Ditinggal Investor, Proyek Pengelolaan Sampah Antara Ditargetkan Terbangun pada 2024
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta memastikan pembangunan ITF di empat wilayah kota di Jakarta terus berproses. Sejumlah pihak meragukan target itu dapat dicapai dan menyebut DKI tak serius urus sampahnya.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pemulung mengais di timbunan sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (21/9/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta memastikan, pembangunan proyek pengelolaan sampah antara atau intermediate facility treatment (ITF) di empat wilayah kota administratif Jakarta terus berproses. ITF di empat wilayah kota di Jakarta ditargetkan selesai pada 2024.
Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Syaripudin, Kamis (23/9/2021), menjelaskan, untuk pembangunan ITF, Pemprov DKI Jakarta menugaskan dua BUMD, yaitu PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan Perumda Sarana Jaya.
Jakpro membangun ITF Sunter untuk melayani wilayah utara dan ITF layanan wilayah barat. Untuk ITF wilayah layanan timur dan selatan, penugasan pembangunannya diserahkan kepada Perumda Sarana Jaya.
Lokasi FPSA wilayah barat sudah ditentukan, yaitu di Kelurahan Ujung Menteng, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
Saat ini, PT Fortum Finlandia selaku mitra kerja sama Jakpro memutuskan mundur dari proyek ITF Sunter. Fortum Finlandia mundur karena ada pandemi, mereka melakukan peninjauan ulang dan berkesimpulan mereka memiliki prioritas lain untuk investasi mereka.
”Terkait dengan hal ini, Jakpro masih mencari solusi,” kata Syaripudin.
Untuk ITF yang melayani wilayah barat, Jakpro sudah mendapatkan investor, yaitu konsorsium PT Wijaya Karya (WIKA) dan PT Indoplas Karya Energi (Indoplas).
Nadia Diposanjoyo, Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT Jakpro, menjelaskan, saat ini fasilitas pengolahan sampah antara (FPSA) atau ITF wilayah barat masih dalam tahap penyusunan studi kelayakan (feasibilty study/FS). Penyusunan FS dilakukan oleh konsultan PT Pricewaterhouse Coopers Indonesia Advisory (PwC).
”Selain itu, lokasi FPSA wilayah barat sudah ditentukan, yaitu di Kelurahan Ujung Menteng, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur,” kata Nadia.
Untuk ITF di wilayah timur dan selatan, menurut Syaripudin, sudah ada lelang dan sudah ada penyerahan proposal riset.
Direncanakan, empat ITF yang akan dibangun itu masing-masing berkapasitas olah 1.500-2.000 ton sampah sehari. Pada 2024, keempatnya ditargetkan bisa terbangun. Menurut Syaripudin, target realisasi itu tidak mundur dari rencana meski termuat dalam RPJMD DKI Jakarta 2017-2022.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Alat berat melebarkan jalur air di sekitar timbunan sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (21/9/2021).
Di sisi lain, Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta menilai, Pemprov DKI Jakarta tidak serius mengelola sampah Jakarta. Itu ditunjukkan dengan pembangunan empat ITF yang belum terwujud serta ketergantungan DKI pada TPST Bantargebang di Kota Bekasi, Jawa Barat.
August Hamonangan, anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, mengatakan, kontrak Bantargebang sebagai TPST segera berakhir pada Oktober 2021. Pemprov DKI Jakarta tidak punya pilihan selain meminta perpanjangan kontrak karena minimnya upaya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencari solusi pengelolaan sampah agar tidak lagi bergantung pada Bantargebang.
August pun menyoroti proyek ITF Sunter yang digadang-gadang dapat menggantikan Bantargebang, tetapi saat ini jalan di tempat. Proyek yang dimulai sejak Desember 2018 ini terhenti akibat kesulitan mendapat pendanaan setelah mundurnya Fortum.
August juga menyayangkan Pemprov DKI melalui Instruksi Gubernur Nomor 49 Tahun 2021 baru berencana meminta pinjaman daerah untuk ITF Sunter pada Januari 2022 mendatang. ”Mengapa baru mulai bergerak di sisa 9-10 bulan sebelum jabatan Gubernur Anies berakhir? Mengapa isu sampah tidak pernah jadi prioritas, kalah dengan Formula E yang langsung menyedot triliunan rupiah,” kata August.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga melintas di sekitar timbunan sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (21/9/2021).
Upaya lain, yakni pembangunan FPSA Tebet, pun hingga kini menuai pro kontra. Kontra di antaranya adalah penolakan warga setempat.
Sedari awal, warga Tebet meminta Anies Baswedan mempertimbangkan pembangunan FPSA tersebut karena berdekatan dengan permukiman, Taman Tebet, serta Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Akasia. FPSA disinyalir bakal mengeluarkan bau tak sedap dan berpotensi menyebabkan gangguan pernapasan kepada warga sekitar.
”Pemprov DKI perlu serius mengevaluasi kebijakan pengelolaan sampah Jakarta dan mencari solusi pembangunan 4 ITF yang sekarang masih mandek. Ini permasalahan yang jauh lebih penting ketimbang menghabiskan anggaran untuk membangun tugu-tugu raksasa,” kata August.
Menurut August, dibutuhkan terobosan dan inovasi untuk mengolah sampah Jakarta. Salah satunya pengelolaan sampah berbasis komunitas, seperti program budidaya maggot BSF (black soldier fly) yang dapat diduplikasi di tingkat RT dan RW di seluruh Jakarta.
”Kita mulai dari lingkungan terkecil, ini patut dikembangkan karena mayoritas sampah di Jakarta adalah sampah organik yang menjadi pakan maggot dan maggotnya pun dapat dijual untuk memperoleh uang tambahan bagi komunitas,” katanya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Foto udara timbunan sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (21/9/2021).