10 kendaraan roda dua, (Kompas, 18/7/2022).
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Polisi mengamati tempat duduk sopir dalam kecelakaan truk tronton yang menabrak halte dan menara telekomunikasi di depan SDN Kota Baru II dan III, Jalan Sultan Agung Km 28,5, Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (31/8/2022).
”Itu juga faktor kesalahan manusia. Sopirnya melalui turunan dengan gigi lima, ada kebocoran sistem rem, dan tromol yang juga tidak standar. Jadi, pada saat dia menggunakan gigi lima, dia melakukan pengereman berkali-kali dan anginnya habis,” ucap Wildan.
Muatan capai 250 persen
Wildan menambahkan, terkait kecelakaan lalu lintas di Jalan Sultan Agung, Bekasi, truk yang terlibat kecelakaan itu juga membawa muatan melebihi kapasitas. Kapasitas angkut dari truk tronton bernomor polisi N 8051 EA tersebut idealnya 20 ton.
”Muatan besi yang diangkut mencapai 55 ton. Jadi, dia overloading lebih dari 200 persen. Dia mengunakan gigi tujuh di jalan menurun dengan membawa muatan sebanyak 55 ton, jelas sistem rem tidak bisa menahan kendaraan,” katanya.
Menurut Wildan, dari temuan KNKT terhadap dua tragedi maut di Bekasi yang semuanya murni kesalahan manusia, KNKT akan fokus memberi rekomendasi ke Kementerian Perhubungan. Kementerian Perhubungan diminta membuat pelatihan secara masif kepada pengemudi bus dan truk.
”Tadi kami juga minta Wali Kota Bekasi untuk melakukan pelatihan pengemudi bus dan truk di wilayahnya. Jadi, ayo kita sama-sama, karena ini dua kali kejadian semuanya adalah kesalahan pengemudi,” ungkapnya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Tanda rambu lalu lintas yang roboh dikumpulkan di lokasi kecelakaan di depan SDN Kota Baru III, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (1/9/2022). Selama tiga hari sekolah tersebut libur sebagai ungkapan dukacita atas meninggalnya sejumlah muridnya dalam kecelakaan maut.
Pihak Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota, Kamis (1/9/2022), menetapkan sopir truk yang menabrak menara telekomunikasi di depan SDN Kota Baru II dan III sebagai tersangka. Sopir berinisial AS (30) itu disebut lalai saat mengemudikan truk dengan tujuan perjalanan Cileungsi (Bogor) menuju ke Surabaya (Jawa Timur). Namun, keterangan dari polisi berbeda dengan KNKT terkait kondisi sopir.
”Kelalaian saat mengemudi. Dia mengantuk,” kata Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Metro Bekasi Kota Ajun Komisaris Besar Agung Pitoyo.
AS disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sopir truk naas itu terancam pidana penjara paling lama enam tahun.