Dari data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, kurun 2016-2022 saja ada 10 kasus dugaan salah tangkap aparat kepolisian di Jabodetabek yang ditangani lembaga itu. Total menjadi 11 kasus dengan kasus terkini di Bekasi.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus dugaan salah tangkap disertai penyiksaan disebut sebagai kejadian berulang. Dari data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, kurun 2016-2022 saja ada 10 kasus dugaan salah tangkap aparat kepolisian di Jabodetabek yang ditangani lembaga itu. Jika ditambah dengan kasus di Bekasi, Jawa Barat, yang baru-baru saja diungkap, maka sudah ada 11 kasus.
Data lain dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) yang dihimpun dari kanal media informasi, advokasi, serta jaringan-jaringan Kontras di daerah, selama periode Juni 2020-Mei 2021, ada 80 kasus penyiksaan, perlakuan, penghukuman yang kejam atau perlakuan tidak manusiawi terjadi di Indonesia. Dari 80 kasus itu, kepolisian menjadi aktor utama karena terlibat dalam 36 kasus.
Kasus terakhir yang ditangani LBH Jakarta dan Kontras, yaitu Muhammad Fikry (19), Abdul Rohman (20), Randi Apryanto (19), Muhammad Rizky (21), bersama lima orang temannya yang ditangkap aparat Kepolisian Sektor Tambelang pada 28 Juli 2021 sekitar pukul 18.52 di tepi Jalan Raya Kali CBL, Kampung Selang Bojong, Cibitung, Bekasi.
Sembilan pemuda ini tengah asik dengan gawainya di warung milik ayah Muhammad Fikry. Tempat itu jadi lokasi nongkrong lantaran tersedia jaringan WiFi. Tiba-tiba, datang beberapa anggota kepolisian yang turun dari tiga mobil pelat hitam dan menangkap mereka.
Fikry di jam yang sama saat terjadi peristiwa pembegalan, dia sedang di musala bersama teman-temannya dan sedang tertidur seperti dibuktikan dari rekaman kamera pemantau (CCTV) di sana.
Sembilan pemuda itu tangannya diborgol dan digelandang ke dalam mobil. ”Saat itu saya ada di situ. Mereka tidak tunjukkan surat apa pun. Saya nanya ke polisi, ini anak saya mau dibawa ke mana. Enggak jawab,” kata Rusin (47), ayah dari Muhammad Fikry, saat ditemui di Kantor Kontras, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, Senin (7/3/2022) siang.
Seusai sembilan pemuda itu ditangkap, pada 29 Juli 2021 dini hari, polisi kembali mendatangi rumah Rusin. Sesuai kesaksian Rusin, polisi menggeledah rumahnya tanpa menunjukkan surat izin penggeledahan. Kala tak menemukan apa pun, anggota kepolisian yang berjumlah tiga orang itu menghampiri Rusin dan menanyakan satu unit motor Yamaha jenis NMAX yang disebut dicuri oleh anak Rusin dan teman-temannya.
Polisi kemudian menyita dan membawa sepeda motor Rusin yang disebut digunakan oleh Fikry untuk membegal. Polisi memulangkan lima dari sembilan pemuda yang ditangkap. Mereka yang ditahan adalah Muhammad Fikry (19), Abdul Rohman (20), Randi Apryanto (19), Muhammad Rizky (21).
Empat orang ini disangka terlibat begal yang terjadi pada 24 Juli 2021 pukul 01.30. Saat itu, korban bernama Darusman Ferdiansyah dibegal enam orang. Korban kemudian membuat laporan polisi dengan nomor:LP/B/968-13/VII/2021/SKPT/Polsek Tambelang/Pores Metro Bekasi/Polda Metro Jaya.
Yang menjadi soal, ternyata keempat orang ini memiliki alibi kuat kalau mereka tidak terlibat tindak pidana. ”Sebagai contoh, Fikry di jam yang sama saat terjadi peristiwa pembegalan, dia sedang di musala bersama teman-temannya dan sedang tertidur seperti dibuktikan dari rekaman kamera pemantau (CCTV) di sana,” kata salah satu anggota Tim Antipenyiksaan dari Kontras, Andi Muhammad Rezaldy.
Keluarga sendiri, kata Rusin, baru mendapat kesempatan untuk menjenguk empat pemuda ini pada 2 Agustus 2021. Rusin saat bertemu anaknya masih ada bekas luka di bibir anak keduanya itu. Bagian wajahnya juga tampak lebam akibat benturan benda keras.
Pada 2 Maret lalu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan, proses hukum kasus begal terhadap empat terdakwa di tingkat kepolisian sudah sesuai prosedur. Kuasa hukum salah satu tersangka pernah mengajukan praperadilan pada 1 September 2021. Putusan hakim yang keluar satu bulan kemudian menolak eksepsi termohon.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti dihubungi secara terpisah mengatakan, Kompolnas sudah mengklarifikasi dugaan pelanggaran standar operasional prosedur di Polsek Tambelang ke Polda Metro Jaya. Kompolnas kemudian mendapat klarifikasi dari Polda Metro Jaya kalau penanganan kasus sudah sesuai prosedur.