Menanti Akhir Cerita Macet di Puncak
Cerita kemacetan di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat tak pernah usai. Meskipun macet, ditambah pembatasan selama pandemi Covid-19 pun, orang-orang tetap pantang mundur ingin berlibur ke sana.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F04%2F09%2F5bb0b7bc-f5e7-41b4-8978-498343f02160_jpg.jpg)
Wisatawan menikmati panorama perkebunan teh dari Puncak Pass Bogor, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,Kamis (8/4/2021).
Selama pandemi Covid-19, masalah di kawasan wisata Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat bertambah. Selain kemacetan, di sana baik wisatawan, orang yang sekedar lewat, maupun warga setempat sangat sulit menerapkan disiplin protokol kesehatan.
Kebijakan pembatasan kendaraan dengan sistem ganjil genap, yaitu hanya kendaraan bernomor ganjil dapat melaju ke Puncak di tanggal ganjil dan sebaliknya ditempuh sebagai salah satu solusi mengatasi masalah ganda tersebut.
Namun, meskipun diterapkan di delapan titik ditambah dengan sistem satu arah, ternyata tetap tidak memadai. Di lapangan, kemacetan hingga kerumunan terus berlangsung yang berisiko pada penyebaran virus jenis SARS-Cov-2 penyebab Covid-19.
Jumat dan Sabtu (19-20/2/2022) lalu contohnya. Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Bogor memeriksa 3.899 kendaraan dan memutarbalik 1.607 kendaraan di antaranya. Setengahnya merupakan mobil.
Pada saat yang sama, PT Jasa Marga (Persero) Tbk mencatat, volume lalu lintas di Gerbang Tol Ciawi 1 menuju Puncak/Ciawi mencapai 34.201 kendaraan pada Jumat (19/2). Jumlah itu turun 6,06 persen ketimbang Jumat (12/2) dengan 36.409 kendaraan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F09%2F11%2F525f3f53-5f80-4080-a189-043f8701effe_jpg.jpg)
Suasana pos penyekatan ganjil genap di Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (11/9/2021).
Selain jumlah kendaraan, keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di sejumlah titik dan penyempitan ruas jalan turut menimbulkan kemacetan. Tak pelak terjadi kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan di sana-sini.
Naiknya jumlah kendaraan bermotor di Puncak serta pelanggaran protokol kesehatan yang kian menjadi turut dipicu melonggarnya pengawasan oleh aparat terkait. Kawasan Gunung Mas, misalnya, sebelumnya selalu dijaga petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor. Namun, tak terlihat lagi penjagaan sejak libur Imlek, Januari lalu. Para PKL pun kembali berjualan di sana.
Keberadaan mereka menarik pengunjung untuk bersantai tanpa penerapan protokol kesehatan yang ketat. Ketiadaan pengawasan juga membuat pengunjung menyerbu kebun teh tanpa jaga jarak.
Pelaksana Tugas Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor Iman W Budiana menuturkan, pengawasan terhadap protokol kesehatan memang tidak segencar dan masif seperti saat kenaikan kasus akibat varian Delta. Namun, bukan berarti mengabaikan pelanggaran protokol kesehatan.
Selain keterbatasan personel, ada berbagai pertimbangan lain. Salah satunya pengawasan lebih banyak diarahkan ke kawasan lain di Kabupaten Bogor, seperti di Cibinong dan Pakansari yang kerap menjadi tempat kongko warga.
Orang ke Puncak untuk wisata, mampir sebelum lanjutkan perjalanan atau suka rutenya. Ini mesti ditelusuri kembali karena penanganannya akan berbeda dan butuh terobosan baru

Warga berkunjung di perkebunan teh di Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/9/2021).
“Pakansari, Cibinong, dan sekitarnya diawasi lebih ketat supaya tak berdampak luas untuk warga Bogor sendiri. Daerah lain tetap kami pantau, tetapi tidak bisa intens setiap jam setiap hari,” katanya pada Minggu (21/2/2022).
Di kawasan Gunung Mas, sesungguhnya ada larangan berjualan atau parkir sembarangan demi keselamatan pengguna jalan, termasuk PKL dan pengunjung. “Itu kan kawasan lintas kendaraan, jadi bahaya jika berjualan atau nongkrong di situ. Sehingga memang tidak diizinkan berjualan di trotoar Gunung Mas. Ini tidak sekadar prokes tapi keselamatan juga. Jadi ini perlu kesadaran dari para pengunjung juga,” ujar Iman.
Untuk mengatasi para PKL di beberapa titik jalur Puncak, Pemkab Bogor dan Kementerian PUPR menyediakan rest area atau tempat peristirahatan Gunung Mas yang rencananya dibuka pada Juni tahun ini.
Baca Juga: Puncak Berdandan, tetapi Tetap Tak Karuan
Iman menyebutkan, setidaknya ada 350 pedagang yang akan dipindahkan ke Gunung Mas dan keberadaan rest area akan memudahkan pengawasan kepatuhan protokol kesehatan.
Dari akun Instagram Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), rest area Gunung Mas menyediakan 516 lapak untuk pedagang kaki lima dan UMKM. Rest area merupakan salah satu upaya jangka panjang mengurangi risiko terjadinya longsor di jalur Puncak akibat perubahan pemanfaatan ruang, curah hujan, dan kondisi topografi.
Rest area seluas 7 hektar itu dilengkapi tiga tempat parkir yang mampu menampung 500 mobil. Juga tersedia masjid, plaza pandang, meeting point, taman atau ruang terbukahijau, amfiteater, dan fasilitas lainnya.

Rest Area Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor. Tangkapan layar instagram Kementerian PUPR.
Kepentingan bersama
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dalam kajian ”Kebijakan Sektor Transportasi Perkotaan dalam Rangka Mengurangi Kemacetan di Kawasan Puncak”, mengusulkan sistem buy the service (BTS) melalui model layanan transportasi massal sesuai standar minimum seperti yang sudah terlaksana di Kota Bogor.
Sistem BTS ini direncanakan mencakup lima rute dengan waktu operasional dari pukul 05.00 hingga 21.00. Kelima rute berangkat mengantar wisatawan dari Terminal Baranangsiang, Stasiun Bogor, Pasar Ciawi, Terminal Bubulak, dan Cibubur, hingga ke titik yang sudah ditentukan seperti Rest Area Gunung Mas.
Agar dapat mendorong jumlah pengguna BTS, akan diterapkan sistem ganjil genap dan penerapan 4 in 1 untuk mobil pribadi. Melalui strategi tersebut, diperkirakan volume kendaraan pribadi akan turun 12,86 persen untuk arah Puncak dan 12,72 persen untuk arah Jakarta.
Direktur Lalu Lintas BPTJ Sigit Irfansyah mengatakan, kawasan Puncak terkait erat dengan pergerakan manusia saat hari kerja dan akhir pekan, serta kondisi dan kebijakan yang relatif sama selama puluhan tahun.
"Orang ke Puncak untuk wisata, mampir sebelum lanjutkan perjalanan atau suka rutenya. Ini mesti ditelusuri kembali karena penanganannya akan berbeda dan butuh terobosan baru," ujarnya dalam sesi wawancara khusus dengan Kompas, Selasa (22/2).
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F02%2F22%2Fe0bdfebc-5988-4dd8-b7db-6d5000d19f3c_jpg.jpg)
Direktur Lalu Lintas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Sigit Irfansyah dalam sesi wawancara khusus dengan Kompas tentang upaya-upaya mengatasi kemacetan di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat pada Selasa (22/2/2022).
Ganjil genap, misalnya, mengurangi 30 persen kepadatan lalu lintas di kawasan Puncak. Mayoritas kendaraan yang terpantau berpelat B atau berarti dari Jakarta dan sekitarnya.
Sigit menuturkan, Gerbang Tol Ciawi relatif lancar selama ganjil genap. Apalagi Kota Bogor juga menerapkan hal serupa sehingga membantu penyaringan pelat kendaraan. Namun, tak dipungkiri ada warga yang menjadi joki bagi mereka yang ingin ke Puncak lewat rute alternatif yang berupa jalan sempit atau gang. Praktik ini turut menciptakan kemacetan dan kerumunan hingga ke tengah permukiman maupun kawasan lain di Puncak yang sebenarnya dapat dihindarkan.
Selain berkomitmen menguatkan ganjil genap, BPTJ juga memasang kamera pemantau yang bisa menghitung sekaligus mengklasifikasikan jenis kendaraan demi terobosan baru untuk solusi bersama atas permasalahan di Puncak. "Tujuannya mengurangi kendaraan, bukan kurangi jumlah orang ke Puncak. Orang tidak perlu bawa mobil atau motor ke Puncak, bisa sampai tujuan dengan layanan terintegrasi," tuturnya.
Baca Juga: PKL, antara Cinta dan Benci
Sepanjang Februari, kamera pemantau (CCTV) di Gadog merekam 57.626 sepeda motor, 360.028 mobil, dan 20.198 truk selama hari kerja. Sementara selama akhir pekan ada 26.100 sepeda motor, 215.272 mobil, dan 6.531 truk. Jika dirata-ratakan, 1.631 sepeda motor, 13.455 mobil, dan 408 truk melintas saat hari kerja, serta 1.677 sepeda motor, 10.142 mobil, dan 578 truk setiap akhir pekan.

Dari kondisi tersebut, BPTJ kini tengah mengkaji konsep keterlibatan semua industri wisata untuk penyediaan bus atau shelter bus supaya warga bisa ke Puncak dalam satu koridor dan tidak mematikan angkutan umum lain, seperti angkot. Apalagi dengan keberadaan LRT Jabodetabek yang memungkinkan terhubungnya simpul-simpul transportasi.
"Orang Bogor naik bus, turun di Cibubur lanjut dengan LRT. Sebaliknya orang Jakarta naik LRT turun di Cibubur lanjut bus ke Puncak," katanya.
Di sisi lain keberadaan Jalan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi dan Jalur Puncak 2 diyakin akan memecah kunjungan ke Puncak karena warga punya alternatif atau pilihan lain.
Menurut Sigit, warga bisa memilih ke tempat wisata di Sukabumi karena jalan tol mempercepat waktu tempuh ketimbang jalur arteri yang macet. Kemudian akses ke Puncak akan terpecah melalui Jalur Puncak 2.
Parkir kendaraan pribadi di bawah dan mengembangkan serta memperbanyak transportasi massal seperti bus-bus pariwisata ke arah puncak
Tantangan
Pengamat tata kota Nirwono Yoga menjelaskan, pemerintah daerah dan pusat memiliki tantangan besar dalam menghadapi situasi kemacetan di masa pandemi.
Namun, kondisi saat ini menjadi kesempatan untuk pemda dan Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan untuk lebih berani menata dan melangkah mengambil kebijakan penanganan kemacetan. Selain itu, kebijakan juga harus menyentuh daya dukung lingkungan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F07%2F10%2F9f34dac3-f452-48fe-8543-1c347d2b1b8a_jpg.jpg)
Nirwono Joga
Menurut Nirwono, penerapan ganjil genap untuk kendaraan masih menjadi pola yang harus terus dipertahankan. Selanjutnya, memperbanyak kantong parkir kendaraan pribadi di kawasan menuju puncak. Kemudian pengunjung bisa melanjutkan dengan transportasi massal.
“Parkir kendaraan pribadi di bawah dan mengembangkan serta memperbanyak transportasi massal seperti bus-bus pariwisata ke arah puncak,” ujar Nirwono.
Penanganan lainnya, kata Nirwono, pemda dan pusat perlu melakukan pelebaran jalan dan pembangunan jalan Jalur Puncak 2 sebagai alternatif sehingga saat puncak liburan dapat diterapkan kendaraan satu arah yang terpisah naik-turun ke-dari puncak.
Yang lebih penting lagi memastikan ada percepatan realisasi setiap rencana pembenahan Puncak. Agar cerita macet dan kesemrawutan Puncak dapat disudahi.