Seabad Pariwisata Bali Dongkrak Optimisme di Tarikh Anyar
Krisis ekonomi, bom, juga erupsi Gunung Agung bertubi menempa Bali. Kini giliran Covid-19 membawa perubahan dengan empat karakteristik lanskap industri baru, yakni ”hygiene”, ”low-touch, ”less-crowd”, dan ”low-mobility”.
Provinsi Bali menjadi daerah yang paling merasakan dampak pandemi Covid-19. Hingga saat ini, sektor pariwisata Bali masih belum bangkit. Namun, pengalaman melewati krisis dan pasang surut industri pariwisata dalam satu abad terakhir menjadi motor untuk berbenah dan memupuk optimisme di 2022.
Saat ini, akibat kondisi pariwisata yang belum banyak bergeliat, ekonomi Bali masih tertekan. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat, ekonomi Bali triwulan III-2021 masih mengalami kontraksi dengan pertumbuhan -2,91 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Bali selama triwulan I-2021 sampai triwulan III-2021 terkontraksi sebesar -3,43 persen. Dengan kondisi tersebut, kinerja ekonomi Bali menjadi paling rendah di antara daerah lain di Indonesia.
Masih lengangnya aktivitas pariwisata akibat terjangan pandemi Covid-19 memengaruhi kondisi ekonomi Bali. Pulau Dewata ini pernah mencatatkan pertumbuhan mencapai 6,33 persen (2018) atau melebihi pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,17 persen (2018). Melalui industri pariwisatanya, Bali berkontribusi sekitar 28 persen dari sejumlah Rp 229 triliun pendapatan negara pada 2018 yang berasal dari sektor pariwisata.
Dalam sebuah perbincangan pada awal Juli 2021, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Trisno Nugroho menyebutkan, ekonomi Bali sangat tergantung pada pariwisata. Pandemi Covid-19 dinyatakan berdampak buruk terhadap ekonomi global, nasional, dan Bali.
Dalam perbincangan itu, Trisno juga menjelaskan, pengendalian pandemi Covid-19 menjadi kondisi yang akan membangkitkan perekonomian Bali dan program vaksinasi Covid-19 menjadi game changer, faktor pengubah yang penting.
Dari laporan program vaksinasi Covid-19 di Provinsi Bali hingga awal November 2021, cakupan vaksinasi Covid-19 dosis pertama di Bali sebesar 100,51 persen atau 3,422 juta orang sudah divaksinasi dari target sebanyak 3,405 juta orang sasaran. Adapun penerima vaksin Covid-19 dosis kedua 2,963 juta orang atau mencapai 87,03 persen.
”Dengan capaian tersebut, vaksinasi di Bali sudah sangat bagus. Dapat dikatakan, target herd immunity di Bali sudah tercapai,” kata Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali yang juga Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Kabupaten Badung I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya, yang dihubungi pada Sabtu (13/11/2021).
Gubernur Bali sudah mengusulkan agar wisman ke Bali yang sudah memenuhi syarat perjalanan, mengikuti persyaratan secara lengkap, dan sehat dengan hasil negatif tes PCR, tidak perlu dikarantina.
Adapun Ketua DPD Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Bali Putu Winastra mengatakan, pencapaian vaksinasi Covid-19 di Bali sudah memenuhi target dan kondisi pandemi Covid-19 di Bali terpantau sudah melandai. Dengan situasi Bali ini, menurut Winastra, Asita Bali dan asosiasi pariwisata di Bali berkeyakinan pariwisata Bali dapat segera bangkit.
”Masih ada beberapa ganjalan yang perlu disepakati bersama dan dicarikan solusinya, terutama oleh pemerintah, di antaranya, persyaratan visa on arrival bagi wisatawan mancanegara, kewajiban karantina, dan pembukaan penerbangan langsung ke Bali,” kata Winastra secara terpisah, Sabtu (13/11).
Pengalaman Bali
Lebih dari seabad Bali sudah bersentuhan dengan kehidupan pariwisata internasional. Dalam tulisan pengantar pada buku berjudul Metamorfosis Pariwisata Bali (Pustaka Larasan, 2017), I Nyoman Darma Putra dan Syamsul Alam Paturusi menyebutkan, turis asing pertama ke Bali pada 1902, yaitu seorang anggota parlemen Belanda bernama H van Kol.
Seperti tertera di buku itu, I Putu Anom dan kawan-kawan menuliskan, Van Kol kemudian membuat catatan perjalanan yang berjudul Uit Onze Kolonien atau Dari Koloni Kita.
Meskipun kedatangan seorang anggota parlemen Belanda ke Bali dinilai kurang kuat dijadikan tonggak awal pariwisata Bali, Darma Putra dan Paturusi di dalam tulisan pengantar buku menyebutkan ada catatan Van Kol yang dapat dilihat sebagai materi promosi awal Bali sebagai daerah pariwisata.
Menyusul kunjungan pribadi Van Kol, sekitar 1914 mulai dibuka agen perjalanan ke Bali. Bali kemudian menjadi bagian rute pelayaran komersial dan wisata yang dikelola Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), perusahaan pelayaran Kerajaan Belanda. Mulai sekitar 1924, KPM melayani pelayaran dengan rute Singapura ke Batavia (Jakarta) sampai ke Buleleng (Bali).
Eksotisme Bali mengundang kunjungan sejumlah orang asing, termasuk seniman luar negeri dan peneliti asing, sejak masa kolonial itu. Bahkan, beberapa tokoh memutuskan untuk tinggal lebih lama di Bali. Kehidupan masyarakat Bali juga diperkenalkan ke pentas dunia melalui The International Colonial Exposition di Paris, Perancis, 1931.
Seniman berdarah Jerman, Walter Spies, atau pelukis asal Belanda, Rudolf Bonnet, menghabiskan hari-hari mereka di Ubud, Gianyar. Juga ada seniman asal Belgia, Adrien Jean Le Mayeur de Merpres, yang datang ke Bali sekitar 1930-an kemudian menetap di Sanur, Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Setelah itu, ada pula Adrianus Wilhelmus Smit atau lebih dikenal sebagai Arie Smith yang hingga akhir hayatnya bermukim di Bali.
Baca juga:
- Pertaruhan Destinasi “Kotak Pasir” Bali-Mandalika
- Pariwisata Berkelanjutan, Satu-satunya Jalan
- Mengawal Kiprah Mandalika, Magnet Wisata Baru Indonesia
Kehidupan masyarakat Bali turut menjadi obyek observasi sejumlah peneliti dunia, antara lain Gregory Bateson dan Margaret Mead pada 1930-an. Bateson dan Mead kemudian membuat sebuah film dokumenter pendek tentang Bali yang berjudul Dance and Trance in Bali. Film dokumenter itu dinilai semakin mengenalkan Bali ke khalayak internasional.
Pintu gerbang Bali semakin dibuka untuk pariwisata mulai 1970-an. Bali dijadikan etalase dan daerah percontohan pembangunan pariwisata di Indonesia yang digunakan untuk menarik masuknya investasi.
Dalam tulisan berjudul ”Teater GloBALIsme: Pariwisata, Interkoneksi Global, dan Nasib Manusia Bali di Garis Depan” yang dimuat dalam Jurnal Kajian Bali Volume 01 Nomor 01, April 2011, I Ngurah Suryawan menyebutkan, tahun 1969, pemerintah didukung International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan United Nations Development Program (UNDP) mengundang tim ahli asing untuk merancang pembangunan pariwisata Bali. Konsultan Perancis, SCETO, menyusun rencana induk pariwisata Bali. Pada 1972, SCETO memberikan hasil rancangan pariwisata Bali, yakni pariwisata budaya.
Perubahan pariwisata
Selama perjalanan pariwisata Bali sampai masa pandemi Covid-19 sekarang, Bali berulang kali menghadapi ujian berat yang berdampak terhadap ekonomi dan pariwisata Bali. Mulai dari peristiwa krisis ekonomi dan krisis moneter pada 1997-1998, peristiwa peledakan bom di Bali pada 2002 dan 2005, dan bencana alam erupsi Gunung Agung pada 2017.
Sebelum tragedi bom di Bali tahun 2002, pariwisata Bali sebenarnya sedang bangkit setelah mengalami tekanan pada 2001. Dari catatan BPS Provinsi Bali, Bali didatangi 1,412 juta wisman selama 2000. Pada 2001, jumlah wisman ke Bali tercatat sebanyak 1,356 juta kunjungan. Pascaperistiwa peledakan bom, jumlah kunjungan ke Bali pada 2002 masih sebanyak 1,285 juta wisman, tetapi turun menjadi 993.185 kunjungan pada 2003.
Pariwisata Bali kembali bersinar pada 2004 dengan jumlah kunjungan mencapai 1,472 juta wisman. Peristiwa peledakan bom di Bali pada 2005 rupanya tidak terlalu berpengaruh besar pengaruhnya terhadap kunjungan wisman ke Bali.
Meskipun memunculkan kekhawatiran akan mengguncang pariwisata Bali, bencana alam erupsi Gunung Agung pada 2017 tidak berdampak signifikan terhadap minat wisman mengunjungi Bali. Bahkan, selama 2018 sampai 2019, kedatangan wisman ke Bali bertumbuh. Pada 2019, Bali didatangi 6,275 juta wisman.
Namun, sejak penyakit akibat virus SARS-CoV-2 mewabah, Bali merasakan dampaknya sedari awal. Menyusul pemulangan wisman asal Tiongkok mulai awal Februari 2020, pariwisata Bali mulai bergejolak. Terlebih setelah pemerintah memutuskan melarang kunjungan ataupun transit orang asing untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19 mulai April 2020, aktivitas pariwisata menyepi. Jumlah kedatangan wisman ke Bali, termasuk ke Indonesia, merosot tajam. Sepanjang 2020, Bali hanya didatangi 1,069 juta wisman atau turun sedalam 82,96 persen dibandingkan 2019.
Seiring membaiknya penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia dan semakin banyak masyarakat yang sudah divaksinasi, pemerintah melonggarkan aktivitas masyarakat, termasuk aktivitas wisata. Pemerintah sudah membuka kembali Bali sebagai pintu masuk kunjungan internasional mulai Kamis (14/10/2021). Namun, hingga pekan kedua November 2021, laporan PT Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai menunjukkan kedatangan penumpang internasional ke Bali melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai masih minim. Pada 6 November lalu, misalnya, ada tiga penumpang tiba melalui rute kedatangan internasional.
Baca Juga:
- Dampak Pandemi Covid-19 Masih Pengaruhi Pariwisata Bali
- Pemulihan Ekonomi Bali Tergantung dari Pariwisata
Dalam buku Tren Industri Pariwisata 2021 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif disebutkan, pandemi Covid-19 diproyeksikan mengubah lanskap industri pariwisata dan perilaku konsumen, atau wisatawan, yang menyesuaikan dengan kondisi new normal. Perubahan besar yang didorong terjadinya pandemi Covid-19 disebutkan menghasilkan lanskap industri baru, yang ditandai empat karakteristik, yakni hygiene, low-touch, less-crowd, dan low-mobility.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjokorda Bagus Pemayun mengatakan, posisi Bali sebagai pulau kecil mendukung arus perubahan tren pariwisata di era kenormalan baru. Baik dari sisi fasilitas, obyek wisata, sumber daya manusia, maupun alam atau lingkungan.
”Gubernur Bali sudah mengusulkan agar wisman ke Bali yang sudah memenuhi syarat perjalanan, mengikuti persyaratan secara lengkap, dan sehat dengan hasil negatif tes PCR, tidak perlu dikarantina. Atau, cukup karantina di Bali selama menunggu hasil uji RT-PCR setibanya di Bali,” kata Tjok Pemayun ketika dihubungi, Sabtu (13/11).
Secara terpisah, Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata Provinsi Bali I Made Mendra mengatakan, kebijakan pemerintah yang sangat dinamis dalam upaya menangani pandemi Covid-19 itu perlu diinformasikan dan disosialisasikan secara meluas dan cepat. Menanggapi perubahan perilaku wisatawan dalam masa pandemi Covid-19, Mendra menyatakan, Bali dengan potensi 100 lebih desa wisata yang ada sangat potensial dan memungkinkan menerima wisatawan yang semakin mengutamakan kesehatan dan kebersihan selama berlibur.
Wakil Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Bali, I Nyoman Sudiarta menyebutkan, keberhasilan dan kondisi terkini Indonesia, termasuk Bali, dalam menangani dan mengantisipasi pandemi Covid-19 penting untuk diinformasikan dan dipromosikan.
Situasi pandemi Covid-19 yang sudah melandai dan program vaksinasi Covid-19 yang semakin meluas di Bali serta kesiapan para pemangku kepentingan terkait industri pariwisata Bali, menurut Sudiarta, perlu disampaikan ke khalayak internasional bahwa Bali layak dikunjungi. ”Pada saat bersamaan, kita bersama-sama harus tetap berdisiplin menjalankan protokol kesehatan,” ujar Sudiarta yang dihubungi pada Jumat (12/11).