Sidang putusan ditunda karena ketua majelis hakim dalam kondisi sakit. Sementara itu, Komnas HAM menyimpulkan, Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi melakukan penyiksaan saat menangkap para terdakwa.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Negeri Cikarang menunda agenda sidang pembacaan putusan hakim kasus begal yang melibatkan terdakwa M Fikry dan kawan-kawan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sidang ditunda lantaran ketua majelis hakim sakit.
Agenda sidang pembacaan putusan hakim untuk perkara nomor 697/Pid.B/2021 PN CKR yang melibatkan empat terdakwa bernama M Fikry (19), Abdul Rohman (20), Randi Apryanto (19), dan Muhammad Rizky (21) itu sejatinya bakal digelar pada Kamis (21/4/2022) di Pengadilan Negeri Cikarang. Namun, agenda pembacaan putusan itu diundur hingga 25 April 2022.
Sidang kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan ini sudah berlangsung empat bulan. Majelis hakim yang menangani perkara ini antara lain Chandra Ramadani, Yudha Dinata, dan Maria Krista Ulina Ginting.
Salah satu anggota majelis hakim Pengadilan Negeri Cikarang, Yudha Dinata, saat memulai sidang mengatakan, agenda pembacaan putusan hakim tidak bisa digelar Kamis ini. Sidang ditunda lantaran Ketua Majelis Hakim Chandra Ramadani saat ini sakit.
”Pembacaan putusan harus ditunda. Kalau anggota majelis hakim masih bisa diganti, tetapi ini ketua majelis. Penundaan sampai Senin (25/4/2022) dengan agenda tetap, yaitu putusan,” kata Yudha di ruang sidang Pengadilan Negeri Cikarang, Bekasi, Kamis (21/4/2022) siang.
Anggota tim advokasi anti-penyiksaan dari Kontras, Andi Muhammad Rezaldy, yang bertindak sebagai salah satu kuasa hukum para terdakwa kemudian memohon kepada majelis hakim untuk menyerahkan dokumen tambahan dari Komnas HAM. Dokumen itu berisi temuan terkait adanya dugaan penyiksaan oleh polisi selama menangani kasus begal yang melibatkan M Fikry dan tiga temannya.
M Fikry dan kawan-kawan ditangkap oleh pihak Kepolisian Sektor Tambelang dan Polres Metro Bekasi karena diduga terlibat dalam kasus pencurian dengan kekerasan yang terjadi di Jalan Raya Sukaraja, Tambelang, Kabupaten Bekasi, 24 Juli 2021 pukul 01.30. Korban begal bernama Darusman Ferdiansyah terluka di bagian lengan. Sepeda motor merek Yamaha NMAX milik korban raib dirampas para pelaku yang berjumlah enam orang (Kompas.id, 2/3/2022).
Kasus ini kemudian diproses di kepolisian hingga tahap persidangan. Namun, penanganan kasus ini berjalan dengan penuh kontroversi. Para terdakwa dan keluarga yakin polisi salah tangkap.
Mereka juga yakin tak terlibat kejahatan karena saat terjadi pembegalan, para terdakwa masing-masing berada di tempat lain. Namun, polisi membantah. Pihak kepolisian memastikan bahwa penanganan kasus ini sudah dijalankan sesuai prosedur.
Temuan Komnas HAM
Komnas HAM yang ikut menyelidiki kasus dugaan salah tangkap dan penyiksaan terhadap M Fikry dan kawan-kawan, Rabu (20/4/2022), memaparkan hasil pemantauan dan temuannya. Komnas HAM menyimpulkan, Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi melakukan penyiksaan saat menangkap para terdakwa.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, M Choirul Anam, mengatakan, Komnas HAM menyayangkan tindakan aparat kepolisian di Polres Metro Bekasi dan Polsek Tambelang karena berupaya menutupi tindakan penyiksaan terhadap M Fikry dan kawan-kawan dengan memberikan informasi yang tidak benar kepada Komnas HAM. Salah satu keterangan yang tidak benar dimaksud ialah polisi menyerahkan foto saat M Fikry dan kawan-kawan sudah berada di Kantor Polsek Tambelang.
Dari foto itu, polisi menyampaikan keterangan bahwa pada 28 Juli 2021 pukul 20.00, para tersangka sudah berada di Kantor Polsek Tambelang. Namun, foto itu rupanya dipotong untuk menghilangkan waktu yang tertera di foto tersebut. Komnas HAM kemudian mendapatkan bukti foto yang sama dan merupakan foto asli yang menunjukkan bahwa foto itu diambil pada 29 Juli pukul 03.27.
”Jadi, ada kurang lebih 7-8 jam, orang itu dalam status ilegal. Orang itu disiksa dari pukul 20.00 sampai pukul 03.00. Ini problem yang serius,” kata Anam.
Anam menambahkan, M Fikry dan kawan-kawan dibawa terlebih dahulu ke Gedung Telkom Tambelang dengan tujuan mengejar pengakuan para pelaku. Padahal, dalam konteks hukum pidana, jika ada pihak yang melakukan kejahatan, tugas polisi adalah membuktikannya.
”Bukan malah memaksa pelaku untuk mengaku. Pengakuan bukan alat bukti,” katanya.
Berharap bebas
Penundaan sidang kasus begal yang melibatkan M Fikry dan kawan-kawan mengecewakan keluarga para terdakwa. Mereka tertunduk lesu meninggalkan ruang sidang.
”Kami sangat kecewa. Tetapi, kami tetap menghormati putusan hakim,” kata Rusin (47), ayah dari terdakwa bernama M Fikry.
Rusin berharap sidang berikut yang bakal digelar pada 25 April berjalan lancar. Mereka juga berharap majelis hakim memvonis bebas anak-anak mereka.
”Fakta-fakta di persidangan selama empat bulan sudah jelas. Anak-anak kami tidak bersalah. Kami berharap anak-anak kami segera dibebaskan. Kami sangat berharap Lebaran nanti mereka sudah kembali bersama kami,” kata Rusin.