Lemahnya penerapan protokol kesehatan ketat di masa PPKM level 3 mulai berdampak kepada tenaga kesehatan yang mulai terpapar Covid-19 di Kota Depok.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Upaya peningkatan cakupan vaksinasi Covid-19 penguat harus dibarengi dengan protokol kesehatan ketat. Meski masuk penanganan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 3, kepatuhan terhadap protokol kesehatan masih rendah.
Di Kota Bogor, Jawa Barat, cakupan vaksin penguat (booster) mencapai 10,43 persen atau 85.496 orang sudah divaksin. Cakupan vaksin itu sementara menjadi yang tercepat di Jawa Barat, menyusul kemudian Kota Bandung dengan capaian 8,37 persen, Kota Cirebon 6,24 persen, dan Kota Cimahi 6 persen.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, pihaknya akan terus berupaya meningkatkan capaian vaksinasi. Ia berharap masyarakat yang sudah memenuhi persyaratan segera melengkapi vaksinasi penguat.
”Yang belum dosis kedua segera, yang belum di booster segera, karena kalau sudah lengkap vaksinnya, walaupun terpapar si Omicron, maka gejalanya ringan. Ini bukan asumsi, ini berdasarkan data,” kata Bima, Minggu (13/2/2022).
Meski varian Omicron menimbulkan gejala ringan, orang lanjut usia dan memiliki komorbid serta belum divaksin tetap harus diwaspadai karena merupakan golongan rentan. Bima mengatakan, data menunjukan bahwa di antara pasien positif yang parah dan meninggal, lebih dari 60 persen belum divaksin.
”Makanya, kemudian kita genjot, kita percepat vaksinasi. Dan ingat protokol kesehatan ketat,” ujar Bima.
Angka vaksinasi di Kota Bogor, lanjutnya, termasuk salah satu yang tertinggi akselerasinya. Dosis pertama sudah 103 persen, dosis kedua 90 persen, dan vaksin penguat 90 persen. Adapun untuk warga lansia, dosis pertama mencapai 81 persen, dosis kedua mencapai 72 persen, dan vaksin penguat 24 persen.
Untuk remaja, vaksinasi dosis pertama sudah mencapai 114 persen, dosis kedua 101 persen, dan vaksin penguat sedang berlangsung. Untuk anak usia 6-11 tahun, cakupan vaksinasi dosis pertama mencapai 96 persen dan dosis kedua 78 persen.
Ada rasa jenuh dengan adanya pembatasan. Hal itu membuat warga jadi abai dan protokol kesehatan melemah.
Meski cakupan vaksinasi dan vaksinasi penguat tinggi, Bima tetap mengingatkan warga untuk patuh terhadap protokol kesehatan ketat. Demi menekan mobilitas warga, satuan tugas Covid-19 masih memberlakukan penutupan jalur pedestarian sistem satu arah (SSA) Kebun Raya Bogor dan sistem ganjil genap serta meniadakan pembelajaran tatap muka (PTM). Aturan itu akan diperpanjang jika masih dalam PPKM level 3 atau penyebaran Covid-19 belum melandai.
Dalam pemantauan tim penegak hukum satgas Covid-19, masih ditemukan pelanggaran protokol kesehatan. Tidak hanya kerumunan di kafe atau tempat lain, tetapi juga penggunaan masker yang belum dilakukan dengan baik dan benar, bahkan ada pula yang tak menggunakan masker.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Bogor Ilham Chaidar mengatakan, cakupan vaksinasi yang tinggi saja tidak cukup jika tidak ada kepatuhan terhadap protokol kesehatan di lingkungan pekerjaan dan sosial. Penularan varian Omicron yang cepat tetap bisa menjangkau warga yang sudah menerima vaksin. Tanpa protokol kesehatan ketat, paparan Covid-19 akan semakin cepat dan tinggi.
”Banyak yang menganggap varian Omicron hanya virus ringan. Pemahaman ini keliru. Tinggi paparan saat ini karena lemahnya protokol kesehatan. Kita tidak bisa anggap ini remeh. Tetap saja harus mendapat perawatan jika terpapar. Dampak kesehatan ini tetap harus diperhatikan, kita tak perlu abai. Ingat, tanpa prokes ketat, kita tidak akan lepas dari pandemi ini,” kata Ilham.
Ilham melanjutkan, PPKM level 3 seharusnya menjadi peringatan bagi semua pihak untuk patuh menjalankan protokol kesehatan. Namun, nyatanya itu tidak terjadi, khususnya di wilayah aglomerasi Jabodetabek di mana tingkat penyebaran Covid-19 tinggi.
”Ada rasa jenuh dengan adanya pembatasan. Hal itu membuat warga jadi abai dan protokol kesehatan melemah. Tapi, pandemi ini membawa kita hidup dalam tatanan normal baru, yaitu protokol kesehatan menjadi bagian kehidupan kita. Jika harus beraktivitas pun tetap (harus mematuhi) protokol kesehatan. Ingat selalu cuci tangan, penggunaan masker yang baik, dan pola hidup sehat. Ini sangat penting dalam masa pandemi ini,” katanya.
Lemahnya penerapan protokol kesehatan juga terjadi di kawasan wisata Puncak, Kabupaten Bogor. Kebijakan ganjil genap yang berlaku di delapan titik ternyata tidak menghalangi warga untuk berwisata.
Kurangnya petugas patroli membuat warga tidak mematuhi protokol kesehatan, seperti di Gunung Mas. Sejak libur tahun baru China, pengawasan kepatuhan protokol kesehatan tampak longgar. Kawasan Gunung Mas, misalnya, kembali ramai oleh pedagang kaki lima sehingga mengundang keramaian pengunjung tanpa menerapkan protokol kesehatan ketat.
Berdasarkan pantauan, polisi memberlakukan sistem satu arah dari arah atas ke bawah sekitar pukul 13.00 hingga pukul 16.00. Arus lalu lintas cukup padat dan terjadi kemacetan di beberapa titik di sekitar Pasar Cisarua. Kemacetan juga terjadi karena penyempitan ruas jalan.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Sabtu (12/2/2022), kasus positif Covid-19 yang terkonfirmasi mencapai 1.887 kasus. Adapun kasus aktif mencapai 4.859 kasus.
Depok masih tertinggi
Kota Depok masih tercatat sebagai kota dengan kasus tertinggi di Jawa Barat, yaitu 2.715 kasus konfirmasi positif. Adapun kasus aktif bertambah menjadi 2.588 kasus sehingga total mencapai 23.490 kasus.
Tinggi angka paparan itu berdampak pada tenaga kesehatan. Juru bicara Satuan Tugas Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana, menuturkan, 115 tenaga kesehatan terpapar Covid-19.
”Mereka memiliki tugas ganda tidak hanya di rumah sakit atau puskesmas, tetapi juga membantu pelaksanaan vaksinasi, pengawasan isolasi mandiri, dan tugas lain sehingga mereka menjadi kelompok yang rentan,” kata Dadang.
Saat ini, dengan angka kasus yang tinggi, kata Dadang, satu tenaga kesehasan dalam membantu penanganan pandemi Covid-19 bisa mengawasi hingga 50 warga yang menjalani isolasi mandiri.
”Kondisi ini membuat kita harus (menerapkan) protokol kesehatan ketat. Kesadaran ini sangat perlu dan penting. Jangan sampai nakes (tenaga kesehatan) dan warga lain semakin banyak yang terpapar. Jika banyak nakes yang terpapar, akan berdampak luas pada pelayanan, akan merugikan kita,” ujar Dadang.