Pertaruhan Destinasi “Kotak Pasir” Bali-Mandalika
Kesempatan bepergian kian terbuka di 2022. Destinasi “sandbox” yang menawarkan rasa aman, higienis, dan sehat untuk berwisata semakin dilirik. Namun, pengabaian protokol kesehatan bakal membuyarkan segala rencana.
Akhir tahun ini membawa harapan untuk dapat sedikit mengendurkan ketegangan setelah 18 bulan ditempa dampak buruk pandemi Covid-19. Membawa situasi yang membaik ini berlanjut di tahun depan dan menjadikannya awal dari pemulihan di segala lini kehidupan menuju babak baru pascapagebluk adalah tantangan sesungguhnya.
Sepanjang 1,5 tahun ini nyaris semua sektor terimbas dan hampir semua rumah tangga terdampak. Warga dan negara sama-sama terpuruk. Untuk itu, masuk akal jika pemerintah maupun masyarakat mendesak agar ada pemulihan ekonomi dan ini tak bisa lagi dinomorduakan. Akan tetapi, pemulihan ekonomi wajib tunduk pada rambu-rambu upaya pemulihan kesehatan.
Ekonom Chatib Basri menyatakan, melihat tren dua tahun terakhir, ekonomi nasional juga daerah masih akan ditopang oleh konsumsi publik, belanja pemerintah, dan ekspor di 2022. Daerah yang mengandalkan ekonominya di sektor pariwisata seperti Bali dan dua provinsi di Nusa Tenggara, akan pulih di posisi paling buncit.
Akan tetapi, sektor pariwisata tidak bisa diabaikan dari upaya menggenjot kembali perekonomian. Bahkan, aktivitas perjalanan dan pariwisata justru makin tampak sebagai bagian integral dari semua kegiatan ekonomi ketika ekonomi nyaris tidak berputar saat pembatasan massal diberlakukan. World Travel & Tourism Council (WTTC) menyatakan ini membuat pemerintah tersadar untuk memberi atensi khusus di sektor tersebut.
WTTC mencatat, di tingkat global, sektor perjalanan dan pariwisata telah memberi lapangan pekerjaan dengan 50 persen pekerjanya adalah perempuan serta merangkul 80 persen usaha kecil dan menengah. Pada 2020, Covid-19 menyebabkan kerugian finansial hampir 4,5 triliun dollar Amerika Serikat dan hilangnya lebih dari 62 juta pekerjaan.
Asia Tenggara
Di Asia Tenggara, The Economist dalam artikelnya “The Tourist Map of South-East Asia Will Look Very Different in 2022” mencatat hingga sebelum pandemi, pariwisata mendukung lebih dari 42 juta pekerjaan atau 13 persen dari total lapangan kerja. Sektor ini menyumbang 12 persen produk domestik bruto regional.
Pada 2020, pandemi memukul telak berbagai pusat pelesiran di Asia Tenggara, termasuk Bali. Mencegah agar tidak kolaps, semua pihak perlu bekerja sama memastikan wilayah yang paling membutuhkan wisatawan dapat segera memperolehnya kembali.
Masih ada ganjalan yang perlu dicarikan solusinya, terutama oleh pemerintah, antara lain, persyaratan visa on arrival bagi wisatawan mancanegara, kewajiban karantina, dan pembukaan penerbangan langsung ke Bali.
Kini, seiring pelonggaran setelah kasus positif Covid-19 dan tingkat penularannya konsisten rendah beberapa bulan terakhir, Indonesia ikut memulai menata sektor pariwisatanya. Bali dibuka lagi dengan sederet aturan bagi pelaku wisata dan turis. Indonesia makin optimistis dengan hadirnya magnet baru, yaitu Sirkuit Internasional Mandalika di Nusa Tenggara Barat.
Saat ini, akibat kondisi pariwisata yang belum banyak bergeliat, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat pertumbuhan ekonomi Bali hingga triwulan III-2021 terkontraksi -3,43 persen. Kinerja ekonomi Bali terendah di antara daerah lain di Indonesia.
Awal Juli 2021, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Trisno Nugroho menyatakan, pengendalian pandemi akan membangkitkan perekonomian dan vaksinasi menjadi game changer, faktor pengubah yang penting.
Hingga awal bulan ini, penerima vaksin dosis kedua di Bali sudah 2,963 juta orang atau 87,03 persen. Capaian ini mendukung pemulihan pariwisata.
”(Namun) Masih ada ganjalan yang perlu dicarikan solusinya, terutama oleh pemerintah, antara lain, persyaratan visa on arrival bagi wisatawan mancanegara, kewajiban karantina, dan pembukaan penerbangan langsung ke Bali,” kata Ketua DPD Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Bali Putu Winastra, Sabtu (13/11/2021).
Baca juga:
- Pariwisata Berkelanjutan, Satu-satunya Jalan
- Seabad Pariwisata Bali Dongkrak Optimisme di Tarikh Anyar
- Mengawal Kiprah Mandalika, Magnet Wisata Baru Indonesia
Gubernur Bali Wayan Koster mengusulkan agar wisatawan mancanegara (wisman) yang sudah memenuhi syarat perjalanan lengkap dan sehat dengan hasil negatif tes PCR tidak perlu dikarantina. ”Cukup karantina di Bali selama menunggu hasil uji RT-PCR,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjokorda Bagus Pemayun mengutip Koster.
Pernyataan Winastra dan Pemayun memantik diskusi bahwa Bali perlu model pengelolaan berbeda di masa pandemi. Perubahan sendiri lumrah dan berulang kali terjadi sejak Bali mulai memikat orang asing pada awal abad ke-20 hingga sebelum pandemi seperti tertulis di buku Metamorfosis Pariwisata Bali.
Jurnal Kajian Bali Volume 01 Nomor 01, April 2011, mencatat sejak 1970an, Bali makin mengglobal. Pada 1972, konsultan Perancis, SCETO, merancang pariwisata budaya sebagai potensi utama Bali. Pembangunan dan pengembangan Bali itu lantas menginspirasi lokasi wisata lain di Tanah Air.
Wisatawan Nusantara
Perjalanan selanjutnya, Bali jatuh bangun akibat terimbas krisis ekonomi dan krisis moneter pada 1997-1998, ledakan bom pada 2002 dan 2005, juga erupsi Gunung Agung pada 2017. Setiap peristiwa buruk menambah daya lenting untuk mengembangkan wisata. Tak hanya seni budaya, Bali memikat dengan wisata alam, hiburan, makanan, kerajinan tangan, dan lainnya. Selain wisman, Bali kian diakrabi oleh wisatawan nusantara (wisnus) seiring membaiknya ekonomi Indonesia.
Wisnus pula yang menjadi bantalan penyambung ”napas” Bali saat korona melanda. Sepanjang 2020, Bali hanya didatangi 1,069 juta wisman atau turun 82,96 persen dibandingkan 2019. Data BPS Bali menunjukkan, total ada 4,6 juta turis di 2020 yang berarti lebih dari 3 juta di antaranya adalah wisnus. Potensi wisnus ini pula yang diwanti-wanti agar tidak dinafikan dalam mengelola Mandalika.
Ajang World Superbike (WSBK) pada 19-21 November 2021 akan jadi pembuktian pertama Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika, Lombok, NTB. Optimisme daya pikat kawasan seluas 1,035 hektar itu terus meningkat, termasuk dengan hadirnya MotoGP pada Maret 2022.
Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengatakan, selain WSBK dan MotoGP, gelaran lain akan berlangsung untuk membuat Mandalika makin dilihat dunia. Meskipun bercita-cita memikat wisman, selama ini kunjungan ke NTB justru didominasi wisnus. Pada 2019, wisnus 2,1 juta orang dan wisman 1,5 juta orang. Tren ini terbaca sejak dua tahun sebelumnya.
Baca juga: Tren Global Bersantap dan Beraktivitas di Luar Ruangan Kala Pandemi
Siapa pun pasar wisatawan yang disasar, menurut pengamat ekonomi yang juga dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, M Firmansyah, isu paling penting adalah penanganan Covid-19 dan upaya mendorong Mandalika berdampak positif langsung bagi derah juga negara.
Hal itu bisa dimulai dengan merancang keorganisasian, baik formal maupun nonformal. Organisasi atau lembaga itu bertugas mendesain tata nilai dalam berbisnis dan berekonomi tanpa mendegradasi tata nilai kehidupan sehari-hari masyarakat Mandalika.
Selain kelembagaan, butuh desain manufaktur pendukung. Perlu ada kluster-kluster ekonomi kreatif yang berakar dan dikembangkan dari komunitas setempat. Semua itu harus berdasarkan hitungan yang benar dan berorientasi pengembangan pariwisata berkelanjutan yang beradaptasi dengan Covid-19 ataupun potensi pandemi lain di masa depan.
Dalam buku Tren Industri Pariwisata 2021 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif disebutkan, pandemi Covid-19 diproyeksikan mengubah lanskap industri pariwisata dan perilaku konsumen, atau wisatawan, yang menyesuaikan dengan kondisi normal baru. Perubahan besar yang didorong terjadinya pandemi disebutkan menghasilkan lanskap industri baru yang ditandai empat karakteristik, yakni hygiene, low-touch, less-crowd, dan low-mobility.
Letak geografis Mandalika di Pulau Lombok juga Bali yang merupakan pulau tersendiri mendukung arus perubahan tren pariwisata di era normal baru. Dukungan ini baik dari sisi fasilitas, obyek wisata, sumber daya manusia, maupun alam atau lingkungan.
Masih dari The Economist, disebutkan Thailand memulai bereksperimen dengan konsep sandbox atau ”kotak pasir”. Mereka mengizinkan turis dengan vaksinasi lengkap bebas datang di suatu destinasi pulau tertentu di mana sebagian besar penduduk lokalnya telah dua kali disuntik vaksin Covid-19. Setelah 14 hari terbukti tak terinfeksi di lokasi itu, pengunjung boleh berwisata ke bagian lain negara itu.
Baca juga: Hadiah Satu Juta Dollar dan Masa Emas Inovasi di Tengah Krisis
Phuket menyambut tamu asing pertama di bawah skema ”kotak pasir” pada 1 Juli 2021. Selanjutnya, ada wisman positif Covid-19 dan Thailand dilanda gelombang kedua pandemi. Akan tetapi, negeri ini konsisten menerapkan ”kotak pasir” dan kini membuka destinasi lain, termasuk Bangkok, dengan skema yang sama.
Gelembung
Singapura juga membuka gelembung wisata. Business Times, pada Senin (15/11/2021) malam mengabarkan bahwa setelah menjalin program bebas karantina dengan 16 negara, Singapura dengan skema vaccinated travel lanes (VTL) membuka diri terhadap Indonesia, India, dan Timur Tengah mulai akhir bulan ini.
Indonesia sendiri telah merintis membuka Bali untuk turis asing meskipun sampai pertengahan November ini hasilnya minim. Harapan selanjutnya banyak digantungkan di tahun depan, terutama dengan adanya rencana perhelatan G-20 yang dipusatkan di Bali.
Jadi, ampuhkah skema ”kotak pasir” dan yang serupa dengannya menjawab kebuntuan pariwisata Indonesia? Belum ada jawaban pasti.
Namun, Bali dan Mandalika bisa jadi percontohan. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan Indonesia akan menjajal pariwisata resiprokal dengan skema VTL antara Bali dan Australia. Selalu layak menguji coba peluang baru untuk menerus disempurnakan. Hasil terbaik kelak ditularkan dan menjadi pondasi pariwisata nasional normal baru.
Baca juga:
- Gerakan ”Slow Cities” agar Hidup Lebih Hidup
- Berliburlah, Hidup Pantas Dirayakan
- Tergoda Akhir Tahun Mau ke Mana?
Hanya saja seperti ditekankan oleh epidemiolog Dicky Budiman pekan lalu, pemulihan kesehatan kunci untuk melepaskan diri dari belitan pandemi, termasuk dari keterpurukan ekonomi. Perlu kebijakan jelas berbasis riset, keterbukaan menerima masukan dan kritik, serta kerja sama erat pusat-daerah-publik untuk memastikan semua berjalan di koridor pemulihan kesehatan.
Namun kini fakta menunjukkan, begitu pelonggaran digulirkan, pergerakan warga melonjak tinggi. Disiplin mematuhi protokol kesehatan cenderung menurun. Di bawah bayang-bayang virus pemicu Covid-19 yang terus bermutasi, ada peningkatan kasus positif ataupun kluster baru di beberapa daerah di Indonesia.
Skenario optimistis dimulainya pemulihan kesehatan dan ekonomi, khususnya wisata, di 2022 pun belum sepenuhnya meyakinkan. Butuh ketegasan pemerintah mengendalikan euforia dan kesadaran warga untuk menahan diri demi menekan potensi ledakan gelombang ketiga.
Jangan sampai pertaruhan ”kotak pasir” Bali dan Mandalika pupus sebelum dimulai.