PTM Digelar 4 Oktober, Pemkot Bogor Perkuat Sistem Mitigasi Munculnya Kluster Sekolah
Protokol kesehatan ketat dan dukungan sistem surveilans yang kuat menjadi upaya mitigasi agar tidak terjadi kluster sekolah. Dalam sistem surveilans, koordinasi rapi menjadi kunci penting.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Setelah melalui persiapan dan pertimbangan, Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, akan membuka pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas tingkat SMP/sederajat pada Senin (4/10/2021) mendatang. Salah satu penguatan atau mitigasi agar PTM tidak menimbulkan kluster adalah sistem surveilans harus berjalan dengan baik.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, ada dua hal penting yang menjadi perhitungan atau pertimbangan sebelum membuka sekolah tatap muka, yaitu tren kasus Covid-19 dan kesiapan sistem. Berdasarkan data seminggu terakhir, kasus konfirmasi positif sudah semakin melandai, yaitu rata-rata 10 kasus per hari.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor pada Senin (27/9/2021), ada penambahan tujuh kasus positif Covid-19 sehingga total kasus selama pandemi sebanyak 37.444 kasus. Adapun pasien yang masih sakit sebanyak 77 kasus.
”Kemarin, kami belum buka PTM karena menunggu kasus melandai dan stabil meski ada tren penurunan kasus. Ini menjadi pertimbangan pertama. Pertimbangan kedua, yang penting sistem surveilans harus kuat. Ini tidak hanya sekadar prokes (protokol kesehatan) ketat, cuci tangan, jaga jarak, dan masker. Namun, mitigasinya melalui sistem surveilans. Jadi, insya Allah 4 Oktober kita jalan PTM,” kata Bima, Senin (27/9/2021).
Bima menjelaskan, protokol kesehatan ketat dan dukungan sistem surveilans yang kuat menjadi upaya mitigasi agar tidak terjadi kluster sekolah. Dalam sistem surveilans itu, koordinasi rapi menjadi kunci penting. Orangtua memiliki peran besar untuk memantau kondisi anaknya jika sakit atau ada gelaja serta tidak bisa mengikuti PTM. Koordinasi itu perlu dijalankan secara kuat oleh orangtua, sekolah, satgas, puskesmas, dan dinas pendidikan.
”Kalau ada satu anak atau siswa tidak sekolah, harus langsung bergerak cepat untuk dilacak. Jadi, sistem ini yang harus kuat. Kami pastikan sistem ini berjalan baik. Jadi, bukan sekadar prokes ketat. Itu penting, tetapi lebih penting juga upaya mitigasi dengan sistem surveilansnya mencegah terjadinya kluster. Dari awal sudah siap dan sigap,” kata Bima.
Jadi, tidak bisa nanti langsung disimpulkan ada kasus, lalu disimpulkan sebagai kluster sekolah.
Selain itu, kata Bima, jika dalam pelaksanaan PTM ditemukan kasus, sistem surveilans juga akan memetakan penyebab anak terkonfirmasi positif dari lingkungan sekolah atau dari luar atau bahkan dari lingkungan keluarga.
”Jadi, tidak bisa nanti langsung disimpulkan ada kasus, lalu disimpulkan sebagai kluster sekolah. Perlu dilacak dan dipetakan dulu. Ini untuk menjaga kondisi PTM tetap kondusif. Oleh karena itu, sistem ini perlu kuat dan terkoordinasi dengan baik. Tidak hanya untuk lingkungan sekolah, tetapi lingkungan keluarga juga,” katanya.
Bima melanjutkan, dalam waktu dekat, ia akan mengumpulkan lagi kepala sekolah dari sekolah-sekolah yang akan melaksanakan PTM, dinas pendidikan, dinas kesehatan, hingga Satgas Covid-19 untuk persiapan terakhir PTM.
Ia juga menginstruksikan semua kepala dinas pada satu minggu pertama PTM untuk langsung memantau pelaksaan proses belajar di sekolah, terutama setelah jam belajar selesai. Saat pulang, jangan sampai anak-anak berkerumun. Siswa harus langsung diarahkan untuk pulang ke rumah.
”Pengawasan tidak hanya saat PTM, tetapi juga setelah selesai proses belajar di kelas. Ada patroli tidak hanya memastikan kondisi prokes di kelas, tetapi juga kondisi riskan penularan saat jam belajar selesai. Itu perlu kita awasi,” ujar Bima.
Pertimbangan lain yang menjadi fokus Pemkot Bogor, lanjutnya, adalah fokus pada cakupan vaksinasi pelajar 12-17 tahun yang saat ini sudah mencapai 70 persen lebih. Pihaknya akan terus mengejar target vaksinasi setinggi mungkin.
Tidak hanya itu, pertimbangan kelayakan bangunan dan infrastruktur penunjang sekolah juga sangat penting. Hal ini tak lepas dari robohnya dua ruang kelas SDN Otista pada Kamis (16/9/2021) lalu.
”SD Otista masih dalam proses (perbaikan). Untuk SD belum akan kami buka PTM. Sementara SMP dulu. Lalu SMA/SMK sederajat masih akan dikoordinasikan bersama KCP. Kami fokus pada kelayakan fisik di sekolah PTM, ada sekitar 40 SMP yang PTM. Sejauh ini laporannya kondisi sekolah baik,” ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Hanafi mengatakan, Disdik Kota Bogor bersinergi dengan Dinkes, Dishub, Dinas Koperasi dan UKM, dan Polresta Bogor Kota tengah mempersiapkan pembukaan PTM terbatas secara matang dan rinci.
”Kami sedang proses verifikasi faktual secara bertahap sejak 16 September. Dari tahap awal ada 50 SMP negeri dan swasta, 43 SMP sudah sesuai juknis, sementara 7 SMP lain harus melengkapi persyaratannya dulu. Kemarin masih lanjut proses verifikasi faktual 27 SMP swasta,” ujar Hanafi.
Hanafi mengatakan, sekolah harus memenuhi syarat untuk melaksanakan PTM, seperti dua persyaratan dokumen, lima personel pendukung, 19 sarana-prasarana, 20 protokol kesehatan, enam prosedur pembelajaran, enam prosedur kesehatan, kebersihan dan keamanan, serta lima prosedur pelatihan dan humas yang harus dipenuhi sekolah.
Dua dokumen tersebut adalah izin atau rekomendasi Satgas Covid-19 Kota Bogor dan surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan. Lima personel pendukung mulai dari petugas pemeriksaan suhu, pengawas protokol kesehatan, petugas kebersihan dan disinfeksi ruangan, pemeriksa di akses masuk dan keluar, serta dari satgas Covid-19 sekolah.
Syarat 20 sarana-prasarana juga harus dipastikan ada di sekolah. Sarana-prasarana itu di antaranya ruang UKS, ruang transit isolasi, posko gabungan satgas Covid-19, fasilitas mencuci tangan dan hand sanitizer, alat pengukur suhu atau thermo gun, disinfektan, dan masker cadangan. Kelengkapan itu untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan, yakni adanya temuan kluster sekolah seperti di Jawa Tengah dan kota lain, seperti Jakarta.
”Kami juga cek bangunan sekolah dan menuntaskan target 80 persen vaksinasi dosis satu bagi anak sekolah,” kata Hanafi.
Hanafi menuturkan, pihaknya juga berkoordinasi dengan kantor cabang Dinas Pendidikan Wilayah II dan Disdik Jawa Barat yang membawahkan SMA serta Kementerian Agama Kota Bogor yang membawahkan MTs/MA agar ada langkah bersama membuka PTM terbatas serentak di Kota Bogor dengan mengacu pada surat keputusan bersama (SKB) empat menteri.
”Harapan kami, PTM bisa dibuka serentak SMP/MTs, SMA/SMK/MA dengan kuota peserta sebanyak-banyaknya 50 persen, baru setelah ini menyusul SD,” katanya.