Rumah Sakit Antisipasi Lonjakan Kasus di Kota Bogor
Selain kesiapan rumah sakit dalam penanganan pasien Covid-19 khusus bergejala sedang dan berat, Satgas Covid-19 Kota Bogor pun membatasi mobilitas warga dengan menutup jalur pedestrian SSA dan memberlakukan ganjil genap.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Kasus positif Covid-19 di Kota Bogor terus meningkat, mencapai 336 kasus. Satuan Tugas Covid-19 Kota Bogor meminta rumah sakit rujukan mengantisipasi lonjakan kasus agar tidak kolaps.
Lonjakan kasus tersebut menjadi rekor tertinggi pada 2022 atau sejak varian Omicron masuk ke Indonesia meski belum ada temuan kasus pasien Omicron di Kota Bogor. Dari data Dinas Kesehatan Kota Bogor pada Jumat (4/2/2022), konfirmasi positif Covid-19 mencapai 336 kasus. Adapun kasus aktif atau masih sakit mencapai 1.141 kasus.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, lonjakan kasus ini menjadi sinyal keras untuk semua lapisan warga dan lembaga agar tidak menganggap remeh atau abai dengan protokol kesehatan. Begitu pula dengan rumah sakit rujukan harus siap mengantisipasi lonjakan pasien.
Satuan Tugas Covid-19 bersama pihak rumah sakit harus mengambil langkah cepat dan memastikan prioritas layanan rawat inap di rumah sakit adalah para pasien yang betul-betul memerlukan perawatan secara intensif, yaitu pasien yang bergejala sedang dan berat.
”Tempat tidur di rumah sakit betul-betul diprioritaskan bagi pasien dengan gejala sedang, berat, dan kritis. Meski begitu, yang bergejala ringan dan tak bergejala tetap harus juga diperhatikan. Mereka yang isolasi mandiri harus juga terpantau ketat,” kata Bima, Sabtu (5/2/2022).
Selain itu, persentase dari komposisi pasien berdasarkan kondisi klinis secara berkala menjadi hal penting pula diperhatikan untuk mengetahui tingkat keterpaparan pasien agar diketahui pasien dalam kondisi berat, sedang, ringan, ataupun tidak bergejala.
Langkah kesiapan dan prioritas penanganan pasien sedang dan berat, terutama warga lansia ataupun yang memiliki penyakit penyerta dalam kondisi berat untuk mengendalikan angka ketersediaan tempat tidur serta rumah sakit tidak kolaps. Hal tersebut, kata Bima, mengikuti instruksi Menteri Kesehatan yang diturunkan kepada Gubernur Jawa Barat.
Tidak hanya itu, Bima juga meminta pihak rumah sakit tetap terus berkoordinasi dengan satgas dan Dinas Kesehatan Kota Bogor untuk memperbarui data, terutama ketersediaan tempat tidur. Berdasarkan surat edaran Kementerian Kesehatan, konversi tempat tidur minimal 30 persen.
”Kondisi saat ini, diakuinya, terjadi secara cepat dan di luar prediksi. Persiapan rumah sakit dari berbagai aspek harus diperhatikan benar-benar,” kata Bima.
Kepala Dinkes Kota Bogor Sri Nowo Retno menambahkan, persiapan secara menyeluruh dari berbagai aspek harus dilakukan semua rumah sakit di Kota Bogor. Di antaranya menyediakan tempat tidur isolasi minimal 30 persen konversi dengan evaluasi harian, menyiapkan fasilitas ICU untuk isolasi Covid-19.
”Saat ini, angka tempat tidur dan ICU masih 18 persen (21 rumah sakit rujukan). Kemudian obat-obatan, oksigen, tenaga kesehatannya, beban, dan pengaturan SDM-nya itu penting agar pengalaman yang sudah-sudah tidak terulang lagi,” ujarnya.
Retno mengatakan, pasien Covid-19 dengan kriteria tanpa gejala dan ringan cukup menjalani isolasi mandiri ataupun di pusat isolasi terpadu. Masyarakat yang mampu secara ekonomi terpapar Covid-19 bisa menjalani isolasi mandiri di hotel yang bekerja sama dengan rumah sakit berkoordinasi dengan Dinkes Kota Bogor.
”Pemantauan dilakukan dinkes. Rumah sakit boleh bekerja sama dengan hotel untuk orang tanpa gejala (OTG) dan bergejala ringan berkoordinasi dengan dinkes dan di bawah pengampunya rumah sakit tersebut,” katanya.
SSA ditutup
Wakil Ketua Satgas Covid-19 sekaligus Kepala Kepolisian Resor Kota Bogor Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro melanjutkan, dari tingginya lonjakan kasus dan upaya mengurangi kerumunan, jalur pedestarian di sistem satu arah (SSA) Kebun Raya Bogor ditutup mulai Sabtu-Minggu (5-6/2-2022).
”Ini untuk mencegah bertambahnya kasus Covid-19 di Kota Bogor yang meningkat pekan ini. Penutupan SSA guna menekan mobilitas masyarakat. Sebab, setiap akhir pekan, banyak masyarakat yang melakukan aktivitas olahraga atau jalan-jalan di jalur pedestarian SSA,” ujar Susatyo.
Penutupan jalur pejalan kaki juga berbarengan dengan pemberlakuan rekayasa sistem ganjil genap di setiap akhir pekan yang sudah berjalan sebelumnya serta pemberlakuan sterilisasi lalu lintas jalur SSA mulai pukul 22.00 hingga pukul 06.00.
Langkah-langkah kebijakan itu, lanjut Susatyo, berdasarkan hasil evaluasi sejak awal Januari hingga saat ini, mobilitas masyarakat dari luar kota dan dalam Kota Bogor masih cukup tinggi.
”Untuk itu dilakukan pembatasan-pembatasan aktivitas. Tidak hanya kendaraan dan fasilitas publik, petugas juga melakukan pengawasan di pusat-pusat perbelanjaan dan restoran,” katanya.
Terkait pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas 50 persen pada semua satuan pendidikan yang sudah dihentikan, Bima melanjutkan, bisa diperpanjang jika masih dalam peningkatan kasus.
Menurut dia, keputusan itu tak perlu menunggu keputusan dari pemerintah pusat. Sebagai Wali Kota Bogor, Bima menyampaikan keputusannya dan persetujuan penghentian PTM hanya kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
”Dari awal, sejak temuan kasus di sekolah, langsung kami putuskan dihentikan. Namun, tetap perkembangan dan situasinya kami laporkan kepada Gubernur Jawa Barat. Ini terkait kesehatan anak-anak kita, jangan sampai meluas. Jadi harus dihentikan. PTM bisa diperpanjang jika belum landai kasusnya,” kata Bima.