Antre 8-9 Jam demi Dapatkan Fasilitas Karantina Pemerintah
Terbatasnya tempat tidur, mahalnya tarif hotel, dan antrean panjang menjadi momok bagi pelaku perjalanan luar negeri yang harus karantina selama 10 hari.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·5 menit baca
Layanan karantina dikeluhkan oleh warga yang kembali dari perjalanan luar negeri karena terbatasnya tempat tidur di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, mahalnya tarif hotel, dan antrean panjang hingga berjam-berjam. Otoritas berwenang membuka Terminal 2F Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta guna mengurai antrean panjang sebelum warga berangkat ke lokasi karantina.
Salah satu keluhan datang dari Arie, warga Jakarta yang tengah menempuh pendidikan lanjutan di Belanda. Ia tiba di bandara pada 13 Desember pukul 13.00 setelah transit di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, tetapi baru masuk tempat karantina di Rumah Susun Pasar Rumput pukul 22.00.
”Saya kira akan ditempatkan di Wisma Atlet Pademangan, tapi ternyata di Rusun Pasar Rumput. Kami antre cukup lama mulai dari pendataan di bandara hingga masuk kamar di rusun pukul 22.00,” katanya yang baru selesai karantina, Senin (20/12/2021).
Setelah pendataan di bandara, rombongannya masuk ke bus yang akan mengantar ke tempat karantina. Pukul 16.00, bus berangkat dan tiba di Rusun Pasar Rumput pukul 17.30.
Arie mengatakan, mereka masih menunggu di dalam bus untuk pendataan sebelum masuk ke rusun pukul 19.30. Seingatnya saat itu ada tujuh bus dalam satu antrean. Setelah pendataan, mereka mendaftar ulang lagi di lantai 3 rusun sebelum masuk ke satu kamar untuk tiga orang.
”Kurang lebih 8-9 jam waktu untuk kami yang akan dikarantina di fasilitas pemerintah. Kontras sekali dengan pasangan berpaspor merah dan empat orang yang sepertinya ASN (aparatur sipil negara). Mereka tidak mengantre di bandara,” ujarnya.
Sepengelihatannya empat orang itu sepertinya dikawal oleh petugas berseragam dan seorang pria berpakaian dengan identitas salah satu kementerian.
Kurang lebih 8-9 jam waktu untuk kami yang akan dikarantina di fasilitas pemerintah. Kontras sekali dengan pasangan berpaspor merah dan empat orang yang sepertinya ASN. Mereka tidak mengantre di bandara.
Arie menambahkan, dirinya puas dengan karantina di Rusun Pasar Rumput meskipun ada kendala seperti jumlah peralatan mandi, cuci, dan fasilitas kakus yang jumlahnya kurang. Makanan yang tersedia kurang memadai dan membuat penghuni berebutan.
”Kadang ada yang tidak dapat, serta petugas yang membagikan tidak memakai masker dan malah menawarkan jasa ke penghuni untuk membeli melalui dia. Saya juga lihat orang dengan tag warna hijau (bukan petugas resmi) bisa bebas masuk untuk mengantarkan pesanan penghuni,” ucapnya.
Hal tersebut membuatnya bergidik ngeri karena khawatir potensi penularan SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 bakal meningkat.
Hotel mahal
Riza Nasser, warga Jakarta lainnya, turut mengeluhkan layanan karantina sepulang menengok istri dan anaknya di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 8 Desember. Ia tiba di bandara menjelang tengah malam setelah transit di Singapura.
”Petugas memeriksa dokumen, kemudian merekomendasikan karantina di hotel selama 10 hari dengan biaya Rp 8,2 juta. Saya tak sanggup, saya minta dapat fasilitas karantina yang lebih murah,” tuturnya.
Petugas pemeriksa dokumen menyarankan ia meminta karantina di RSDC Wisma Atlet dengan diskresi Satgas Covid-19 walaupun dikhususkan untuk pekerja migran dan pelajar/mahasiswa yang telah menamatkan studi di luar negeri serta ASN yang melakukan perjalanan.
Hasil lobinya kepada seorang petugas membuahkan hasil antrean bersama warga yang akan diantar ke Wisma Atlet. Pukul 02.00 dini hari mereka didata satu per satu sebelum naik ke bus yang tidak ada penjarakan antarbangku. Bus ternyata tidak ke Wisma Atlet. Mereka tiba di Rusun Pasar Rumput pukul 07.00 dan mengantre hingga pukul 14.00 sebelum masuk ke dalam.
Riza mengatakan, petugas menginformasikan bahwa waktu karantina 5-7 hari karena ruangan penuh dan banyak antrean. Petugas juga meminta mereka taat protokol kesehatan dan tidak berlama-lama di ruang terbuka lantai tiga.
”Belajar dari pengalaman di Malaysia. Kita (Indonesia) harus berbenah dan neniru hal baik di luar agar karantina murah dan efektif serta terkontrol,” katanya.
Di Kuala Lumpur, ia menjalani karantina di rumah sendiri selama 7 hari setelah pemerintah mengecek ketersediaan kamar kosong, kamar mandi, dan aspek kesehatan lainnya. Ia wajib mengisi formulir kesehatan setiap hari dan memakai gelang khusus yang tak boleh dilepas selama karantina.
Denda sekitar Rp 15 juta menanti jika melepas gelang dan masuk penjara jika keluar rumah selama karantina. ”Teknis bisa ditiru. Ada pengawasan dari RT/RW kalau melanggar kena denda supaya aspek kesehatan terpenuhi,” ujarnya.
Karantina
Satgas Covid-19 dalam Surat Edaran Nomor 25/2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada masa Pandemi Covid-19 mewajibkan pelaku perjalanan internasional melakukan tes usap PCR saat kedatangan, karantina selama 10 hari, tes ulang PCR kedua pada hari ke-9 karantina, dan karantina selama 14 hari khusus WNA/WNI yang tiba dari 11 negara tempat transmisi komunitas varian Omicron.
Pekerja migran dan pelajar/mahasiswa yang telah menamatkan studi di luar negeri serta ASN yang melakukan perjalanan tugas menjalani karantina di Wisma Pademangan, Wisma Atlet Kemayoran, Rusun Pasar Rumput, dan Rusun Nagrak.
Warga di luar ketentuan tersebut menjalani karantina mandiri di lebih dari 105 hotel yang telah mendapatkan status cleanliness, health, safety, environment sustainability (CHSE) dan berdasarkan rekomendasi Satgas Covid-19.
Adapun berlaku dispensasi pengurangan durasi karantina dan/atau pelaksanaan karantina mandiri di rumah masing-masing kepada pejabat setingkat eselon I ke atas yang kembali dari perjalanan dinas di luar negeri. Dispensasi hanya berlaku individual dan harus diajukan minimal 3 hari sebelum kedatangan di Indonesia kepada Satgas Covid-19 dan berdasarkan evaluasi kementerian/lembaga terkait.
Dalam kurun 29 November hingga 16 Desember, Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta mencatat 44.774 WNI datang dan 41.588 orang berangkat melalui bandara tersebut. Jumlah itu belum termasuk kedatangan 15.725 WNA dan keberangkatan 16.104 orang dalam periode yang sama.
Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Soekarno-Hatta Darmawali Handoko mengakui terjadi antrean di terminal kedatangan internasional karena Satgas Covid-19 masih menyiapkan tempat karantina di Wisma Pademangan, Wisma Atlet Kemayoran, Rusun Pasar Rumput, dan Rusun Nagrak.
”Untuk bandara juga sudah dibuka Terminal 2F untuk kedatangan luar negeri supaya antrean bisa berkurang. Yang ingin karantina di hotel sudah ada petugas hotel di bandara,” katanya ketika dihubungi secara terpisah.
Darmawali memastikan antrean bakal berkurang karena tes PCR di bandara untuk warga yang akan karantina di hotel. Sementara karantina di fasilitas pemerintah, tes berlangsung di lokasi karantina.