Kota Bogor Gencarkan Pelacakan Kasus Positif Covid-19
Upaya imbauan saja tidak cukup, edukasi dan sosialisasi tidak boleh lelah disampaikan serta pengawasan ketat di lapangan juga sangat penting.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Tidak ingin kecolongan dan muncul kluster baru, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor mengingatkan tim satgas tingkat RT/RW hingga kecamatan serta tim surveilans puskesmas untuk mengawasi ketat protokol kesehatan. Pengawasan protokol kesehatan ketat itu harus dibarengi dengan upaya pelacakan atau tracing secara maksimal.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengingatkan, semua warga agar tidak kendur menerapkan protokol kesehatan ketat. Bahkan warga yang sudah menerima vaksin pun wajib dan tidak abai menjalankan protokol kesehatan ketat karena potensi paparan virus masih bisa terjadi.
Dari banyak kasus yang terjadi, warga sudah menerima vaksin, tetapi masih bisa terpapar virus. Hanya saja, vaksinasi dapat memberikan kekebalan komunal dan tingkat fataliti ketika terpapar tidak sebesar yang belum menerima vaksin. Oleh karena itu, protokol kesehatan tidak boleh ditawar.
Bukan tes usap antigen, melainkan tes usap PCR. Saya minta Dinkes untuk kuat tracing, treatment, dan testing. Untuk camat, juga harus mendata warga yang masuk, khususnya santri dari luar kota. (Bima Arya)
Bima menuturkan, belajar dari pengalaman kasus kluster Griya Melati dan Pondok Pesantren Bina Madani, pihaknya akan fokus pada upaya tracing, treatment, dan testing (3T). Fokus yang menjadi perhatian salah satunya di institusi pendidikan karena pada Juli mendatang pembelajaran tatap muka (PTM) dimulai. Institusi pendidikan yang menjadi perhatian, yaitu pondok pesantren yang memiliki peserta didik dari luar kota.
”Santri dari luar Kota Bogor yang datang ke pondok pesantren wajib menjalani tes usap polymerase chain reaction (PCR) terlebih dahulu. Itu untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan kasus Covid-19 di lingkup pondok pesantren,” kata Bima, Kamis (10/6/2021).
Untuk itu, ia memerintahkan Dinas Kesehatan Kota Bogor melakukan tes usap PCR dan camat mendata pondok pesantren serta semua santri yang berasal dari luar Kota Bogor menjelang rencana pembelajaran tatap muka.
”Bukan tes usap antigen, melainkan tes usap PCR. Saya minta Dinkes untuk kuat tracing, treatment, dan testing. Untuk camat, juga harus mendata warga yang masuk, khususnya santri dari luar kota,” kata Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor itu.
Upaya imbauan saja tidak cukup, kata Bima, edukasi dan sosialisasi tidak boleh lelah disampaikan serta pengawasan ketat di lapangan juga sangat penting. Untuk itu, semua aparatur dan tingkat RT/RW kecamatan, tim surveilans dari puskesmas dan dinas kesehatan harus kuat dalam pengawasan warga, khususnya para pendatang atau warga pemudik yang masuk ke Kota Bogor.
Menurut Bima, saat ini tren angka kasus Covid-19 kembali naik karena berasal dari luar kota masuk ke Kota Bogor, baik itu mudik, kerja, dan sebagainya. Karena itu, tracing menjadi kunci penanganan.
”Belajar dari pengalaman ketika kita tidak maksimal tracing muncullah di beberapa titik yang lain. Saya ingin Bu Kadinkes (Sri Nowo Retno) untuk tim tracing ini tidak saja cukup secara kuantitas, tapi juga punya kapasitas. Itu yang selalu saya tekankan,” katanya.
Selain itu, menurut Bima, Kota Bogor memiliki dasar hukum untuk melakukan karantina wilayah jika ada temuan kasus positif seperti di kluster Griya Melati. Upaya itu harus segera dilakukan dengan penerapan pemberlakuan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro agar menekan potensi penularan luas.
Bima juga menegaskan, Ketua Rukun Tetangga (RT) harus memantau dan mendeteksi warga yang baru saja bepergian ke luar kota. Ketua RT wajib memfasilitasi warganya yang baru pulang dari luar kota untuk menjalani tes PCR.
Jika lonjakan kasus tidak diantisipasi dengan protokol kesehatan ketat dan kerja sama warga di wilayah, Bima khawatir, fasilitas kesehatan turut meningkat sehingga memengaruhi pelayanan pasien dan berdampak pada tenaga kesehatan juga. Saat ini keterisian tempat tidur lebih dari 30 persen.
Meningkat 46 persen
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno mengatakan, dalam sepekan terakhir, angka kasus meningkat 46 persen. ”Ada penambahan kasus signifikan 46 persen dibanding pekan lalu dari angka 189 kasus menjadi 277 kasus per Minggu,” kata Retno.
Padahal, pada akhir Mei lalu, angka penambahan kasus baru positif masih berada di rata-rata 30 kasus per hari. Bahkan, pada awal Mei rata-rata kasus di bawah 10 kasus per hari.
Dalam sepekan terakhir, angka kasus harian menonjol terjadi pada Rabu (8/6/2021), ada penambahan 84 kasus. Lalu, pada Selasa (7/6/2021), angka konfirmasi positif mencapai 51 kasus. Adapun pada Sabtu (5/6/2021), angka konfirmasi positif mencapai 78 orang. Sementara, Kamis (3/6/2021), terjadi penambahan kasus baru 49 orang.
Berdasarkan pembaruan data dari Dinkes Kota Bogor pada Kamis (10/6/2021), ada penambahan konformasi positif 53 kasus, sehingga total konfirmasi mencapai 16.513 kasus. Adapun masih sakit 567 kasus, selesai isolasi atau sembuh 15.681 kasus, dan meninggal 265 kasus. Dari data yang sama, kontak erat harian mencapai 33 kasus. Tiga kasus di antaranya terkonfirmasi positif.
Kenaikan angka kasus harian, kata Retno, akibat dari kluster yang muncul di Kota Bogor, seperti kluster perumahan Griya Melati (96 kasus) dan kluster pondok pesantren (65 kasus). Saat ini, dari dua kasus itu sudah dalam penanganan dan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor dinilai cukup berhasil mengendalikan kasus. Tidak ada lagi penambahan angka kasus di dua wilayah itu.
”Kami upaya maksimal untuk tracing, treatment, dan testing (3T), agar kasus tidak menyebar luas. Lokasi langsung tutup dan pengawasan ketat agar tidak yang keluar masuk,” lanjut Retno.
Di kluster perumahan Griya Melati, Bubulak, petugas melacak sekitar 660 orang dan seluruhnya menjalani tes usap PCR, setelah ada temuan awal 5 kasus positif. Sementara di kluster Pondok Pesantren Bina Madani, petugas melacak 453 orang dan menjalani tes usap PCR, setelah ada temuan awal 33 kasus positif.
Kepala Kepolisian Resor Kota Bogor Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro menambahkan, manajemen risiko dan manajemen krisis sebagai pondasi penanganan. Ada Peraturan Wali Kota Bogor (Perwali) Nomor 7, 17, dan 38, harus menjadi pedomani bersama.
”Di Perwali 38 ada kata kunci tracing PPKM. WHO menyatakan, pandemi itu bukan hanya keparahan penyakit, tetapi tentang sebaran geografis. Apabila ada sebaran geografis, maka dinyatakan gagal. Kelebihan kita dengan daerah lain kita punya PPKM RW, para camat dan lurah tolong aktif dan lebih kuat,” katanya.
Bahkan jika perlu, kata Susatyo, tidak hanya tracing tingkat RW, tetapi memetakan hingga rumah ke rumah untuk menyiapkan rencana terburuk, karena perkembangan penularan bisa sangat cepat.
”Setidaknya kita punya rencana terburuk dan siap. Misalnya ada rumah zona merah apabila ada yang positif, tidak boleh ada yang keluar. Ada rumah zona oranye, kuning, dan hijau,” kata Susatyo.