”Gangster” yang Meresahkan
Kelompok pemuda bersenjata tajam yang tawuran atau juga membegal di jalanan Ibu Kota dan sekitarnya meresahkan warga. Perlu solusi hulu hilir untuk menjawab isu keamanan publik ini.

Celurit yang akan digunakan puluhan pelajar untuk tawuran di Kota Tangerang, Banten, Senin (30/8/2021) malam. Para pelajar itu kongko-kongko untuk tawuran antarsekolah.
Kawanan pemuda bersenjata tajam yang menyebut dirinya ”gangster” menyatroni permukiman warga di Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (9/2/2022) dini hari. Aksi itu terekam video berdurasi 30 detik yang viral di media sosial.
Dalam video tampak belasan lelaki menenteng celurit dan golok. Mereka berlari ke rumah warga sambil mengayunkan senjata tajam secara serampangan. Warga spontan berhamburan menyelamatkan diri.
Aksi gangster seperti itu berulang kali terjadi seolah tak kenal kapok. Januari lalu, Kepolisian Resor Kota Tangerang meringkus 28 remaja bersenjata tajam anggota gang Warmud dan Saung Sans yang hendak unjuk gigi di Balaraja, Cikupa, dan Panongan.
Sebanyak 16 orang berstatus tersangka dan 2 orang buron. Berdasarkan penyidikan, para gangster membuat sendiri senjata tajamnya, lalu saling tantang dan memamerkan aksinya di media sosial sebagai eksistensi masing-masing kelompok.
Kepala Polresta Tangerang Komisaris Besar Zain Dwi Nugroho mengatakan, pihaknya akan meningkatkan patroli seiring maraknya aksi gangster di Kabupaten Tangerang. Patroli itu terutama dilakukan di lokasi dan jam-jam rawan, seperti malam menuju dini hari.
”Kami juga tingkatkan patroli siber karena gangster memanfaatkan media sosial untuk janjian tawuran,” ujarnya.

Ilustrasi. Sejumlah orang terlibat bentrok dan tawuran di sekitar Manggarai, Jakarta Selatan, Rabu (4/9/2019).
Baca juga : Kejahatan Jalanan oleh Remaja yang Meresahkan Warga
Selain upaya tersebut, polisi bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang untuk pengawasan dan pembinaan sebagai upaya mencegah aksi kriminalitas oleh pelajar.
”Antisipasi gangster, tawuran, dan ngebem atau hentikan truk yang melaju kencang,” katanya.
Beberapa waktu lalu, aksi ngebem juga sempat terekam video dan beritanya menjadi viral. Salah satunya ketika salah satu pemuda akhirnya tewas tertabrak truk.
Di Jakarta Barat, Tim Patroli Perintis Presisi Polres Metro Jakarta Barat juga mengamankan sekelompok pemuda seusai terlibat tawuran di daerah Pos Pengumben, Kebon Jeruk, Minggu (30/1/2022). Kelompok itu menamai diri mereka sebagai Gengster Joglo 92.
Kepala Satuan Samapta Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Rahmad Sujatmiko mengatakan, pihaknya mengamankan enam pemuda dari kelompok itu beserta sebuah senjata tajam jenis celurit. Saat akan mengamankan mereka, Polres Metro Jakarta Barat bekerja sama dengan Polres Metro Jakarta Selatan karena mereka melintasi wilayah Jakarta Selatan.
”Sebelum melakukan tawuran, mereka berjanjian terlebih dahulu dengan menggunakan Livestreaming Instagram,” kata Rahmad. Beruntung, tawuran bisa diantisipasi sehingga tidak mengganggu ketertiban dan keamanan umum.
Orangtua tidak ada penghasilan. Usia produktif tidak bekerja. Tidak nyaman dan hubungan kurang harmonis, akhirnya keluar rumah, keliling-keliling dan terlibat gangster atau begal.

Polisi menunjukkan sejumlah celurit milik para pelaku begal di Polres Metro Bekasi, Senin (23/8/2021). Sembilan pelaku begal ditangkap polisi.
Begal
Keberadaan kelompok pemuda yang bersenjata tajam ini juga tidak hanya mengganggu dengan rencana atau aksi tawuran mereka. Ada juga pemuda yang berkomplot untuk melakukan pencurian di jalan dengan kekerasan atau yang biasa disebut begal.
Ini memang bukan masalah baru di Ibu Kota. Harian Kompas pertama kali memuat berita mengenai begal pada terbitan Sabtu, 28 Oktober 1967. Berita berjudul ”Begal Kota Tertangkap” menceritakan pasangan suami istri yang menjadi korban begal dua pemuda saat tengah naik becak di sekitar Stasiun Kota, Jakarta Utara, pada tengah hari bolong.
Sebelum menggasak jam tangan mewah, dua pemuda itu menodongkan dua bilah pisau belati kepada korban. Modus sama pun masih berlaku hingga saat ini. Sayangnya, aksi begal untuk mencuri barang semakin bengis dilakukan pemuda.
Selasa (15/2/2022), lima remaja berusia 17-21 tahun membegal seorang pengendara motor di Jalan Raya Kranggan, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat. Mereka melakukan aksinya pada dini hari di lokasi yang telah mereka perkirakan akan lengang dan sepi dari aktivitas warga.
Baca juga : Lima Remaja Begal Anggota Brimob di Bekasi
Untuk aksinya, mereka menyiapkan dua bilah celurit sepanjang 50 sentimeter. Dengan menggunakan sepeda motor, tiga di antara mereka membegal seorang anggota Brimob yang hendak pergi berdinas, Ajun Inspektur Dua (Aipda) Edi Santoso (40).

Ilustrasi. Begal ditembak.
Demi mengambil motor korban, mereka tega menikam tubuh Edi dengan senjata yang mereka bawa berkali-kali. Edi pun tidak berdaya karena mendapatkan luka parah di punggung dan tangan. Namun, nyawa Edi masih selamat.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan, komplotan ini mengaku sudah lima kali melakukan aksi begal dengan sepeda motor sebagai barang incaran. Motor itu mereka curi untuk dijual kembali secara daring ke pasar yang mereka sudah targetkan.
”Mereka jual dengan harga Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Hasilnya untuk kebutuhan foya-foya mereka,” kata Zulpan di Jakarta.
Efek pandemi
Asep Suryana, sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta, melihat ada tiga faktor kehadiran atau maraknya gangster ataupun begal. Pertama, belum maksimalnya kehadiran negara dalam pemberdayaan ekonomi warga. Apalagi di tengah hantaman pandemi Covid-19, sebagian warga kehilangan pekerjaan ataupun bekerja sekadarnya hanya cukup untuk bertahan hidup.
”Orangtua tidak ada penghasilan. Usia produktif tidak bekerja. Tidak nyaman dan hubungan kurang harmonis, akhirnya keluar rumah, keliling-keliling dan terlibat gangster atau begal,” katanya.
Faktor kedua, dampak pandemi terhadap kondisi psikologis warga. Pandemi mengharuskan warga lebih banyak beraktivitas di rumah saja demi mencegah terpapar virus. Pada saat yang sama ruang gerak dan interaksi sosial menjadi terbatas.

Delapan pelaku kejahatan jalanan di Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, diringkus anggota Polsek Metro Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (20/3/2019).
Menurut Asep, remaja menjadi kian akrab dengan gawai, gim, dan dunia maya. Saat itulah mereka mudah terpapar konten berisi kekerasan. Paparan dalam waktu yang lama menimbulkan anggapan bahwa kekerasan adalah hal yang biasa.
”Setiap orang butuh ruang gerak dan interaksi sosial untuk melepas ketegangan, mengelola konflik, dan sebagainya. Saat tidak tersalurkan, timbul dampak negatif, seperti gangster dan begal,” ucapnya.
Faktor terakhir, representasi agama di ruang publik. Citra negatif agama dalam tayangan sinetron contohnya. Kata Asep, kerap digambarkan kalau kian taat beribadah, maka hidup susah, sial, tertindas, dan sebagainya. Dampaknya, pola pikir itu diserap remaja sehingga kehilangan moral sense dan rentan terlibat aksi-aksi kejahatan, termasuk gangster dan begal.
Senada, pakar kriminologi Universitas Indonesia, Josias Simon Runturambi, melihat, pandemi juga membuat patroli pengamanan berkurang atau teralihkan selama pandemi. Ia menilai penegak hukum bisa mengoptimalkan kembali kinerja tim patroli yang dipimpin satuan Samapta Bhayangkara (Sabhara) di setiap polres hingga polda.
Banyaknya perumahan baru sekarang jadi salah satu faktor banyaknya kriminalitas.
Apalagi baru-baru ini, Polda Metro Jaya memperbarui wajah tim patroli malam di wilayah hukum Polda Metro Jaya dengan nama Tim Patroli Perintis. Tim itu dibuat, antara lain, untuk memperbarui kecakapan anggota agar sesuai prosedur yang berlaku.
”Perlu diketahui, begal dan sebagainya memanfaatkan kesempatan untuk melakukan kejahatan. Ini ruang lingkup dan tugas kepolisian di polsek hingga polsek untuk memahami wilayah dan warganya,” kata Josias.

Di Jatiasih, Bekasi, Kepala Polsek Jatiasih Komisaris Abriansyah, misalnya, mencoba mengaktifkan kembali lagi sistem keamanan keliling di lingkungan warga untuk memberantas aksi begal.
Ia berencana menghidupkan kembali sistem itu sebagai salah satu sistem pencegahan kriminalitas yang banyak terjadi di lingkungan permukiman penduduk.
”Banyaknya perumahan baru sekarang jadi salah satu faktor banyaknya kriminalitas. Faktor lainnya karena Jatiasih menjadi perlintasan warga dari kecamatan atau wilayah lain di sekitarnya. Pelaku pun kebanyakan bukan orang Jatiasih,” ungkapnya.
Baca juga : Insiden Ambarita dan Momentum Memoles Citra Kelelawar Penjaga Ibu Kota
Selain siskamling, ia juga memiliki program untuk meningkatkan dan mengefektifkan patroli malam polisi di daerah yang rawan tindak pidana.
Diharapkan solusi-solusi tersebut dapat berjalan baik dan mengurangi, bahkan menghentikan aksi jahat para pemuda yang meresahkan warga.