Ada saja keluhan bolongnya karantina kesehatan dari bandara hingga tempat karantina.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Hingga kini belum ada obat mujarab terhadap berbagai keluhan layanan karantina kesehatan di Jakarta. Masalah lama ini kembali mencuat setelah Sabtu (29/1/2022) Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno melalui akun Instagram mengunggah keluhan layanan karantina kesehatan oleh turis asal Ukraina yang membawa anak berusia 6 tahun.
Sandi mendapat laporan bahwa turis yang hendak berlibur ke Bali itu mendapat masalah pada hari terakhir karantina di salah satu hotel di Jakarta. Mereka menerima kabar kalau hasil tes PCR sebelum meninggalkan hotel positif Covid-19.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun turun tangan. Sandi berharap ke depannya tidak ada lagi wisatawan yang mendapat pengalaman kurang mengenakkan.
”Saya tidak akan segan untuk menindak tegas oknum-oknum yang mencoba mengambil keuntungan, tetapi mencoreng nama baik Indonesia!” tulisnya dalam unggahan tersebut.
Tak hanya Sandi, Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) juga menerima banyak keluhan layanan karantina kesehatan. Bahkan, salah satu pengurusnya mengalami sendiri ketika kembali dari perjalanan luar negeri.
”Sudah ada keluhan dari 2021. Masalahnya mulai dari bandara sampai tempat karantina. Tamu tur dan travel jadi apatis dengan peraturan karena ada kongkalikong dan ada juga yang khawatir melakukan perjalanan,” ujar Pauline Suharno, Ketua Umum DPP Astindo, Kamis (3/2/2022).
Pauline mencontohkan pengalaman suami istri yang kembali dari tur ketika karantina di salah satu hotel di Jakarta, dua pekan yang lalu. Pada hari keenam, hasil tes usap PCR istri negatif, sedangkan suami positif sehingga dirujuk ke RSDC Wisma Atlet Kemayoran.
Suami istri itu menolak dan meminta isolasi di rumah sakit karena sanggup membiayainya. Mereka diantar ke rumah sakit swasta di Jakarta Barat dengan mobil terpisah.
Sepanjang jalan, sopir terus menanyakan si istri akan ke ATM untuk menarik uang atau tidak. Jengah ditanyai berulang, ia setuju ke ATM dan memberikan tip beberapa ratus ribu kepada sopir.
”Pelaku perjalanan jadi takut di-covid-kan. Belum lagi kongkalikong penempatan tempat karantina dengan menuggu sampai penerbangan terakhir,” katanya.
Pengalaman tersebut hampir sama dengan pengurus Astindo yang kembali dari tur ke Turki dan transit di Dubai sebelum tiba di Jakarta. Setiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, rombongan melalui serangkaian pemeriksaan, termasuk tes PCR.
Mereka lalu dijemput dengan mobil yang disewa dari pihak ketiga untuk berangkat ke hotel karantina. Dalam perjalanan, sopir bercerita kalau kerap terjadi pertukaran joki karantina di tengah jalan. Misalnya, majikan bertukar dengan asisten rumah tangga atau tukang kebunnya.
Singkat cerita, rombongan menjalani karantina di hotel. Hasil tes PCR menunjukkan ada empat orang yang positif Covid-19 dengan kondisi tanpa gejala.
Di situ mereka meminta tes PCR ulang, tetapi tidak diperbolehkan karena sesuai ketentuan pemerintah. Akhirnya mereka diberikan opsi karantina di wisma atlet, rumah sakit swasta, atau hotel isolasi.
Rombongan memilih perawatan di rumah sakit. Mereka dirawat dan diberikan vitamin, dan sampai hari kesepuluh kembali tes PCR dengan hasil tes negatif.
Sekamar positif
Keluhan lain datang dari Khadijah (32) yang kembali dari luar negeri pada pertengahan Januari lalu. Ia dan rombongan menjalani karantina di Rusun Pasar Rumput.
Saat menunggu antrean keberangkatan bus ke tempat karantina, berseliweran orang yang naik ke bus dan menawarkan jasa aktifkan IMEI Rp 300.000, kartu sim Rp 150.000, dan colokan gawai Rp 50.000 kepada pekerja migran.
”Aneh, petugas membiarkan saja orang-orang itu masuk keluar. Seperti dimanfaatkan sama orang-orang tertentu,” katanya.
Setibanya di Rusun Pasar Rumput, antrean berjalan lancar hingga pembagian satu kamar untuk tiga orang. Namun, kamar belum dibersihkan, masih tersisa bekas penghuni sebelumnya yang tidak diketahui negatif atau positif Covid-19.
Khadijah sontak protes dan minta pindah ke kamar lain yang bersih. Permintaannya urung terkabul karena, kata petugas, kamar kosong sudah dipesan oleh orang lain dari bandara.
”Kok bisa begitu, di-booking, tetapi tidak tahu kapan orangnya datang,” ujarnya.
Akhirnya kamar itu dibersihkan dan Khadijah menjalani karantina. Sampai pada hari ketujuh, salah satu penghuni kamar terkonfirmasi positif Covid-19. Namun, mereka tetap sekamar nyaris seharian.
Khadijah mempertanyakan prosedur karena ia dan satu orang lain bisa terpapar SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Kekhawatiran mereka pun menjadi kenyataan.
”Lima hari setelahnya, kami positif. Ternyata bukan cuma kami yang mengalami seperti itu, ada kamar lain juga,” katanya.
Mereka dirujuk ke RSDC Wisma Atlet Kemayoran. Berangkat pukul 10.00, mereka masuk kamar pukul 04.30 dini hari karena antrean panjang pasien Covid-19.
Sesuai prosedur
Imran Pambudi, Koordinator Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan, memastikan, prosedur karantina kesehatan sudah sesuai Surat Edaran Satgas Covid-19 Nomor 2 Tahun 2022 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Luar Negeri Pada Masa Pandemi Covid-19.
Tes usap PCR bandingan, katanya, hanya boleh saat tes usap kedua pada hari keenam dan dilakukan oleh tiga laboratorium yang telah ditentukan dalam surat edaran. Sementara antrean terjadi karena wisma atlet saat itu kondisinya penuh sehingga perlu waktu untuk mengantre dan memang banyak orang yang positif tanpa gejala.
”Saat ini, kami sudah tambah enam hotel untuk isolasi, bervariasi, bintang 2 sampai 4,” ujarnya.