Pelecehan seksual terhadap perempuan saat berada di tempat umum dan transportasi publik sering dialami perempuan, terutama di KRL dan bus. Perempuan harus berani bersuara jika mengalami atau melihat hal tersebut.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
Zaman berubah dengan cepat. Namun, cara pandang terhadap perempuan masih saja tak beranjak. Sampai saat ini, perempuan masih menghadapi kerentanan dalam menjalani aktivitas sehari-hari, salah satunya kekerasan seksual saat bepergian sendirian.
Keamanan dan keselamatan perempuan tetap menjadi taruhan ketika mereka harus keluar rumah dan bepergian sendiri. Meski sarana transportasi semakin modern, perempuan masih saja kerap mengalami kekerasan seksual saat mengakses transportasi publik.
Berbagai laporan dan keluhan perempuan yang mengalami kekerasan seksual saat bepergian dan mengakses transportasi publik bermunculan. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, suara perlawanan perempuan terhadap pelecehan seksual di ruang publik pun semakin lantang.
Pengetahuan perempuan terhadap kekerasan atau pelecehan seksual menjadi penting karena bepergian sendirian merupakan sebuah keniscayaan yang dihadapi perempuan.
”Salah satu masalah pada sistem transportasi di Indonesia di antaranya adalah keamanan dan keselamatan untuk perempuan dan anak,” ujar Valentina Sagala, aktivis perempuan yang juga pendiri Institut Perempuan, pada akhir April 20201 lalu, dalam diskusi buku Ruang Publik dan Transportasi Aman bagi Perempuan & Anak: Mewujudkan Kabupaten/Kota yang Anti Kekerasan.
Valentina dalam buku tersebut menegaskan perlunya menghadirkan moda transportasi dan ruang publik yang ramah bagi perempuan dan anak. Ia menggambarkan betapa rentannya perempuan mengalami pelecehan seksual saat jam-jam padat, terutama saat waktu berangkat dan pulang kerja.
Di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, kondisi tidak nyaman dan aman terutama terlihat pada transportasi massal seperti KRL dan bus umum di jam-jam sibuk. Tidak hanya di dalam perjalanan, kerentanan menghadapi pelecehan seksual juga terjadi saat perempuan berdesak-desakan sebelum naik dan sesudah turun dari KRL maupun bus. Bahkan, bepergian dengan transportasi umum di malam hari pun menjadi sangat rentan bagi perempuan.
Untuk mencegah pelecehan seksual terhadap perempuan, ada beberapa upaya yang dilakukan pengelola transportasi publik, misalnya dengan menyediakan gerbong atau bus khusus perempuan, atau tempat khusus perempuan/perempuan hamil/lanjut usia, di KRL maupun bus. Namun, pada jam-jam padat penumpang, perempuan terpaksa berbaur dengan penumpang laki-laki.
Maka, menurut Valentina, penting sekali pemerintah mewujudkan pelayanan publik yang ramah bagi perempuan dan anak. Ketika masih terjadi kasus pelecehan terhadap perempuan dan anak, maka menambah jumlah dan kualitas sarana transportasi yang ramah perempuan, atau petugas untuk perempuan di layanan transportasi umum perlu tetap menjadi perhatian.
”Begitu juga dukungan sarana, seperti penerangan memadai di tempat tunggu, jalan, patroli, dan kesiapsiagaan petugas keamanan di titik rawan harus ditingkatkan,” kata Valentina.
Layanan udara
Tidak hanya layanan transportasi di darat, pada layanan transportasi udara sejumlah perhatian untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan mulai dilakukan oleh perusahaan penerbangan. Misalnya, maskapai Citilink. Selain menawarkan program Ladies Trip (paket perjalanan khusus yang memberikan kenyamanan bagi perempuan) dengan berbagai promo, maskapai ini juga menyiapkan kursi khusus perempuan (pink seat).
Resty Kusandarina, Vice President Corporate Secretary and CSR PT Citilink Indonesia, mengungkapkan, Citilink juga memberi layanan pendampingan pada anak yang bepergian sendirian.
Sekitar tiga tahun yang lalu, November 2018 komunitas perempuan muda di Jakarta, antara lain HollaBack! Jakarta, Lentera Sintas Indonesia, PerEMPUan, Jakarta Feminist Discussion Group, menginisiasi survei pelecehan seksual di ruang publik. Survei yang difasilitasi oleh Change.org. menemukan pelecehan seksual dialami sejumlah perempuan di tempat dan transportasi publik.
Mereka pun membuka ruang-ruang bagi korban untuk berbagi cerita ketika mengalami pelecehan di ruang publik, melaporkan kepada Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Bahkan PerEMPUan meluncurkan juga Panduan Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat dan Kendaraan Umum.
Panduan tersebut berisi penjelasan tentang pelecehan seksual, modus-modusnya di tempat umum, kendaraan umum (bus, angkutan kota, KRL, taksi, transportasi daring), cara meminta bantuan dan melawan, dan cara membantu orang lain. Selain itu, panduan juga memuat tips bagaimana mencegah pelecehan seksual, melarikan diri, dan membela diri.
HollaBack Jakarta mendorong perempuan untuk berani bicara saat melihat pelecehan seksual di ruang publik. Misalnya dengan berkata tegas: ”Ada apa?”, ”Hei liatin apa tuh!”, ”Awas gue laporin polisi loh!”.
Harapannya, dengan membaca panduan tersebut, setidaknya perempuan memiliki pengetahuan agar bisa melindungi diri dari pelecehan seksual di tempat dan transportasi umum.