Kematangan berpikir dan keberanian bertindak menyambut peluang dan mengatasi tantangan akan menentukan cerah tidaknya tahun 2022 bagi Indonesia.
Oleh
Neli Triana
·3 menit baca
Para ahli memprediksi Covid-19 akan beralih dari pandemi ke keadaan endemi mulai tahun 2022. Peralihan ini tetap akan diiringi pasang surut penularan wabah penyakit tersebut di tingkat global ataupun domestik. Pembatasan perjalanan dan kegiatan pariwisata tetap terjadi dengan intensitas diharapkan tidak seketat sebelumnya.
Masa yang masih tak menentu walau peluang untuk pulih kian terbuka menjadi momentum bagi sektor pariwisata meninjau kembali yang dibutuhkan untuk menjamin nasibnya di masa depan.
Sektor pariwisata, sama seperti semua hal lain di dunia, berkepentingan menjaga Bumi tetap aman dihuni oleh manusia dan semua makhluk hidup lain. Dengan demikian, satu-satunya pilihan bagi sektor ini adalah kembali ke kesepakatan yang tercatat dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu mewujudkan kegiatan perjalanan dan pariwisata global yang inklusif tanpa diskriminasi dan berkelanjutan.
Pendanaan, pendampingan, dan payung hukum bagi daerah untuk kegiatan pariwisata yang merangkul lebih banyak pelaku utama dari komunitas lokal serta berorientasi ramah lingkungan menjadi kebijakan pritoritas pemerintah pusat.
Pariwisata berkelanjutan menjadi salah satu yang digarisbawahi dan disepakati dalam Deklarasi Para Pemimpin G-20 di Roma, Italia, akhir Oktober lalu. Peran G-20 penting karena negara di kelompok ini, termasuk Indonesia, menguasai 70 persen perjalanan dan pariwisata global. Komitmen pemimpin G-20 untuk mulai membuka perjalanan internasional yang aman dan tertib sesuai aturan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), organisasi penerbangan, maritim, ataupun perjalanan darat global, menjadi langkah berarti.
”Kami akan terus mendukung pemulihan sektor pariwisata yang cepat, tangguh, inklusif, berkelanjutan, yang merupakan salah satu yang paling terpukul karena pandemi. Dengan fokus khusus pada negara berkembang serta usaha mikro, kecil, dan menengah. Kami akan menjajaki kerja sama di bidang ekonomi kreatif dan inovasi mendukung pariwisata,” demikian penggalan pernyataan dalam deklarasi itu.
Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) lantas membawa kesepatan G-20 ke ajang yang lebih besar, yaitu Konferensi Para Pihak (COP) 26 di Glasgow, Skotlandia, November ini. UNWTO bertekad mewujudkan Deklarasi Glasgow yang mendukung gerakan global untuk menekan produksi emisi hingga separuhnya di 2030 dan nol emisi di 2050 dalam program Pariwisata Berkelanjutan Satu Planet.
Yang menjadi persoalan adalah bagaimana membumikan kesepakatan di tingkat dunia tersebut di tingkat nasional ataupun daerah di dalam negeri. Badan Pariwisata dan Perjalanan Dunia (WTTC) menekankan yang pertama dan paling fundamental dibutuhkan adalah dukungan pemerintah.
Pendanaan, pendampingan, dan payung hukum bagi daerah untuk kegiatan pariwisata yang merangkul lebih banyak pelaku utama dari komunitas lokal serta berorientasi ramah lingkungan menjadi kebijakan pritoritas pemerintah pusat. Menggaet investor menjadi tantangan, terutama mencari yang mau dan mampu terlibat dalam pariwisata sirkular yang tidak menawarkan keuntungan besar secara instan.
Bagi para pelaku usaha, WTTC melihat ada penyesuaian model pendapatan, misalnya dengan memberikan tambahan jasa transportasi atau akomodasi sebagai respons atas permintaan lokasi dan kegiatan wisata aman dan higienis.
Pembatasan yang masih bergulir membuat pasar domestik makin menarik, terutama di Asia-Pasifik, termasuk Indonesia. Di tengah transisi menjadi endemi Covid-19, potensi pasar domestik ini diikuti kewaspadaan untuk menjaga agar kegiatan wisata tidak menjadi pusat penularan baru di daerah. Jika terjadi, ini membuat suatu daerah makin terpuruk, ditinggalkan, dan kesenjangan makin lebar.
Penyesuaian lainnya untuk memperkuat pelaku wisata di daerah dan perlu didukung pusat adalah memperluas penetrasi jaringan internet. Hal ini menunjang layanan mandiri digital di seluruh sektor, termasuk kegiatan pariwisata.
Kematangan berpikir dan keberanian bertindak menyambut peluang dan mengatasi tantangan akan menentukan cerah tidaknya tahun 2022 bagi Indonesia.