Bagaimana melenyapkan kemacetan dari Puncak? Cara termudah, membangun lebih banyak jalan baru. Namun, langkah itu tentu akan mendegradasi fungsi kawasan Puncak.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Lebih dari 36 tahun silam, Minggu (24/11/1985), Kompas telah memberitakan rekayasa lalu lintas di jalur Puncak pada setiap akhir pekan. Truk dan bus harus memutar melewati Sukabumi.
Karena harus membantu meringankan beban lalu lintas di jalur Puncak, truk dan bus menempuh jarak lebih jauh. Selisih jarak Bogor-Cianjur via Puncak dan Bogor-Cianjur via Sukabumi nyaris 40 kilometer. Namun, saat itu saja, kemacetan di jalur Puncak ternyata sudah tidak tertahankan.
Kemacetan di jalur Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, merupakan dampak dari tidak terkendalinya pembangunan di kawasan itu. Puncak semakin tumbuh setelah tuntasnya pembangunan Tol Jagorawi, Jakarta-Bogor-Ciawi. Warga ibu kota Jakarta ibaratnya hanya butuh waktu sekejap untuk melepas kepenatan di pegunungan yang sejuk.
Tata ruang yang buruk membuat kawasan Puncak disesaki oleh vila, restoran, kawasan wisata, gedung pertemuan, fasilitas pelatihan berbagai perusahaan hingga taman safari. Sudah begitu, infrastruktur jalan tidak pernah ditambah dengan memadai.
Aparat kepolisian tentu tidak hanya berpangku tangan. Berdasarkan arsip Kompas, sejak tahun 1986, telah diberlakukan kebijakan satu arah. Selama beberapa jam, kendaraan dari Puncak dikuras habis-habisan ke arah Gadog-Jakarta.
Setelah puluhan tahun, kebijakan itu mulai tampak tidak efektif. Beberapa hari lalu, terjadi kemacetan berjam-jam di jalur Puncak. Foto antrean sepeda motor yang begitu berdekatan di tengah pandemi Covid-19 beredar di berbagai grup media sosial.
Akar masalahnya tentu saja infrastruktur jalan yang tidak bertambah, sebaliknya populasi tumbuh begitu pesat. Sebagian orang juga berpendapat, kedisiplinan masyarakat dalam berkendara tidak terlalu baik. Akibatnya, pengguna jalan saling ”mengunci” di tengah kemacetan.
Sebagian orang juga berpendapat, kedisiplinan masyarakat dalam berkendara tidak terlalu baik.
Bagaimana melenyapkan kemacetan dari Puncak? Cara termudah, membangun lebih banyak jalan baru. Persoalannya, pembangunan akses jalan yang baru justru akan menarik lebih banyak orang ke Puncak. Langkah itu tentu akan mendegradasi fungsi kawasan Puncak.
Perubahan fungsi kawasan Puncak yang lebih masif jelas akan mengancam Jakarta. Padahal, ketika belum ada rencana yang jelas untuk menyelamatkan Jakarta dari potensi kenaikan muka air laut, alangkah baiknya jika kelestarian Puncak dipertahankan demi mengurangi ”musuh” Jakarta.
Lantas, ke mana warga Ibu Kota harus berlibur? Dengan adanya jaringan Tol Trans-Jawa, dapat dicari lokasi lain. Sisi utara Gunung Tangkubanparahu, misalnya, dapat dijangkau dari Tol Cipali untuk dijadikan kawasan baru ”Puncak”. Ada kawasan Ciwidey, Bandung selatan, yang terhubung dengan Tol Soreang.
Dapat juga dimulai pembangunan di koridor Cirebon-Kuningan di lereng utara Gunung Ciremai atau koridor Majalengka-Kuningan di lereng barat-selatan Gunung Ciremai. Berkat Tol Trans-Jawa, lokasi-lokasi itu berjarak kurang dari setengah hari dari Jakarta.
Dengan membangun kawasan ”Puncak” yang baru, kita tidak hanya meringankan beban Puncak, tetapi juga membangun pusat-pusat perekonomian baru. Semoga pula kesejahteraan rakyat menjadi lebih merata.