Insiden Ambarita dan Momentum Memoles Citra Kelelawar Penjaga Ibu Kota
Viral perilaku Aipda Ambarita yang dinilai melanggar privasi warga mencoreng citra Polri. Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran meresponsnya dengan mereformasi tim patroli malam.
Oleh
ERIKA KURNIA/STEFANUS ATO
·6 menit baca
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR
Suasana pelepasan patroli Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, di Jakarta, Sabtu (20/3/2021). Petugas dan kendaraan telah dilengkapi kamera pengawas bergerak atau electronic traffic law enforcement (ETLE)
Aksi-aksi anggota kepolisian beberapa tahun terakhir banyak menghiasi layar kaca dan platform media sosial dalam program atau akun khusus. Mereka tampil heroik dengan gimik untuk menarik simpati masyarakat yang gerah akan pengganggu ketertiban atau keamaman umum pada malam hari.
Di Polres Jakarta Timur, misalnya, ada tim patroli malam Raimas Backbone. Raimas merupakan kepanjangan dari ”pengurai massa”, yang umum dipakai dalam istilah kepolisian. Tim itu dipimpin Ajun Inspektur Polisi Dua Monang Parlindungan Ambarita sejak 2017. Berbagai aksi tim ini sering ditayangkan di stasiun televisi dan juga media sosial. Akun Youtube Raimas Backbone sampai Oktober 2021 memiliki 1,39 juta pengikut dan akun Instagram dengan nama yang sama memiliki sekitar 229.000 pengikut.
Raimas Backbone yang identik dengan Aipda Ambarita kerap menunjukkan cara mendekati warga yang dicurigai mabuk, berkerumun untuk tawuran, menindak pelaku balap liar hingga begal di jalanan. Mereka yang terjun ke lapangan lengkap dengan seragam beratribut, kendaraan khusus, dan memiliki gayanya sendiri saat berkomunikasi dengan masyarakat.
Namun, pendekatan yang mereka lakukan tidak sepenuhnya dikehendaki masyarakat. Dalam tayangan video yang dipublikasikan pada 21 September 2021, Ambarita dan timnya menyergap dua remaja terduga gangster yang kemudian terbukti membawa senjata. Ia juga mengecek ponsel mereka untuk memastikan mereka tidak sedang berencana terlibat tawuran.
Tindakan Ambarita dan kawan-kawan dinilai berlebihan dan melanggar privasi warga oleh sebagian masyarakat. Peristiwa itu berimbas pada dipindahkannya Ambarita ke salah satu bagian di Polda Metro Jaya.
Sebanyak 24.000 polisi ini akan dibenahi, termasuk Babinkabtibmas dan Babinsa di tiap kelurahan.
Insiden Ambarita ini mencoreng citra polisi. Padahal, citra Polri di mata publik sebenarnya sangat tinggi. Dalam survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas terhadap 1.200 responden di 34 provinsi di Indonesia pada 13-26 April 2021, sebanyak 78,7 persen responden menilai lembaga kepolisian memiliki citra baik.
Citra Polri cenderung lebih baik dibandingkan sejumlah lembaga negara lainnya seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (76,9 persen), Kejaksaan (74,2 persen), dan Mahkamah Agung (73,5 persen).
POLDA METRO JAYA
Kepolisian Daerah Metro Jaya menggelar patroli pada Minggu (22/3/2020) malam di wilayah Jakarta Selatan, Pusat, dan Barat, untuk membubarkan masyarakat yang masih bercengkerama atau berkegiatan di luar rumah.
Direktur Samapta Polda Metro Jaya Komisaris Besar Gatot Haribowo, mengatakan, tindakan yang ditampilkan Ambarita dan timnya secara umum tidak sesuai standar prosedur operasional (SOP) petugas Sabhara. Hal ini pula yang menjadi salah satu pertimbangan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran untuk mereformasi tim patroli malam di Ibu Kota.
”Yang pasti, Kapolda tidak akan menghentikan kegiatan (patroli malam) seperti ini. Bahkan, beliau punya keprihatinan, jangan sampai polisi ketika patroli dari zaman kuliah sampai dia letnan dua, begini-begini saja,” katanya, ketika ditemui di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/11/2021) sore.
Dari arahan pimpinan Polda Metro Jaya, fungsi pasukan pengendalian keamanan dan ketertiban masyarakat akan dikembalikan sesuai jalurnya. Tim patroli malam bakal diperkuat dengan menghadirkan tim impian yang bakal diberi nama Tim Patroli Perintis Presisi.
”Jadi, tim tim yang selama ini bermunculan dari setiap polres, khususnya tim patroli, harus berpenampilan polisi yang berseragam. Tujuannya apa? Memberikan keamanan, kenyamanan di jam tertentu, khususnya malam. Tim yang sudah ada tetap berjalan, hanya akan diperkuat dengan tim yang ada di Polda,” tutur Gatot.
Direktorat Sabhara akan ikut memperkuat tim patroli malam di lima Polres yang selama ini masing-masing minimal memiliki satu tim patroli malam beranggotakan 10 anggota polisi. Polda Metro Jaya akan menyiapkan lima tim yang akan membantu menguatkan patroli malam di lima wilayah sejak pukul 22.00 hingga 05.00. Kerja mereka nantinya akan diperkuat tambahan 45 kendaraan patroli.
Tim gabungan ini akan memiliki kesamaan dalam hal tampilan mulai dari kerapihan rambut, keseragaman atribut pakaian, termasuk rompi dan helm. Penyediaan peralatan dan persenjataan juga akan disamakan, seperti kamera helm, tongkat besi, sampai alat pengetes alkohol atau obat-obatan terlarang. Mereka juga memiliki kesamaan keahlian dan bekal pengetahuan. Anggota yang berpatroli malam akan mendapat pelatihan terkait SOP, cara berkomunikasi polisi, hingga pemahaman mengenai Hak Asasi Manusia agar tetap humanis.
KOMPAS/Erika Paramisora
Direktur Samapta Polda Metro Jaya Komisaris Besar Gatot Haribowo,
Optimalkan pencegahan
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, secara terpisah, mengatakan, tim patroli malam yang akan bertransformasi ini diharapkan bisa mengoptimalkan upaya pencegahan gangguan ketertiban dan tindakan kejahatan. Transformasi ini diperlukan meskipun jumlah polisi di wilayah hukum Polda Metro Jaya sudah mencapai sekitar 24.000 orang, termasuk sekitar 2.000-an polisi Sabhara. Jumlah itu dinilai sudah cukup dalam menjaga kondusivitas Ibu Kota.
”Sebanyak 24.000 polisi ini akan dibenahi, termasuk Babinkabtibmas dan Babinsa di tiap kelurahan. Kita sudah merancang, khususnya di Jakarta yang berbeda dengan wilayah aglomerasi lain, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, atau Kalimantan yang tidak padat wilayahnya,” kata Yusri.
Adapun jumlah penduduk di Jakarta, sebagai pusat wilayah hukum Polda Metro Jaya, sangat dinamis. Meski penduduk ber-KTP Jakarta hanya sekitar 8,9 juta orang, pada siang hari, Ibu Kota didatangi komuter hingga jumlahnya bisa mencapai 12 juta orang.
Tren kejahatan di wilayah Jakarta dan sekitarnya menurut catatan Polda Metro Jaya meningkat di awal tahun 2021 dibandingkan tahun lalu. Peningkatan terutama pada kasus pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian dengan pemberatan (curat) dan pencurian kendaraan bermotor (curanmor).
”Memang di masa pandemi ini ada beberapa kejadian yang sempat alami peningkatan. Kalau kita bandingkan tahun lalu dengan bulan yang sama, misalnya September kemarin saja, kasus curat, curas, dan curanmor alami penurunan. Tapi setelah Covid-19 melandai memang ada peningkatan,” kata Yusri pada triwulan ketiga tahun ini.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus
Survei dwi tahunan The Economist Intelligence Unit bertajuk ”Indeks Kota Aman 2021” juga melaporkan, Jakarta ada di peringkat ke-52 dengan skor 47,6 pada indikator keamanan pribadi. Prestasi itu menurun dibanding 2019, di mana Jakarta mendapat peringkat ke-43 dengan skor 71,7 dari skor maksimal 100.
Indikator keamanan pribadi antara lain mencatat prevalensi kejahatan ringan, terorganisasi, dan dengan kekerasan. Hasil dari penghitungan tersebut juga termasuk ketidaksetaraan pendapatan dan jumlah penduduk dalam ketidakstabilan pekerjaan, yang tidak dihitung dalam survei 2019.
Sementara itu, pada 2020, Polda Metro Jaya mencatat angka kriminalitas lebih rendah dibandingkan dengan masa sebelum pandemi di 2019. Sepanjang tahun lalu, jumlah tindak pidana secara keseluruhan mencapai 30.324 kasus, turun 2.290 kasus dibandingkan pada 2019, yang sebanyak 32.614 kasus.
Risiko penduduk terkena tindak pidana (crime rate) juga turun. Pada 2020, dari setiap 100.000 penduduk DKI Jakarta dan sekitarnya, terdapat 133 orang menjadi korban kejahatan. Sementara angka pada 2019, yaitu 143 orang.
Kompas
Ilustrasi kejahatan
Satu kejahatan pun terjadi hanya setiap 17 menit 33 detik di tahun lalu, tidak lebih dari pada 2019 di mana satu kejahatan terjadi setiap 16 menit 11 detik. Penyelesaian tindak pidana (crime clearance) oleh polisi naik 7 persen, dari 31.854 kasus (98 persen) pada 2019 menjadi 34.239 kasus (113 persen) tahun 2020.
”Salah satu faktor yang membuat menurunnya angka kejahatan mungkin karena aktivitas masyarakat yang menurun,” kata Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran.
Anggota Kompolnas Poengky Indarwati menilai, patroli di malam hari penting dan tetap dibutuhkan sebagai tindakan preventif untuk mencegah kejahatan. Penggunaan berbagai kanal media termasuk media sosial oleh anggota Polri juga sama sekali tidak menjadi persoalan selama mereka mengedepankan etika dan sopan santun.
”Edukasi melalui media sosial dengan menampilkan kesederhanaan dan jiwa melayani dari anggota Polri mampu meningkatkan kepercayaan publik pada aparat,” ujarnya.