Komnas HAM: Empat Terdakwa Begal Bekasi Disiksa Polisi 8 Jam
Komnas HAM minta Kapolda Metro Jaya memeriksa seluruh anggota kepolisian yang terlibat dalam dua kasus itu. Jika terbukti terjadi pelanggaran, aparat yang terlibat diberi sanksi etik dan pidana.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Empat tersangka yang terlibat kasus begal di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, disiksa 8 jam usai ditangkap aparat Kepolisian Sektor Tambelang dan Kepolisian Resor Metro Bekasi. Di Polres Metro Jakarta Selatan, seorang tahanan narkoba yang tewas di tahahan juga disiksa dan diperas aparat. Kepala Polda Metro Jaya diminta memeriksa seluruh anggota kepolisian yang terlibat dalam dua kasus itu.
Penyiksaan dan pemerasaan di dua kepolisian resor wilayah hukum Polda Metro Jaya itu disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saat memaparkan hasil pemantauan penyelidikan kasus dugaan penyiksaan serta kematian tahanan, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (20/4/2022) siang.
Koordinator Bidang Pemantau dan Penyelidikan Endang Sri Melani mengatakan, dari hasil pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM, disimpulkan bahwa Muhammad Fikry (19) dan delapan temannya ditangkap personel unit Reserse Kriminal Polsek Tambelang dan Unit Jatanras Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Bekasi. Usai ditangkap, sembilan orang ini tidak langsung dibawa ke kantor Polsek Tambelang. Mereka dibawa polisi terlebih dahulu ke Gedung Telkom Tambelang, yang berdekatan dengan polsek.
”Telah terjadi penyiksaan yang diduga dilakukan personel unit Reserse Kriminal Polsek Tambelang dan Unit Jatanras Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Bekasi terhadap M Fikry dan tiga temannya. Penyiksaan saat interogasi di halaman Gedung Telkom Tambelang itu berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal,” kata Endang.
Rentang waktu penyiksaan itu terjadi pada 28 Juli 2021 pukul 20.00 sampai 29 Juli 2021 pukul 03.00. Empat orang yang disiksa ini, antara lain, M Fikry, Abdul Rohman (20), Randi Apryanto (19), dan Muhammad Rizky (21). Mereka sampai saat ini berstatus terdakwa dan sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Cikarang, Kabupaten Bekasi. Kasus mereka akan diputuskan hakim pada Kamis (21/4/2022) siang.
Para terdakwa ini, kata Endang, juga mendapat penyiksaan saat ditahan di Polsek Tambelang sejak 29 Juli 2021 sampai September 2021. Penyiksaan dilakukan aparat dengan tujuan mengejar pengakuan dari keempat orang ini sebagai tersangka atau telah terlibat dalam tindak pidana pembegalan pada 24 Juli 2021 dini hari di Jalan Raya Sukaraja, Tambelang, Kabupaten Bekasi.
”Ditemukan setidaknya 10 bentuk penyiksaan terhadap M Fikry dan kawan-kawan. Ditemukan setidaknya delapan perkataan polisi yang merupakan bagian dari kekerasan verbal,” kata Endang.
Dari temuan Komnas HAM, ada enam alat yang digunakan polisi untuk menyiksa M Fikry dan kawan-kawan. Alat itu, antara lain, senjata api, plakban, kain sarung, tali gantungan kunci, batu koral, dan sepatu polisi, serta penyiksaan dengan tangan kosong.
Keterangan palsu
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan, Komnas HAM menyayangkan tindakan aparat kepolisian di Polres Metro Bekasi dan Polsek Tambelang karena berupaya menutupi tindakan penyiksaan terhadap M Fikry dan kawan-kawan dengan memberikan informasi yang tidak benar kepada Komnas HAM. Salah satu keterangan yang tidak benar dimaksud ialah polisi menyerahkan foto saat M Fikry dan kawan-kawan sudah berada di kantor Polsek Tambelang.
Dari foto itu, polisi menyampaikan keterangan bahwa pada 28 Juli 2021 pukul 20.00 para tersangka sudah berada di kantor Polsek. Namun, foto itu rupanya dipotong untuk menghilangkan waktu yang tertera di foto tersebut. Komnas HAM kemudian mendapatkan bukti foto yang sama dan merupakan foto asli yang menunjukkan bahwa foto itu diambil pada 29 Juli pukul 03.27.
”Jadi, ada kurang lebih 7-8 jam, orang itu dalam status ilegal. Orang itu disiksa dari pukul 20.00 sampai pukul 03.00. Ini problem yang serius,” kata Anam.
Anam menambahkan, M Fikry dan kawan-kawan dibawa terlebih dahulu ke Gedung Telkom Tambelang dengan tujuan mengejar pengakuan para pelaku. Padahal, dalam konteks hukum pidana, jika ada pihak yang melakukan kejahatan, tugas polisi adalah membuktikannya.
”Bukan malah memaksa pelaku untuk mengaku. Pengakuan bukan alat bukti,” tuturnya.
Kematian tahanan
Komnas HAM di saat bersamaan juga memaparkan hasil pemantauan dan penyelidikan kematian tahanan Freddy Nicolaus di Polres Metro Jakarta Selatan. Freddy merupakan tahanan yang ditangkap di Bali dengan dugaan penyalahgunaan ganja pada 16 Desember 2021. Freddy meninggal di RS Polri Kramat Jati pada Kamis (13/1/2022) malam.
Analis Pelanggaran HAM Komnas HAM, Nina Chesly, mengatakan, dari hasil penyelidikan Komnas HAM, Freddy meninggal saat berstatus tahanan Polres Metro Jakarta Selatan akibat penyakit metabolisme berdasarkan hasil otopsi Rumah Sakit Polri. Namun, ada temuan tindakan kekerasan terhadap Freddy berupa luka lecet pada bokong serta lecet dan memar pada kaki dan tangan akibat benda tumpul.
”Terdapat pemerasan atau pungutan liar sebesar Rp 15 juta selama Freddy menjadi tahanan. Uang itu dinyatakan sebagai uang kamar di dalam rutan,” katanya.
Tindakan kekerasan kepada Freddy terjadi setelah dia diserahkan Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan ke Satuan Tahanan dan Barang Bukti Polres Metro Jakarta Selatan. Penyerahan tahanan itu terjadi pada 6 Januari 2022.
Menurut Anam, Kasus penyiksaan terhadap M Fikry dan kawan-kawan serta Freddy disimpulkan oleh Komnas HAM sebagai tindakan pelanggaran HAM. Oleh karena itu, pihaknya meminta Kepala Polda Metro Jaya memeriksa seluruh anggota kepolisian yang terlibat dalam dua kasus itu. Jika dari hasil pemeriksaan terbukti terjadi pelanggaran, aparat yang terlibat diberi sanksi etik dan pidana.
”Mengambil tindakan untuk memastikan peristiwa serupa tidak terjadi lagi, dan mengambil langkah pemulihan terhadap orang yang disiksa,” kata Anam.
Kepolisian Daerah Metro Jaya sejauh ini belum memberi tanggapan terkait rekomendasi dari Komnas HAM tersebut. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan hingga Rabu malam pukul 19.00 belum merespons permintaan konfirmasi dari Kompas.