Jangan Ragu Laporkan Tindak Pelecehan Seksual di Transportasi Publik
Pada 2019 tercatat ada 28 kasus pelecehan seksual di moda transportasi publik. Adapun data pada Januari hingga Agustus 2022 ada 9 kasus pelecehan seksual di transportasi publik.
JAKARTA, KOMPAS — PT Transportasi Jakarta bersama Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengelar kampanye ”Stop Pelecehan Seksual” di transportasi publik. Korban atau saksi diminta tak takut melaporkan peristiwa pelecehan seksual kepada petugas atau melalui kanal pengaduan.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan, berdasarkan data pada 2019 tercatat ada 28 kasus pelecehan seksual di moda transportasi publik. Adapun data pada Januari hingga Agustus 2022 ada 9 kasus pelecehan seksual.
Sementara dari data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Jakarta, tercatat ada 8 kasus pelecehan seksual yang menimpa anak dan perempuan pada 2020. Pada 2021, ada 7 kasus. Sementara pada periode Januari-Juli 2022 tercatat mencapai 15 kasus pelecehan seksual.
Sebaran 15 kasus itu terjadi di Jakarta Timur sebanyak lima kasus. Disusul Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara, masing-masing tiga kasus. Terakhir di Jakarta Pusat ada satu kasus.
Syarfin mengatakan, stop pelecehan seksual harus digencarkan tidak hanya melalui kampanye masif dan gerakan untuk berani melaporkan peristiwa pelecehan seksual. Keterlibatan semua pihak diharapkan mampu menghilangkan angka pelecehan seksual di transportasi publik.
“Kampanye ini program untuk penanggulangan dan pencegahan di ruang publik dan di layanan transportasi umum Transjakarta sehingga tidak ada lagi pelecehan seksual ke depan. Kampanye ini diharapkan membangun pentingnya keamanan, kenyamanan, dan keselamatan bersama pada layanan transportasi umum,” ujar Syafrin, Jumat (5/8/2022), di Halte Harmoni.
Baca juga: Mewujudkan Transportasi Aman bagi Perempuan
Kampanye stop pelecehan seksual, menurut dia, perlu didorong dengan upaya pencegahan lainnya. Upaya pencegahan itu, antara lain, dengan menempelkan stiker pencegahan dan stop pelecehan seksual di seluruh operator transportasi umum, pemanfaatan teknologi, ketersediaan sumber daya manusia atau petugas, hingga keberanian korban atau saksi untuk segera melaporkan kejadian pelecehan seksual.
Oleh karena itu, pemerintah bersama pihak penyelenggara transportasi menyedia fasilitas Pos Sahabat Anak dan Perempuan (SAPA) yang tersebar di 23 halte TransJakarta, 13 stasiun MRT, dan 6 stasiun LRT. Di Pos SAPA, selain petugas jaga dari pihak penyelenggara transportasi, Pemprov DKI Jakarta juga menerjunkan tim dari Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP). Tim DPPAPP bertugas memberikan pendampingan terhadap pelapor dari korban saksi atau korban.
Selain itu, saksi atau korban bisa melaporkan ke kanal aduan atau hotline 1500102, melalui akun Twitter PT_Transjakarta, atau langsung ke petugas jaga. Aduan tersebut akan langsung ditindaklanjuti.
”Laporan dari korban dan saksi sangat penting untuk berani melapor agar menekan dan menindaklanjuti kasus pelecehan seksual. Kerahasiaan identitas mereka akan dijaga dan tidak akan dibuka ke publik. Kami juga akan menyiapkan petugas layanan bus sekitar 1.800 petugas sehingga diharapkan kejadian pelecehan seksual bisa kita hilangkan,” ujar Syafrin.
Penindakan terhadap pelaku pelecehan seksual telah diatur secara hukum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pada Pasal 5 UU TPKS mengatur pelaku perbuatan seksual nonfisik dapat dipidana hingga 9 bulan penjara. UU TPKS juga mengatur pelecehan seksual fisik sebagai salah satu tindak pidana kekerasan seksual. Berdasarkan Pasal 6 UU TPKS, pelaku pelecehan seksual fisik dapat dipidana hingga 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 300 juta.
Kegiatan ini perlu bergerak bersama dan kesadaran pelecehan seksual adalah kejahatan luar biasa. Pelaku harus dihukum berat agar jera. Penjara seumur hidup kalau perlu, jangan kasih ampun. (Yunita)
Kampanye stop pelecehan seksual di Halte Harmoni itu pun mendapat respons positif dari para penumpang. Salah satunya Yunita (34). Ia berharap kampanye serupa juga dilakukan secara masif di halte-halte dan stasiun di Jakarta serta tak berhenti atau sekadar seremoni.
”Kegiatan ini perlu bergerak bersama dan kesadaran pelecehan seksual adalah kejahatan luar biasa. Pelaku harus dihukum berat agar jera. Penjara seumur hidup kalau perlu, jangan kasih ampun,” tegas perempuan asal Petojo, Jakarta Pusat, itu.
Hal senada diutarakan Fahmi (27), karyawan swasta di Kuningan. Hukuman berat menjadi salah satu upaya menekan kasus pelecehan seksual. Hanya saja, ia meragukan proses hukum dan penindakan pelaku kejahatan seksual bisa diproses secara cepat oleh kepolisian.
”Gini lho, kadang kami tak mau melapor karena proses berbelit. Kami mau jika ada yang lapor (aparat) langsung bertindak, jangan berlarut. Keburu kabur pelakunya. Pelapor atau korban pun juga harus dilindungi atau tidak semakin ditekan dengan pertanyaan tak penting,” tegas Fahmi.
Selain itu, Fahmi dan Yunita serta sejumlah penumpang lainnya mendorong pemerintah menambah jumlah armada bus di jam-jam sibuk. ”Tambah juga bus khusus perempuan. Kayaknya bus pink saat ini kurang deh. Maksudnya rute dan armada bus pinknya diperluas,” lanjut Yunita.
Saat ini PT Transjakarta mengoperasi bus merah muda di Koridor 3 rute Pasar Baru-Kalideres sebanyak delapan armada. Sebelumnya ditahap awal armada khusus perempuan itu beroperasi di Koridor 1 rute Blok M-Kota. Namun, pengoperasian bus terpaksa berhenti karena faktor pandemi.
Salah satu alasan PT Transjakarta kembali mengaktifkan armada bus merah muda itu karena sejumlah kasus pelecehan seksual pada perempuan di transportasi umum.
Baca juga: Horor Pelecehan Seksual Menahun di Angkutan Umum
Kepala Divisi Sekretaris Perhubungan dan Hubungan Masyarakat Anang Rizkani Noor mengatakan, pihaknya akan mengkaji penambahan armada dan rute khusus perempuan.
”Saat ini akan merekrut sekitar 300 pramudi. Ini termasuk pramudi perempuan,” ujar Anang sesuai kampanye stop pelecehan seksual di Halte Harmoni.
Pemanfaatan teknologi
Direktur Operasi dan Keselamatan TransJakarta Yoga Adiwinarto menjelaskan, sebagai upaya mendukung dan menekan angka pelecehan seksual, pihaknya menempatkan kamera pemantau atau CCTV di titik strategi di dalam bus dan halte. Keberadaan CCTV tetap perlu diperkuat laporan saksi atau korban seperti lokasi halte, koridor, jam kejadian, dan tujuan, nomor lambung bus, akan mempermudah petugas menemukan pelaku pelecehan seksual.
“Mengoptimalkan CCTV di bus dan halte untuk mendapatkan pelaku kejahatan (pelecehan seksual). Jika ada laporan dan dari situ CCTV bisa ketahuan sejauh ini orang dan mukanya. Database itu bisa mempermudah petugas menangkap pelaku. Jumlah CCTV sudah mencukupi,” kata Yoga.
Yoga melanjutkan, pihaknya juga akan meningkatkan perangkat atau teknologi pada CCTV di halte dengan sistem pelayanan tiket (ticketing) berbasis pengenal wajah (face recognition). Peningkatan sistem dan database penting karena jumlah penumpang harian bisa mencapai 700.000 orang. Angka ini bisa meningkat hingga 1 juta penumpang jika kondisi sudah berangsur normal seperti sebelum pandemi.
“Beberapa halte sudah ada. Jika sudah teridentifikasi pelakunya petugas akan langsung bergerak. Kami juga berkerja sama dengan polisi terutama dalam hal mempersingkat laporan korban atau saksi sehingga proses tindakan dan penyelidikan tidak lama. Oleh karena itu kami berharap jika ada kasus korban bisa berani segera melapor,” ujar Yoga.
Syafrin melajutkan, Pemprov DKI Jakarta juga sedang berupaya perbaikan layanan dari sisi integrasi sistem pelayanan tiket.
”Akan ada perubahan dari sebelumnya chipbus menjadi account bus ticketing untuk seluruh layanan tiket angkutan umum agar identitas pelanggan itu akan terpotret. Lalu kami juga kembangkan face recognition. Dari itu jika ada pelecehan seksual, akan terekam wajahnya mudah mendeteksi pelaku oleh petugas,” kata Syafrin.