Pelaku Usaha Jangan Permainkan Izin dan Sensitivitas Sosial
Pemprov DKI Jakarta menindak jaringan bar dan restoran Holywings karena pelanggaran terkait dengan perizinan usaha. Sebelumnya, mereka menjadi sorotan karena kasus yang menyalahi isu suku, agama, ras, dan antargolongan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menindak jaringan bar dan restoran Holywings karena pelanggaran terkait dengan perizinan usaha. Sebelumnya, mereka menjadi sorotan karena kasus yang menyalahi isu suku, agama, ras, dan antargolongan. Kasus ini mengingatkan agar pelaku usaha lebih mematuhi izin dan memiliki sensitivitas sosial.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI Jakarta secara resmi mencabut izin usaha 12 Holywings yang ada di Jakarta. Sebelumnya, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta serta Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Provinsi DKI Jakarta menemukan, tidak semua bar dan restoran itu dilengkapi dokumen perizinan dan terjadi ketidaksesuaian izin dan operasional.
”Kami akan cek ini gimana, sih, karena (ketidaksesuaian izin) ada implikasinya ke pajak daerah dan lain-lain,” kata Kepala Dinas DPMPTSP Benny Agus Candra saat ditemui di Jakarta, Selasa (28/6/2022).
Hasil penelitian dan pemeriksaan dokumen perizinan Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA) menunjukkan, beberapa outlet Holywings Group terbukti belum memiliki sertifikat standar Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 56301 jenis usaha bar yang telah terverifikasi.
Holywings Group juga melanggar beberapa ketentuan terkait dengan penjualan minuman beralkohol. Sebanyak tujuh tempat hanya memiliki Surat Keterangan Pengecer (SKP) Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 47221 untuk pengecer minuman beralkohol. Sertifikat hanya memperbolehkan produk itu hanya untuk dibawa pulang.
Sementara dari pengamatan di lapangan, pengunjung dapat minum alkohol di tempat. Ini ditemukan di hampir semua Holywings, termasuk lima tempat yang bahkan tidak memiliki surat SKP KBLI 47221.
”Pemerintah provinsi akan mendorong kemudahan berusaha, tetapi kemudahan itu tetap harus bertanggung jawab. Kita sama-sama harus berkolaborasi, lah,” ujar Benny.
Ini, kan, bisa diantisipasi sebelum kejadian. Artinya, kalau pengawasan bagus dan baik, sebelum ada 12 yang bermasalah, tidak perlu ada pencabutan usaha seperti ini.
Temuan ini menambah polemik bagi Holywings yang tengah tersangkut kasus pidana. Polda Metro Jaya belum lama ini menerima dua laporan dari masyarakat terkait dengan promosi minuman keras gratis untuk pengunjung bernama tertentu. Laporan itu kini dilimpahkan ke Polres Metro Jakarta Selatan yang juga tengah menangani laporan yang sama.
”Saat ini, kepolisian telah merespons apa yang menjadi keluhan masyarakat dan saat ini penyidikan kasus ini sedang ditangani oleh Polres Metro Jakarta Selatan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan, Senin (27/6/2022).
Polres Metro Jakarta Selatan telah menetapkan enam tersangka dari manajemen Holywings, yakni direktur kreatif berinisial EJD (27), tim promosi NDP (36), desainer grafis DAD (27), admin tim promo EA (22), social media officer AAB (25), dan tim promosi AAM (25).
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, dari kasus ini, Pemerintah Provinsi Jakarta bisa belajar untuk lebih mengawasi prosedur perizinan dan operasional pelaku usaha yang berinvestasi.
”Ini, kan, bisa diantisipasi sebelum kejadian. Artinya, kalau pengawasan bagus dan baik, sebelum ada 12 yang bermasalah, tidak perlu ada pencabutan usaha seperti ini. Ini sudah ada kejadian, baru ada pengawasan,” kata Tauhid.
Dari sisi pengusaha, ia menilai, ini jadi pelajaran agar pelaku usaha sejenis tidak lagi bermain-main dengan perizinan. Selain itu, pelaku usaha juga diingatkan agar tidak bermain di ranah isu sensitif.
”Memang, keberlangsungan usaha penting, tetapi memahami situasi juga penting. Masyarakat kita sebagian memang sudah terbuka pada perbedaan, tetapi ada yang enggak. Pluralisme perlu dibangun, tetapi juga jangan sampai meniadakan isu yang penting bagi kelompok tertentu. Saya kira semua itu perlu dipertimbangkan, apalagi Jakarta masih jadi barometer bagi daerah lain di Indonesia,” ujarnya.