Pelanggaran Holywings dan Sengkarut Izin Usaha di Jakarta
Persoalan perizinan usaha hiburan dan restoran ini jadi perhatian khusus Komisi B DPRD DKI Jakarta. Mereka mendesak pemerintah daerah meninjau kembali berbagai perizinan usaha hiburan dan restoran di Jakarta.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran izin usaha Holywings di DKI Jakarta menguak sengkarut masalah penerbitan izin dan pengawasan usaha hiburan di Ibu Kota. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta mendesak pemerintah daerah meninjau kembali berbagai perizinan usaha hiburan dan restoran di Jakarta. Wacana pembentukan panitia khusus izin hiburan pun menguat.
Rapat kerja Komisi B DPRD DKI Jakarta di DPRD DKI Jakarta pada Rabu (29/6/2022) yang dimulai pukul 14.00 hingga pukul 17.00 berjalan dinamis. Rapat kerja ini dipimpin Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail dan anggota komisi. Hadir pula Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta Benny Agus Chandra; Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (DPPKUKM) DKI Jakarta Elisabeth Ratu Rante Alo; serta sejumlah dinas lainnya. Hadir pula perwakilan dari Holywings Group.
Para anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta sepakat kalau kegaduhan yang ditimbulkan Holywings melalui unggahan tim marketing yang menyinggung isu SARA merupakan kesalahan yang tak bisa dibenarkan. Namun, terkait perizinan, mereka menduga pelanggaran perizinan tak hanya dilakukan oleh Holywings. Pelanggaran perizinan ini juga menunjukkan ada kelemahan pengawasan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
”Sebenarnya di luar sana masih banyak tempat yang mungkin jauh lebih menyeramkan. Saya melihatnya seperti fenomena gunung es di atas permukaan air,” kata anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak.
Ada sekitar 1.700 KBLI yang memang perlu dilakukan pengecekan, termasuk kasus Holywings. Pengecekan ini untuk memastikan sudah sesuai dengan kegiatan (usaha) yang dilaksanakan.
Gilbert mempertanyakan penutupan 12 gerai Holywings tersebut. Kebijakan penutupan dan pencabutan izin terkesan tebang pilih. ”Saya berharap tempat-tempat lain juga diperhatikan,” kata politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas, juga mempertanyakan kinerja dari dinas-dinas terkait dalam mengawasi kelengkapan izin dan aktivitas usaha hiburan di Jakarta. Kasus penyalahgunaan izin menjual minuman beralkohol oleh Holywings merupakan kelemahan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta dalam mengawasi tempat hiburan dan restoran di Jakarta.
”Ini sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan Holywings. Ini kesalahan Kadis Pariwisata. Saya yakin Holywings hanya bagian kecil yang ada di DKI Jakarta,” ucap politisi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan dokumen perizinan Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA) serta pemantauan lapangan oleh Pemprov DKI Jakarta, ada gerai Holywings di Ibu Kota yang belum memiliki sertifikat standar KBLI 56301 jenis usaha bar yang telah terverifikasi.
Sertifikat standar KBLI 56301 merupakan Klasifikasi Baku Lingkungan Indonesia yang harus dimiliki oleh usaha bar, yakni usaha yang kegiatannya menghidangkan minuman beralkohol dan nonalkohol serta makanan kecil untuk umum di tempat usahanya. Holywings juga melanggar beberapa ketentuan terkait penjualan minuman beralkohol Jakarta.
Penjualan minuman beralkohol hanya diperbolehkan untuk dibawa pulang dan tidak untuk diminum di tempat jika pelaku usaha hanya memiliki surat keterangan pengecer (SKP) klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia. Seharusnya Holywings yang menjual minuman beralkohol untuk minum di tempat wajib memiliki surat keterangan penjual langsung (SKPL) golongan B dan C dengan PB-UMKU KBLI 56301.
Perizinan OSS
Kepala DPMPTSP DKI Jakarta Benny Agus Chandra mengatakan, pengurusan administrasi izin usaha saat ini dilakukan secara elekronik melalui OSS-RBA. OSS RBA merupakan perizinan daring terpadu dengan pendekatan berbasis risiko.
”Ada sekitar 1.700 KBLI yang memang perlu dilakukan pengecekan, termasuk kasus Holywings. Pengecekan ini untuk memastikan sudah sesuai dengan kegiatan (usaha) yang dilaksanakan,” kata Benny.
Menurut dia, melalui sistem perizinan terpadu berbasis daring ini, pelaku usaha yang mendirikan usaha dipermudah saat mengurus izin. Namun, sistem ini mengurangi peran pemerintah daerah karena lembaga yang menerbitkan izin sepenuhnya jadi kewenangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM).
Peran pemerintah daerah terkait kegiatan usaha hiburan dan restoran sejak berlakunya OSS hanya berkaitan dengan izin mendirikan bangunan, sertifikat laik fungsi (SLF), retribusi parkir, pengelolaan limbah, dan zonasi wisata. Artinya, jika ada pelanggaran usaha seperti Holywings, DPMPTSP hanya memiliki kewenangan mencabut IMB atau SLF.
”DPMPTSP diberikan kewenangan dari kementerian dan lembaga untuk melakukan pengawasan dan menyampaikan ke BPKM untuk mencabut (izin usaha). BPKM akan mencabut kalau ada rekomendasi dari daerah,” ucap Benny.
Kepala DPPKUKM Elisabeth Ratu Rante Alo mengatakan, prosedur pengurusan SKP dan SKPL seharusnya melewati verifikasi DPPKUKM. Akan tetapi, dalam kasus Holywings, proses verifikasi itu ternyata tidak melalui DPPKUKM.
”Walaupun dalam kategori medium risk (usaha risiko sedang) dan high risk (usaha berisiko tinggi), entah seperti apa, itu tidak melewati kami. Izin Holywings itu tidak satu pun melalui Pemprov DKI Jakarta,” tutur Elisabeth.
General Manager Holywings Grup Yuli Setiawan mengatakan, ada tujuh gerai Holywings yang sudah memiliki izin bar. Proses pengurusan izin dilakukan melalui OSS.
”Sebenarnya sekarang kemudahan berinvestasi itu ada sistem OSS. Bukan hanya Holywings saja, perizinan restoran di Jakarta semua melalui OSS. Jadi, kalau sudah terverifikasi berarti sudah melalui DPMPTSP,” ucapnya.
Pansus izin hiburan
Persoalan perizinan usaha hiburan dan restoran ini jadi perhatian khusus Komisi B DPRD DKI Jakarta. Sejumlah anggota komisi mengusulkan adanya panitia khusus untuk memeriksa kembali izin-izin usaha restoran dan hiburan di Jakarta.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Nur Afni Sajim, meminta DPRD DKI Jakarta melakukan inspeksi langsung ke gerai-gerai Holywings di Jakarta. Tujuannya, untuk memeriksa semua perizinan yang dimiliki oleh restoran dan bar tersebut.
Pemerintah melalui DPMPTSP harus berlaku adil dalam mengeluarkan perizinan. Holywings harus disamakan dengan usaha lain sejenis dalam melengkapi semua dokumen. Apalagi, berdasarkan penelurusan DPMTSP, Holywings hanya memiliki izin restoran, bukan bar.