Kota Bogor Kaji Pembelajaran Tatap Muka, Kabupaten Putuskan Buka
Meski Kota Bogor masuk dalam penanganan PPKM level 3 dan tren kasus harian turun, Pemkot Bogor tidak terburu-buru memutuskan pembelajaran tatap muka. Perlu kajian lebih dalam.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah Kota Bogor masih akan mengkaji pembelajaran tatap muka atau PTM di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 3. Pemkot Bogor belum akan langsung membuka sekolah meski ada tren penurunan kasus. Sementara di Kabupaten Bogor, PTM sudah boleh dilaksanakan.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, meski saat ini Kota Bogor masuk dalam penanganan PPKM level 3 dan tren kasus harian menurun, pihaknya belum akan terburu-buru memutuskan pembelajaran tatap muka. Pemerintah Kota Bogor sudah memiliki sejumlah opsi dan skema yang tidak jauh berbeda dengan saat uji coba PTM beberapa bulan lalu. Uji coba itu terpaksa dihentikan karena ada kenaikan kasus harian.
”Meski secara level penanganan boleh melakukan PTM dengan pembatasan 50 persen. PTM ini masih dalam kajian. Saya sudah meminta dinas kesehatan dan dinas pendidikan untuk mengkaji betul pelaksanaan PTM. Kita tidak ingin di masa PPKM level 3 justru protokol kesehatan longgar,” kata Bima, Rabu (25/8/2021).
Sejumlah kajian yang harus diperhatikan terkait dua opsi pelaksanaan PTM. Pertama, menunggu 100 persen vaksinasi pelajar. Opsi kedua, sekolah-sekolah yang muridnya sudah 100 persen menerima vaksin boleh menggelar PTM. Kajian dari dinas terkait bersama Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor juga bisa memunculkan opsi-opsi lain.
Untuk menjalankan dua opsi itu dalam pelaksanaan PPKM level 3, Pemkot Bogor akan mempercepat pencapaian target vaksinasi hingga kelurahan agar pelaksanaan PTM bisa berlangsung aman untuk pelajar dan siswa.
Sementara itu, skema PTM yang disiapkan tidak jauh berbeda dengan saat uji coba PTM beberapa waktu lalu. Skemanya seperti 50 persen pembelajaran di kelas dan pembelajaran di rumah secara daring. Selain itu, kesiapan protokol kesehatan ketat, izin orangtua, lama jam belajar, dan skema lainnya harus kembali dipersiapkan secara matang.
Data Dinas Kesehatan Kota Bogor pada Senin (23/8/2021), capaian vaksinasi sebanyak 445.369 warga (54,35 persen) dari total target 819.444 warga. Adapun warga yang sudah menerima vaksin lengkap mencapai 229.287 orang (27,98 persen). Sementara capaian vaksinasi untuk remaja atau pelajar sebanyak 16.135 pelajar (15,45 persen) dan yang sudah menerima dosis lengkap mencapai 7.216 pelajar (6,91 persen).
Dengan akselerasi vaksinasi hingga tingkat kelurahan di 68 kelurahan, kata Bima, target vaksinasi 100 persen bisa tercapai hingga September mendatang. Begitu pula dengan target vaksinasi pelajar. ”Intinya kita ingin PTM berjalan aman dan lingkungan sekolah sehat untuk anak-anak dan guru. Semuanya harus siap, terutama protokol kesehatan ketat,” kata Bima.
Miarti (38), warga Panaragan Kidul, Bogor Tengah, menyatakan setuju jika PTM kembali berlangsung karena anaknya yang berusia 9 tahun mulai jenuh, kerap protes, dan bosan dengan aktivitas di lingkungan sekitar rumah. Meski setuju, ia berharap pemerintah memikirkan betul kebersihan dan memastikan protokol kesehatan di sekolah berjalan ketat.
”Kami marahin anak juga, kan, mereka tidak paham sepenuhnya dengan kondisi pandemi. Sudah dijelaskan belum bisa sekolah di kelas dan harus belajar daring dulu karena masih pandemi. Tapi, besok-besok tanya lagi kapan masuk sekolah. Orangtua saja bosan, apalagi anak-anak yang memang aktif bermainnya,” tutur Miarti.
Menurut dia, jika PTM sudah terlaksana, ia tidak akan menyuruh anaknya setiap hari ke sekolah. Hal itu ia lakukan agar tetap bisa memantau protokol kesehatan anaknya.
”Sistem belajarnya, kan, gabung tidak semua boleh hadir di kelas. Kata guru sekolahnya separuh di kelas, separuh lagi rumah. Jadi, nanti saya tidak akan meminta anak saya ke sekolah tiap hari. Selang -eling saja,” katanya.
Hal senada dikatakan Nurul (42), warga Batutulis, Bogor Selatan. Meski setuju PTM dilaksanakan, ibu dua anak itu meminta pemerintah harus serius memikirkan membuka sekolah agar tidak ada anak-anak yang terpapar Covid-19. Prosedur protokol kesehatan harus ketat dari guru dan para muridnya.
Nurul mengaku takut jika PTM berlangsung dan tanpa pengawasan protokol kesehatan justru membuat anak-anak banyak tertular. Ketakutan itu bukan tanpa alasan karena Nurul dan anak pertamanya merupakan penyintas Covid-19 lima bulan lalu. Peristiwa itu membuatnya mawas diri, waspada, dan menerapkan protokol kesehatan di mana pun ia dan keluarganya berada.
”Anak pertama saya juga terpapar meski tanpa gejala dan tampak sehat saat itu. Saya cuma kehilangan indra perasa. Anak kedua saya ikut ayahnya menginap di rumah keluarga lainnya. Jadi, saya dan anak pertama hampir dua minggu hidup berdua saja di rumah. Peristiwa itu membuat saya semakin waspada jangan sampai anak-anak tertular di mana pun, termasuk di sekolah nanti,” katanya.
Berbeda dengan Kota Bogor, di Kabupaten Bogor sudah boleh menggelar PTM. Bupati Bogor Ade Yasin mengizinkan sekolah untuk menggelar PTM dengan pembatasan 50 persen dari kapasitas kelas dan sekolah tetap bisa menggelar pembelajaran daring. Dibukanya sekolah itu berdasarkan Keputusan Bupati Bogor Nomor 443/408/Kpts/Per-UU/2021.
Ade menjelaskan, kebijakan tersebut diambil sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4, Level 3, Level 2 di wilayah Jawa dan Bali. Selain itu juga berdasarkan SKB Tiga Menteri Nomor 516 Tahun 2020, Perbup Bogor Nomor 60 Tahun 2020, dan Perbup Bogor Nomor 15 Tahun 2021.
Ade meminta setiap sekolah yang melaksanakan PTM untuk ketat dan menjalankan protokol kesehatan mulai dari masuk gerbang sekolah, batas jarak bangku antarsiswa 1,5 meter, hingga saat pelajar pulang sekolah.
Semua aktivitas murid harus terpantau di lingkungan sekolah dan pelajar harus membawa bekal dari rumah. Sarana dan prasarana penunjang protokol kesehatan harus tersedia, seperti tempat cuci tangan. Edukasi protokol kesehatan harus terus disampaikan kepada pelajar.
Berdasarkan data, tercatat 170 sekolah dari 232 sekolah yang mengajukan pembelajaran tatap muka, yang terdiri dari 29 SD negeri, 24 madrasah ibtidaiah (MI), 28 SMP, 18 madrasah tsanawiah (MTs), 7 madrasah aliyah (MA), 32 SMA, dan 32 SMK.