Jangan Kecolongan Lagi, Perketat Pelacakan hingga Tes
Jika lonjakan kasus tidak diantisipasi dengan protokol kesehatan, keterisian fasilitas kesehatan dikhawatirkan turut meningkat sehingga mempengaruhi pelayanan pasien dan berdampak pada tenaga kesehatan
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Munculnya kluster perumahan Griya Melati, kluster Pondok Pesantren Bina Madani, dan kasus baru harian membuat angka kasus Covid-19 di Kota Bogor, Jawa Barat, naik 46 persen dalam sepekan. Upaya pelacakan, penanganan, dan tes atau 3T tidak boleh kendur agar tidak kecolongan sehingga menimbulkan kluster baru.
Berdasarkan pembaruan data Dinas Kesehatan Kota Bogor pada Rabu (8/6/2021), ada penambahan 84 kasus sehingga total terkonfirmasi positif Covid-19 16.460 kasus, masih sakit 591 kasus, selesai isolasi atau sembuh 15.604 kasus dan meninggal 265 kasus.
Dalam sepekan terakhir, angka kasus menonjol terjadi pada Selasa (7/6/2021), angka konfirmasi positif mencapai 51 kasus. Adapun pada Sabtu (5/6/2021), angka konfirmasi positif mencapai 78 orang. Sedangkan, Kamis (3/6/2021), terjadi penambahan kasus baru 49 orang.
”Ada penambahan kasus signifikan 46 persen dibanding pekan lalu dari angka 189 kasus menjadi 277 kasus per Minggu,” kata Kepala Dinas Kesehatan Bogor Sri Nowo Retno, Rabu (9/6/2021).
Padahal, pada akhir Mei lalu, angka penambahan kasus baru positif masih berada di rata-rata 30 kasus per hari. Bahkan, pada awal Mei rata-rata kasus di bawah 10 kasus per hari.
Kenaikan angka kasus harian, kata Retno, akibat dari kluster yang muncul di Kota Bogor seperti kluster perumahan Griya Melati (96 kasus) dan kluster pondok pesantren (65 kasus). Saat ini, dari dua kasus itu sudah dalam penanganan dan Satuan tugas Penanganan Covid-19 kota Bogor dinilai cukup berhasil mengendalikan kasus. Tidak ada lagi penambahan angka kasus di dua wilayah itu.
”Kami upaya maksimal untuk tracing, treatment, dan testing (3T), agar kasus tidak menyebar luas. Lokasi langsung tutup dan pengawasan ketat agar tidak yang keluar masuk,” lanjut Retno.
Tingkat kepedulian dan kepatuhan masyarakat semakin menurun. Prokes harus ketat dan PPKM mikro harus lebih kuat lagi. (Endah Purwanti)
Di kluster perumahan Griya Melati, Bubulak, petugas melacak sekitar 660 orang dan seluruhnya menjalani tes usap PCR, setelah ada temuan awal 5 kasus positif. Sementara Di kluster Pondok Pesantren Bina Madani, petugas melacak 453 orang dan menjalani tes usap PCR, setelah ada temuan awal 33 kasus positif.
Tegakkan aturan
Menurut anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor, Endah Purwanti, munculnya kluster Griya Melati dan pesantren dan Puskesmas Kayumanis 11 orang positif Covid-19 membuat semua pihak harus mematuhi protokol kesehatan dan Pemkot Bogor harus menegakkan peraturan daerah ketertiban umum (tibum).
”Kota Bogor memiliki perda tibum yang mengatur terkait penanganan pandemi. Mulai dari langkah penanganan hingga sanksi yang diberikan kepada masyarakat yang melanggar. Kita berharap Pemkot Bogor menegakkan perda tersebut untuk menekan angka penyebaran dan mencegah munculnya kluster baru,” kata Endah.
Endah melanjutkan, agar aparat di wilayah tingkat kecamatan bisa memaksimalkan pemberlakuan PPKM mikro dengan tidak ragu untuk mengambil kebijakan sebagai upaya untuk menekan angka penyebaran.
Sebab, katanya, kesadaran masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan semenjak Lebaran mulai mengalami penurunan 10 persen. Hal itu menjadi perhatian serius karena bisa menjadi penyebab munculnya penularan dan kluster baru.
”Tingkat kepedulian dan kepatuhan masyarakat semakin menurun. Prokes harus ketat dan PPKM mikro harus lebih kuat lagi. Para camat harus berani mengambil tindakan teknis untuk pencegahan penyebaran Covid-19 di wilayahnya,” tutur Endah.
Terkait kluster pesantren dan puskesmas, lanjut Endah, ia sudah meminta pihak Dinkes Kota Bogor agar melakukan tracing dan tes usap PCR secara masif. Hal ini untuk mencegah terjadinya penularan lebih luas, seperti yang terjadi di Griya Melati.
Kecolongan
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, warga dan seluruh aparatur wilayah tingkat lurah dan kecamatan hingga tim penanganan Covid-19 tidak boleh kecolongan lagi sehingga bisa muncul kluster-kluster baru.
Oleh karena itu, kata Bima, begitu ada temuan kasus positif harus kejar upaya maksimal tracing supaya menekan laju penularan.
”Saya sampaikan kemarin bahwa kita kecolongan sehingga ada warga yang ke luar kota lalu pulang tidak menjalani tes usap PCR. Seharusnya semua yang dari luar kota, masuk ke Kota Bogor wajib tes usap PCR,” kata Bima.
Kasus kluster Griya Melati dan pesantren Bina Madani karena berawal dari warga dan santri yang baru pulang dari luar kota atau kampung halaman.
Menurut Bima, Kota Bogor memiliki dasar hukum untuk melakukan karantina wilayah jika ada temuan kasus positif seperti di kluster Griya Melati. Upaya itu harus segera dilakukan dengan penerapan pemberlakuan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro agar menekan potensi penularan luas.
Bima juga menegaskan, Ketua Rukun Tetangga (RT) harus memantau dan mendeteksi warga yang baru saja bepergian ke luar kota. Ketua RT wajib memfasilitasi warganya yang baru pulang dari luar kota untuk menjalani tes swab PCR.
Jika lonjakan kasus tidak diantisipasi dengan protokol kesehatan ketat dan kerja sama warga di wilayah, Bima khawatir, fasilitas kesehatan turut meningkat sehingga mempengaruhi pelayanan pasien dan berdampak pada tenaga kesehatan juga. Saat ini keterisian tempat tidur sudah lebih dari 30 persen.