Enam Buruh Tersangka Aksi Duduki Kursi Gubernur Banten Ditangkap
Aksi buruh memperjuangkan upah dengan menduduki ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim berbuntut panjang. Orang nomor satu di ”tanah para jawara” itu memolisikan buruh.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Kepolisian Daerah Banten menangkap enam buruh yang menduduki ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim setelah gagal beraudiensi dalam unjuk rasa menolak upah minimum tahun 2022. Pada saat yang sama, polisi mencari enam buruh lain. Mereka diduga menghasut, merusak secara bersama-sama, dan menghina suatu kekuasaan yang ada.
Para buruh memasuki ruang kerja Gubernur yang kosong di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Kota Serang, Rabu (22/12/2021). Mereka bergantian duduk di kursi orang nomor satu di Banten itu, mengambil minuman yang ada di kulkas dan meja, serta merekam aksi tersebut setelah gagal beraudiensi.
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten berdasarkan laporan Gubernur melalui kuasa hukumnya pada Jumat (24/12/2021) pukul 15.30, menangkap AP (46) dan SH (33) pada Sabtu (25/12/2021) serta SR (22), SWP (20), OS (28), dan MHF (25) pada Minggu (26/12/2021).
”Keenamnya berstatus tersangka. Masih ada enam pelaku lainnya yang masih dalam pencarian. Kami minta mereka datang ke Polda Banten untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ucap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Banten Komisaris Besar Ade Rahmat Idnal, Senin (27/12/2021).
Gubernur melaporkan buruh karena memiting atau mencekik anggota stafnya agar bisa masuk ke ruang kerjanya. Mereka lantas mendobrak ruang kerja yang kosong itu.
Penyidik mengidentifikasi buruh yang menduduki ruang kerja Gubernur dengan alat identifikasi wajah. Dalam penangkapan disita rekaman kamera pengawas atau CCTV, video rekaman aksi buruh, anak kunci, engsel, topi, gawai, dan pakaian.
Ade menuturkan, AP, SH, SR, dan SWP dikenai Pasal 207 KUHP. Mereka dengan sengaja di muka umum, dengan lisan atau tulisan menghina sesuatu kekuasaan yang ada di Indonesia atau sesuatu majelis umum yang ada di sana. Sementara OS dan MHF dikenai Pasal 170 KUHP karena di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang.
”Empat tersangka duduk di meja kerja Gubernur, mengangkat kaki ke atas meja, dan tindakan tidak etis lainnya. Dua tersangka lain bersama-sama merusak barang yang ada di ruang kerja Gubernur,” tuturnya.
Atas perbuatan tersebut, empat tersangka terancaman hukuman 2 tahun penjara, sedangkan dua tersangka terancam 5 tahun 6 bulan penjara.
Kuasa hukum Gubernur Banten, Asep Abdulah Busro, menyebutkan, Gubernur membuka kesempatan restorative justice (keadilan restoratif) sebagai jalan tengah kedua belah pihak. ”Gubernur Banten membuka peluang penyelesaian jalan damai. Ketentuannya diserahkan kepada penyidik,” katanya.
Tidak berniat menghina
Di sisi lain, SWP dan SH, yang dihadirkan dalam jumpa pers di Polda Banten, meminta maaf atas perbuatan mereka. Aksi menduduki ruang kerja Gubernur itu spontan atau refleks tanpa ada niatan untuk menghina Gubernur.
Polda Banten menyayangkan kejadian tersebut lantaran tidak ada pejabat dan tidak tersedia ruang untuk audiensi guna mencari titik temu masalah upah minimum. Akibatnya, buruh menerobos ke ruang kerja Gubernur.
Kabid Humas Polda Banten Ajun Komisaris Besar Shinto Silitonga mengatakan, polisi mengedepankan pendekatan persuasif agar tidak berbenturan dengan massa buruh ketika unjuk rasa.
”Kami minta semua pihak dapat menyampaikan pernyataan yang menyejukkan di ruang publik dan mempercayakan penanganan terhadap para tersangka pada Polda Banten,” ucapnya.
Buruh se-Banten menolak upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2022. Penolakan disampaikan lantaran tiga kabupaten tak mengalami kenaikan upah, sedangkan kenaikan upah di lima kabupaten lain berkisar 0,52 persen hingga 1,71 persen atau tak sesuai kesepakatan sebesar 5,4 persen.
Pemprov Banten memutuskan tak ada kenaikan UMK di Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Pandeglang. Sementara UMK Kota Serang naik 0,52 persen, Kota Tangerang naik 0,56 persen, Kota Cilegon naik 0,71 persen, Kabupaten Lebak naik 0,81 persen, dan Kota Tangerang Selatan naik 1,17 persen.
Intan Indria Dewi, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional Banten, mengatakan, buruh ingin bertatap muka dengan Gubernur supaya bisa bersama-sama membahas upah minimum. Sayangnya, Gubernur belum sekalipun menemui buruh setiap kali berunjuk rasa di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten.
Adapun Gubernur Banten Wahidin Halim menyesalkan tindakan anarkistis dengan merusak fasilitas dan menjebol ruangan serta menduduki ruangan kantornya.
Wahidin menyayangkan aksi buruh yang menerobos masuk ruang kerjanya dan meminta kepolisian menindak tegas mereka yang terlibat dalam aksi tersebut.
”Penetapan upah provinsi dan upah kabupaten sudah sesuai ketentuan dan aturan yang tertuang dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tentang pengupahan,” katanya. Atas dasar itu, Wahidin tidak akan merevisi upah minimum selama tidak ada instruksi dari pemerintah pusat.