Status Tersangka Tak Hentikan Buruh Banten Perjuangkan Kenaikan Upah
Organisasi-organisasi pekerja atau buruh se-Banten tetap menolak upah minimum kabupaten/kota 2022. Mereka akan kembali berunjuk rasa besar-besaran pada 5 Januari hingga Gubernur Banten merevisi besaran UMP.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Tim advokasi dari organisasi-organisasi pekerja atau buruh mengajukan penangguhan penahanan terhadap enam buruh tersangka kasus menduduki ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim. Tim advokasi menjamin buruh akan kooperatif mengikuti proses hukum sambil berupaya agar Gubernur mencabut laporan polisi.
Enam buruh menjadi tersangka setelah memasuki ruang kerja Gubernur yang kosong di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Kota Serang, Rabu (22/12/2021). Mereka bergantian duduk di kursi orang nomor satu di Banten itu, mengambil minuman yang ada di kulkas dan meja, serta merekam aksi tersebut setelah gagal beraudiensi.
”Kami minta Polda Banten tangguhkan penahanan dengan jaminan kooperatif mengikuti seluruh proses hukum. Kami juga komunikasi dengan kuasa hukum Gubernur supaya kasus bisa stop dengan mencabut laporan polisi,” kata Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, yang mewakili tim advokasi dalam pertemuan daring, Selasa (28/12/2021).
Kami minta semua pihak dapat menyampaikan pernyataan yang menyejukkan di ruang publik dan memercayakan penanganan terhadap para tersangka pada Polda Banten.
Tim advokasi menyayangkan sikap Gubernur dalam merespons aksi buruh. Alih-alih berdialog dengan buruh yang memperjuangkan upahnya, justru melaporkan aksi tersebut sehingga buruh terancam 2 tahun penjara dan 5 tahun 6 bulan penjara.
Said mengatakan, organisasi-organisasi buruh se-Banten tetap menolak upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2022 dan akan melanjutkan unjuk rasa dengan skala lebih besar. Aksi itu akan berlangsung 5 Januari hingga Gubernur merevisi UMK tahun 2022 sesuai rekomendasi bupati/wali kota.
”Aksi besar-besaran akan dilanjutkan sampai ada revisi. Kami pastikan aksi akan sesuai aturan dan tidak ganggu ketertiban, apalagi sampai menerobos kantor Gubernur,” katanya.
Di sisi lain, organisasi-organisasi buruh se-Banten berharap Gubernur membuka ruang dialog dengan menemui buruh atau beraudinesi, seperti yang terjadi di DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Miskomunikasi
Kisruh buruh dan Gubernur terjadi lantaran tidak adanya ruang dialog atau audiensi. Polda Banten menyayangkan hal itu lantaran polisi telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Asisten Daerah Banten untuk menerima 50 perwakilan buruh yang hendak menyampaikan aspirasinya secara langsung.
Namun, buruh mendapati ruang kepala dinas tidak cukup menampung seluruh perwakilan. Dari situ mereka meminta bertemu Sekretaris Daerah Banten yang berhalangan karena ada kegiatan lain.
Buruh kembali meminta bertemu Gubernur yang tidak berada di ruang kerjanya. Di dalam ruangan kosong itu buruh bergantian duduk di kursi Gubernur, mengambil minuman yang ada di kulkas dan meja, serta merekam aksinya.
Kabid Humas Polda Banten Ajun Komisaris Besar Shinto Silitonga mengatakan, polisi mengedepankan pendekatan persuasif agar tidak berbenturan dengan massa buruh ketika unjuk rasa.
”Kami minta semua pihak dapat menyampaikan pernyataan yang menyejukkan di ruang publik dan mempercayakan penanganan terhadap para tersangka pada Polda Banten,” ucapnya.
Gubernur melalui kuasa hukumnya melaporkan buruh karena memiting atau mencekik stafnya supaya bisa masuk ke ruang kerjanya ke Polda Banten, Jumat (24/12/2021) pukul 15.30.
Purwadi, staf Rumah Tangga Pemerintah Provinsi Banten, menuturkan, buruh mendobrak salah satu pintu, mencecar dan memitingnya supaya menunjukkan ruang kerja Gubernur. Di dalam ruangan kosong itulah mereka mengambil kue kering, kacang, air minum, dan gelas.
Menanggapi laporan tersebut, Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional Banten Intan Indria Dewi menyebutkan, buruh merangkul Purwadi dan memintanya menunjukkan ruang kerja Gubernur. Di dalam ruangan tersebut, buruh mengambil air karena sudah berjam-jam menunggu audiensi.
SWP (20) dan SH (33), buruh yang berstatus tersangka, meminta maaf atas perbuatan mereka menerobos ruang kerja Gubernur ketika dihadirkan dalam jumpa pers di Polda Banten. Aksi tersebut spontan atau refleks tanpa ada niatan menghina Gubernur.
Adapun kuasa hukum Gubernur Banten, Asep Abdulah Busro, menyebutkan, Gubernur membuka kesempatan restorative justice (keadilan restoratif) sebagai jalan tengah kedua belah pihak. ”Gubernur Banten membuka peluang penyelesaian jalan damai. Ketentuannya diserahkan kepada penyidik,” katanya.