Setelah pencabutan izin 12 ”outlet” Holywings, para karyawan yang sebagian di antaranya berstatus pegawai kontrak dilanda kebingungan. Sumber penghasilan mereka dipastikan tertutup.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
Sejumlah karyawan usaha hiburan Holywings pasrah setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup dan melarang kegiatan usaha Holywings di Jakarta. Sebagian dari mereka berstatus tenaga kerja kontrak yang terancam kehilangan pekerjaan setelah tempat mereka bekerja ditutup.
S (53) bersama salah satu rekan kerjanya, Selasa (28/6/2022) sekitar pukul 10.00, hanya duduk membisu sembari menyaksikan petugas Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta menutup tempat dia bekerja di Holywings Tanjung Duren, Kelurahan Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Dia tak banyak berbicara hingga petugas pergi dari sana setengah jam kemudian seusai menyegel tempat tersebut.
”Di umur yang sudah begini, bakal sulit cari kerja lagi. Tidak gampang dan sulit ada perusahaan yang menerima pekerja dengan usia seperti saya ini,” kata lelaki yang tinggal di wilayah Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, tersebut.
S sudah dua tahun bekerja di Holywings Tanjung Duren. Statusnya hanya tenaga kerja kontrak yang diperpanjang setiap satu tahun. Lelaki itu baru saja memperpanjang kontrak kerja untuk satu tahun ke depan dua bulan lalu.
Selama bekerja di Holywings, upah yang didapat setiap bulan sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta. Dia juga rutin mendapat tunjangan kerajinan sebesar Rp 1 juta setiap bulan.
Jujur, saya bingung. Apalagi kami hanya kontrak. Kalau perusahaan ditutup, kami pasti diberhentikan tanpa ada pesangon.
Meski diupah sesuai UMR Jakarta, selama pandemi Covid-19, upah yang mereka dapatkan tidak diterima utuh atau hanya 50 persen dari gaji bulanan. Pengurangan gaji bulanan disesuaikan lantaran selama pandemi karyawan Holywings Tanjung Duren juga tidak rutin bekerja setiap hari.
Menurut S, jumlah karyawan Holywings Tanjung Duren sekitar 30 orang. Mereka sebagian besar berstatus tenaga kerja kontrak dan berasal dari sejumlah daerah di Indonesia.
”Kami baru tiga bulan terakhir menikmati gaji penuh. Bukannya lebih baik, malah jadi seperti ini. Jujur, saya bingung. Apalagi kami hanya kontrak. Kalau perusahaan ditutup, kami pasti diberhentikan tanpa ada pesangon,” kata ayah dua anak tersebut.
S tidak mempersoalkan keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang kegiatan usaha hiburan Holywings tersebut. Lelaki itu hanya berharap ada kebijaksanaan dari pemerintah untuk turut memperhatikan nasib karyawan Holywings setelah tempat mereka bekerja ditutup.
Penyegelan
Pada Selasa pagi, puluhan anggota Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta memadati halaman tempat usaha hiburan Holywings Tanjung Duren, Jakarta Barat. Salah satu petugas kemudian membacakan surat keputusan tentang penutupan tempat usaha tersebut.
Petugas lalu menempel spanduk dan sejumlah stiker berisi pengumuman di kaca bagian depan tempat usaha hiburan itu. Di stiker dan spanduk itu terdapat pengumuman yang menyebutkan bahwa penutupan dan pelarangan kegiatan usaha Holywings di Jalan Tanjung Duren Barat, Kelurahan Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, didasarkan pada Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata.
Sekretaris Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta Santoso seusai penyegelan Holywings Tanjung Duren mengatakan, penutupan tempat usaha ini dilakukan karena belum memiliki dokumen, persyaratan, dan ketentuan perizinan. Tempat usaha itu juga melanggar kegiatan operasional.
”Telah diterbitkan surat rekomendasi pencabutan atas izin usaha Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dan, adanya permohonan penutupan tempat usaha yang diajukan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kepada Kepala Satpol PP DKI Jakarta,” kata Santoso.
Sebelumnya, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta Benny Agus Chandra mengatakan, ada 12 outlet Holywings Group di Jakarta yang dicabut izin usahanya. Pencabutan izin usaha itu sesuai dengan arahan Gubernur DKI Jakarta.
”Sesuai arahan Gubernur untuk bertindak tegas sesuai ketentuan dan menjerakan serta mendasarkan pada rekomendasi dan temuan dua OPD Pemprov DKI Jakarta, maka kami selaku Dinas PM-PTSP mencabut izin usaha 12 outlet Holywings di Jakarta sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Benny, Senin (27/6/2022), dalam siaran pers.
Pencabutan izin 12 outlet Holywings ini dilakukan setelah ada peninjauan lapangan gabungan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (DPPKUKM), DPMPTSP, dan satpol PP. Dari peninjauan gabungan itu, ditemukan beberapa pelanggaran yang menjadi dasar rekomendasi pencabutan izin.
”Pertama, hasil penelitian dan pemeriksaan dokumen perizinan Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA) serta pemantauan lapangan. (Ada) beberapa outlet Holywings Group yang berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta terbukti ditemukan beberapa outlet Holywings belum memiliki sertifikat standar KBLI 56301 jenis usaha bar yang telah terverifikasi,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta Andhika Permata.
Sertifikat standar KBLI 56301 merupakan Klasifikasi Baku Lingkungan Indonesia yang harus dimililiki oleh operasional usaha bar, yakni sebuah usaha yang kegiatannya menghidangkan minuman beralkohol dan non-alkohol serta makanan kecil untuk umum di tempat usahanya. Holywings Group juga melanggar beberapa ketentuan dari DPPKUKM Provinsi DKI Jakarta, terkait penjualan minuman beralkohol di 12 outlet Holywings Group di DKI Jakarta.
Ketentuan yang dilanggar itu, yakni pelaku usaha hanya memiliki surat keterangan pengecer (SKP) klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) 47221 untuk pengecer minuman beralkohol. Artinya, penjualan minuman beralkohol seharusnya hanya diperbolehkan untuk dibawa pulang dan tidak untuk diminum di tempat.
Sejauh ini belum ada klarifikasi dari pihak Holywings setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup kegiatan usaha Holywings. Upaya konfirmasi Kompas sejak Selasa pagi hingga Selasa sore belum direspons oleh Co-Founder Holywings Ivan Tanjaya.