Puncak Pasti Macet, Cermat Pilih Tempat Liburan Lebaran
Liburan itu untuk ”happy” dan ”healing”. Jika Puncak selalu macet, bisa memilih destinasi atau cara liburan lain tanpa menyusahkan diri.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
Kawasan wisata Puncak, Kabupaten Bogor, masih bakal jadi tujuan liburan Lebaran warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Masalahnya, kemacetan lalu lintas di kawasan itu tak bisa diprediksi. Warga perlu cermat agar liburan kali ini tidak berakhir tragis akibat terjebak macet.
”Kemacetan di kawasan Puncak tidak bisa diprediksi. Kami tidak punya data kapan orang pergi ke Puncak,” kata Direktur Lalu Lintas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Sigit Irfansyah, Selasa (26/4/2022) dalam acara Ngopi Seputar Transportasi Jabodetabek dengan tema ”Macet, Masihkah Lebaran ke Puncak?”.
Pembicara lain dalam diskusi ini, yakni pengamat transportasi perkotaan Yayat Supriatna dan aktor Tara Budiman.
Kawasan wisata Puncak pada dasarnya memiliki keterbatasan infrastruktur. Akses jalan ke kawasan itu tidak berubah dan tak juga bertambah sejak berpuluh tahun silam. Akan tetapi, pemanfaatan lahan terus berubah dan meluas. Jumlah pengunjung pun diyakini terus membengkak.
Pengelola pariwisata di sana pun tak kehabisan akal dalam berinovasi. Hal-hal baru terus mereka hadirkan. Inovasi itu disebarluaskan di berbagai platform media sosial.
Masifnya promosi di media sosial membuat warga tertarik untuk berlibur ke sana. Wisatawan tak pernah kapok untuk berkali-kali kembali ke Puncak meski sering kali terjebak macet hingga belasan jam.
Yayat Supriatna memprediksi ada sekitar 500.000 wisatawan berpotensi memadati Puncak pada libur Lebaran nanti. Kondisi ini adalah contoh beban Puncak dengan volume pergerakan yang makin tinggi, sementara hanya ada satu ruas jalan ke sana, yaitu Jalan Raya Puncak.
”Puncak itu, dulu di 1960-1970-an, masih destinasi wisata alam. Puncak yang sekarang sudah urban tourism, sudah wisata perkotaan. Jadi, kalau dilihat dari pertumbuhannya, Puncak itu ibaratnya sudah kota,” kata Yayat.
Puncak memang selalu memikat. Ini karena kawasan wisata Puncak, satu-satunya destinasi wisata alam terbuka dan gratis di luar Jakarta.
Daya tarik Puncak itu tidak hanya jadi destinasi pilihan warga di Jabodetabek, tetapi juga masyarakat Cianjur, Sukabumi, hingga daerah-daerah lain. Ini pula yang turut mengakibatkan Puncak sudah tak mampu mengantisipasi volume pergerakan yang makin tinggi.
Dari analisis dan pantauan Yayat, di setiap akhir pekan, lama waktu yang dibutuhkan pengunjung untuk berada di Puncak paling cepat satu setengah hari. Di saat libur Lebaran nanti, waktu yang dihabiskan untuk berlibur di Puncak diperkirakan lebih dari waktu libur akhir pekan.
Sigit mengatakan, menyambut libur Lebaran 2022, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurai kepadatan lalu lintas di Jalan Raya Puncak. Jalan utama ke kawasan Puncak sebenarnya sudah dimaksimalkan dengan adanya pelebaran hingga rekayasa lalu lintas melalui kebijakan ganjil genap dan sistem satu arah.
Namun, berbagai kebijakan itu tak juga maksimal mengurai kemacetan lalu lintas di Puncak. Beberapa faktor yang menyebabkan lalu lintas di Puncak tetap macet, yakni banyaknya hambatan samping.
”Hambatan samping itu adalah banyak tempat yang wajib kunjung di Puncak, tempat parkirnya tidak memadai. Jadi bayangkan saja, orang mau parkir, ketika setiap mobil delay 30 detik saja, itu antreannya luar biasa,” kata Sigit.
Faktor lain yang turut memicu kemacetan adalah terjadi penyempitan di beberapa lokasi, seperti Simpang Megamendung dan Pasar Cisarua. Simpang Megamendung selalu macet lantaran di kawasan itu terdapat vila atau tempat penginapan dengan jumlah yang sangat banyak. Jadi, ketika kendaraan mengantre untuk masuk ke tempat penginapan, otomatis terjadi hambatan dan menyebabkan kemacetan lalu lintas.
Kita tahu, kalau berjalan ke Puncak, risikonya akan berhadapan dengan kemacetan. Apa yang harus dilakukan? Persiapan bagaimana menghadapi itu.
Hal lain yang turut memicu kemacetan di Puncak adalah kurangnya disiplin pengguna jalan. Ada pengemudi yang tak sabar mengantre dan memilih melawan arah. ”Saat ada kemacetan, pengguna jalan mengambil jalur di sebelahnya. Akhirnya, bertemu di ujung dan semua terkunci,” kata Sigit.
Pemerintah pun sudah menyiapkan sejumlah sistem rekayasa lalu lintas untuk mengantisipasi potensi kemacetan lalu lintas di Puncak. Salah satu kebijakan rekayasa lalu lintas yang sudah permanen adalah kebijakan ganjil genap.
Namun, patut diingat, kebijakan ganjil genap di Puncak kurang efektif mengurai kemacetan lalu lintas di sana. Ganjil genap idealnya mampu mengurai kemacetan hingga 50 persen. Namun, selama kebijakan itu berlaku, hanya mengurangi kepadatan 20-30 persen.
Cermat berlibur
Dari berbagai persoalan yang masih terjadi di Puncak, aktor Tara Budiman mengingatkan masyarakat untuk cermat dan cerdas dalam memilih tempat berlibur saat Lebaran tiba. Tujuan dari berlibur adalah untuk bahagia.
”Kita itu harus cerdas, be smart person. Liburan itu untuk happy dan healing. Travelling tanpa menyusahkan diri. Jangan sampai berlibur, tapi justru membuat kepala pening, salah satunya, masalah macet,” ucap Tara.
Lelaki yang gemar travelling itu merekomendasikan warga untuk mengeksplorasi destinasi wisata lain. Destinasi dimaksud, salah satunya seperti di Bogor Barat, Sentul, Pasar Apung, dan Curug.
Hal serupa juga direkomendasikan oleh Yayat. Dia mengajak warga untuk mengeksplorasi destinasi baru dengan tingkat risiko kemacetan berskala kecil.
”Kita tahu, kalau berjalan ke Puncak, risikonya akan berhadapan dengan kemacetan. Apa yang harus dilakukan? Persiapan bagaimana menghadapi itu,” kata Yayat.
Menurut Sigit, jika Puncak masih dipilih sebagai tujuan destinasi liburan Lebaran, masyarakat harus memahami detail informasi mengenai sistem rekayasa lalu lintas di Puncak. ”Jadi, kita harus mengetahui kebijakan di lapangan. Misalnya, kebijakan satu arah biasanya pukul 10.00 untuk arah ke atas. Besok, pukul 12.00 untuk arah ke bawah,” ucapnya.
Masyarakat yang memahami informasi sistem rekayasa lalu lintas disarankan untuk memulai perjalanan dengan rentang waktu yang tidak terlalu lama dengan dimulainya sistem rekayasa lalu lintas. Sebab, jika tiba terlalu cepat, ada kemungkinan untuk menunggu lebih lama. Situasi ini pula yang dapat memperparah kepadatan di Puncak.