Dinilai Tak Paham, Pemerintah Berniat Pindahkan Lokasi ”Citayam Fashion Week”
Memilih memindahkan lokasi Citayam Fashion Week, pemerintah, dinilai warganet, tak paham soal Citayam Fashion Week.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengusulkan untuk memindahkan Citayam Fashion Week ke lokasi strategis lainnya. Usulan pemindahan itu karena kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat, menjadi macet dampak dari kreativitas anak-anak muda Sudirman Citayam, Bojonggede, Depok atau SCBD.
Usulan kebijakan itu menuai pro-kontra, seperti terlihat dalam media sosial Twitter, Instagram, dan lainnya. Beberapa kicauan di Twitter, misalnya, menyatakan, ”Gue rasa orang kaya dan pemerintah ini benar-benar nggak tahu apapun deh soal CFW”.
Beberapa komentar lainnya menyatakan, anak-anak dari pelosok Ibu Kota membentuk CFW untuk aktualisasi diri yang kemudian menarik banyak perhatian dari sejumlah pihak. Peminat membeludak ini tidak seperti anak-anak perintis CFW yang menuju Dukuh Atas dengan menggunakan angkutan umum, seperti kereta komuter KRL Jabodetabek. Pendatang baru juga tidak selalu dari keluarga kurang mampu sehingga banyak yang membawa kendaraan bermotor sendiri, parkir sembarangan, hingga terus-menerus menambah kerumunan hingga berkali-kali lipat dibandingkan dengan keramaian CFW sekitar satu bulan lalu.
Warganet pun mempertanyakan mengapa tidak diatur tegas akar masalah keramaian di sana sehingga ruang ekspresi tetap terpelihara. Namun, gugatan tersebut belum ditanggapi dengan seksama, tetapi justru berbuah usulan pemindahan lokasi.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman, misalnya, mengatakan, gelaran Citayam Fashion Week (CFW) di Dukuh Atas, Jakarta Pusat, menimbulkan kemacetan lalu lintas sehingga kepolisian menyarankan agar kegiatan tidak digelar di zebra cross Dukuh Atas.
”Tentunya semua itu penggunaan jalan ada ketentuannya. Aktivitas masyarakat boleh menggunakan jalan selama tidak mengganggu pengguna jalan lainnya. Kami tidak akan mematikan kreativitas dari masyarakat. Namun, kami mengusulkan kegiatan CFW dipindahkan pada saat momen car free day (CFD), dan kegiatan itu harus dipastikan tidak akan menganggu pengguna jalan lainnya,” kata Latif, Kamis (28/7/2022).
Menurut Latif, di tengah aktivitas warga Jakarta yang cukup tinggi, jika ada kegiatan yang bisa mengganggu ketertiban umum, kegiatan tersebut harus dihentikan. ”Kalau tidak mengganggu lalu lintas, silakan saja pada saat CFD. Tapi, kalau itu aktivitas masyarakat sedang padat dan zebra cross digunakan, itu tidak benar. Makanya, perlu kita tertibkan atau alihkan ke tempat lain,” ujar Latif.
’Fashion show’ bukan tidak boleh, tapi cari waktu yang tidak mengganggu belajar mengajar, kemudian masalah tempatnya, kami juga sama-sama berunding. Ini memang perlu waktu, tidak bisa langsung, harus kita edukasi secara baik secara persuasif anak-anak kita.
Sementara itu, Kepala Kepolisan Resor Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Komarudin melanjutkan, pihaknya tetap mendukung kreativitas anak-anak muda melalui CFW. Namun, ketertiban umum, keamanan, dan lalu lintas juga harus menjadi perhatian bersama karena kawasan Dukuh Atas digunakan untuk semua kalangan dalam beraktivitas. Komarudin berharap kreativitas para anak muda di CFW tidak mengganggu kegiatan masyarakat lainnya di lokasi.
Langgar aturan
Ketua Jakarta Watch Andy William Sinaga menuturkan, pelaksanaan CFW menggunakan sarana penyeberangan jalan atau zebra cross melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam Pasal 131 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengatur hak pejalan kaki untuk disediakan tempat penyeberangan, trotoar, dan fasilitas lainnya. Adapun pada Pasal 132, para pejalan kaki, apabila menyeberang, wajib menggunakan sarana zebra cross.
”Pengguna zebra cross juga wajib memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas. Intinya, sarana zebra cross merupakan sarana lalu lintas untuk penyeberangan pejalan kaki,” kata Andi.
Andi melanjutkan, pelaksanaan CFW dapat diindikasikan melanggar UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena mengganggu fasilitas pejalan kaki, seperti diatur dalam Pasal 274 dan 275 Nomor 22 Tahun 2009. Pelanggaran aturan bisa dikenakan ancaman pidana satu-dua tahun penjara dan denda maksimal Rp 24 juta-Rp 50 juta.
”CFW kurang tepat karena menggunakan sarana zebra cross untuk aktivitas lain. Pemerintah bisa memfasilitasi kegiatan fashion week di gelanggang remaja/olahraga yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta,” kata Andi.
Menanggapi fenomena CFW atau SCBD di kawasan Dukuh Atas, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria memastikan kegiatan tersebut tidak dilarang dan inovasi kreativitas anak-anak muda itu perlu diapresiasi.
Namun, dari fenomena tersebut, kata Riza, menimbulkan keramaian dan kerumunan sehingga berpotensi meningkatkan penyebaran Covid-19. Segela aktivitas di mana pun, termasuk di Dukuh Atas, harus tetap memperhatikan kepatuhan dan disiplin protokol kesehatan.
Selain itu, aktivitas di Dukuh Atas juga harus sesuai aturan dengan tidak mengelar fashion show di jalanan atau zebra cross. Riza menyarankan untuk sementara kegiatan hanya dilakukan di trotoar. Ia juga mengingatkan aktivitas di Dukuh Atas tidak dilakukan hingga larut malam. Tugas belajar tetap harus menjadi prioritas.
Adapun terkait dengan lokasi fashion show, Riza sepakat agar dipindahkan ke sejumlah kawasan stategis lainnya. Ia pun mengusulkan tujuh lokasi alternatif untuk tetap memberikan ruang kreativitas anak-anak muda, seperti di Plaza Selatan Monumen Nasional (Monas), Taman Lapangan Banteng, Taman Ismail Marzuki (TIM), Senayan, Kemayoran, pusat perbelanjaan Sarinah, dan Kota Tua.
”Fashion show bukan tidak boleh, tapi cari waktu yang tidak mengganggu belajar-mengajar, kemudian masalah tempatnya, kami juga sama-sama berunding. Ini memang perlu waktu, tidak bisa langsung, harus kita edukasi secara baik secara persuasif anak-anak kita,” kata Riza.