Tolak Pulang Kampung, Suami Aniaya Istri Siri di Kolong Tol Bitung
Deni membeli pisau untuk menganiaya Khuroren, istri sirinya, di Bitung, Kabupaten Tangerang, gara-gara tak mau pulang ke Lampung.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Khuroren Andayani (33), perempuan asal Lampung, terkapar dan terluka di kolong Jembatan Tol Bitung, Kabupaten Tangerang, Banten. Usut punya usut, Deni Kristanto (36), suami sirinya, yang menganiaya lantaran dia tak bersedia pulang ke Lampung.
Buruh bangunan itu mendatangi kontrakan korban di Kecamatan Balaraja untuk mengajaknya pulang ke Lampung. Mereka lalu naik angkot ke arah Bitung. Setelah turun dari angkot, terjadi cekcok lantaran korban menolak pulang sehingga pelaku menganiaya, termasuk menusuknya, di kolong Jembatan Tol Bitung, Minggu (22/5/2022) pukul 18.15.
Kapolsek Curug Komisaris Agung Nugroho menyebutkan, korban yang tak berdaya ditolong warga sekitar. Ia dibawa ke RSU Hermina Bitung menggunakan angkot. Sementara pelaku ditangkap saat dalam pelarian menuju Lampung. ”Deni sudah berniat melukai korban. Pisau yang digunakannya dibeli dari Pasar Balaraja,” ujarnya, Senin (23/5/2025). Pelaku dijerat pasal tentang penganiayaan dengan ancaman lima tahun penjara.
Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat penurunan pengaduan korban ke berbagai lembaga layanan sepanjang 2021 karena kendala sistem dan pembatasan sosial. Namun, laporan langsung ke Komnas Perempuan justru naik, tercatat ada 3.838 kasus ketimbang 2.134 kasus pada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi lantaran tersedia media pengaduan daring melalui Google form.
Dalam lembar fakta dan poin kunci catatan tahunan Komnas Perempuan 2022, ”Bayang-bayang Stagnasi: Daya Pencegahan dan Penanganan Berbanding Peningkatan Jumlah, Ragam dan Kompleksitas Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan”, Jakarta, 8 Maret 2022, kekerasan tertinggi terjadi di ranah personal sebanyak 2.527 kasus, publik/komunitas 1.273 kasus, dan ranah negara 38 kasus.
Kekerasan di ranah personal, antara lain, oleh mantan pacar dengan 813 kasus (32,2 persen), kekerasan terhadap istri 771 kasus, kekerasan dalam pacaran 463 kasus, kekerasan terhadap anak perempuan 212 kasus, dan KDRT 171 kasus.
Bentuk kekerasan paling dominan ialah kekerasan psikis 2.008 kasus (44 persen), kekerasan seksual 1.149 kasus (25 persen), kekerasan fisik 900 kasus (20 persen), dan kekerasan ekonomi 520 (11 persen).
Psikolog forensik Reza Indra Giri Amriel mengatakan, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi dan terungkap hanya segelintir dari titik ekstrem spektrum KDRT. ”KDRT marak terjadi sejak dulu karena itulah ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Penanda bahwa KDRT adalah fenomena,” katanya yang dihubungi terpisah.
Pada kekerasan ekstrem, Reza mengaitkan pada kemungkinan adanya pengaruh narkoba atau alkohol dalam diri pelaku. Tingkat pengaruh yang parah sangat berbahaya. Bahkan, pelaku tak sepenuhnya bisa menjelaskan perbuatannya sendiri. ”Tiga kondisi yang berhubungan dengan kekerasan adalah depresi, penyalah guna narkoba, dan kekacauan relasi pribadi,” tuturnya.