Kasus Covid-19 Kluster Anak Meningkat, Pembelajaran Tatap Muka di Kota Bekasi Dievaluasi
Jumlah satuan pendidikan tingkat SD dan SMP yang telah menggelar pembelajaran tatap muka di Kota Bekasi sebanyak 241 sekolah.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Kasus Covid-19 dari kluster anak di Kota Bekasi, Jawa Barat, kembali meningkat. Dari 263 kasus positif Covid-19, jumlah anak yang terinfeksi mencapai 19,97 persen. Dinas Pendidikan Kota Bekasi akan mengevaluasi secara menyeluruh kegiatan pembelajaran tatap muka yang sudah dimulai di 241 sekolah tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di kota tersebut.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Bekasi Dezy Syukrawati mengatakan, kasus Covid-19 kluster anak di Kota Bekasi cukup tinggi, mencapai 19,97 persen. Berdasarkan data Satuan Tugas Covid-19 Kota Bekasi, hingga 21 Mei 2021, total ada 263 orang yang positif Covid-19.
”Kluster anak ini sudah pasti (terpapar) dari keluarga karena anak berada dalam keluarga. Makanya kewaspadaan semua pihak benar-benar dibutuhkan,” kata Dezy, Selasa (25/5/2021), di Bekasi.
Adanya kenaikan kasus Covid-19 dari kluster anak tersebut memengaruhi kegiatan pembelajaran tatap muka atau Adaptasi Tatanan Hidup Baru Satuan Pendidikan (ATHB-SP) di Kota Bekasi. Dinas kesehatan menyarankan agar tidak ada penambahan jumlah sekolah tatap muka di daerah tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Inayatullah, dihubungi secara terpisah, mengatakan, berdasarkan laporan dinas kesehatan, ada kenaikan jumlah wilayah zona merah di tingkat rukun tetangga (RT) sebesar 20,2 persen. Dinas pendidikan akan mengevaluasi karena sejauh ini sekolah yang diizinkan menggelar pembelajaran tatap merupakan sekolah yang berada di wilayah zona hijau.
Kluster anak ini sudah pasti (terpapar) dari keluarga karena anak berada dalam keluarga.
”Penambahan zona merah ini ada di beberapa kelurahan. Kami lagi petakan dan dari laporan para pengawas, sampai sekarang belum ada sekolah yang sudah menggelar ATHB-SP yang berada di zona merah,” ujar Inay.
Sebelumnya, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, kasus Covid-19 kembali menunjukkan tren kenaikan di Kota Bekasi setelah perayaan Lebaran 2021. Wilayah zona merah Covid-19 di daerah tersebut bertambah 31 RT.
”Setelah Lebaran, ada peningkatan, naik sekitar 31 RT. Jadi, total wilayah zona merah saat ini 150-an RT dari sebelumnya 128 RT,” kata Rahmat, Senin (24/5/2021), di Bekasi.
Berdasarkan data Satuan Tugas Covid-19 Kota Bekasi, pada 14 Mei 2021, angka kasus aktif Covid-19 di daerah itu 0,50 persen dan pada 21 Mei 2021 naik menjadi 0,61 persen atau dalam waktu tujuh hari ada kenaikan 0,11 persen kasus aktif.
Kenaikan kasus Covid-19 di Kota Bekasi berdampak pada angka kesembuhan yang turun dari sebelumnya 98,8 persen menjadi 98,13 persen. Penurunan angka kesembuhan juga berdampak pada naiknya tingkat keterisian tempat tidur pasien Covid-19 atau bed occupancy rate seluruh rumah sakit dari 15 persen menjadi 20,2 persen.
Di Kota Bekasi, kata Inay, sejak 22 Maret 2021, jumlah sekolah tingkat SD dan SMP yang telah menggelar pembelajaran tatap muka sekitar 241 sekolah. Total sekolah yang menggelar ATHB-SP sejak 22 Maret 2021 dimulai secara bertahap dari tahap pertama dan kini telah berada pada tahap ketiga.
”Tahap keempat belum karena kami menunggu evaluasi setelah Lebaran 2021. Makanya kami belum ada penambahan meski ada 70 sekolah yang mengajukan proposal ATHB-SP,” ucapnya.
Inay menambahkan, evaluasi kegiatan ATHB-SP ini dilakukan untuk merespons kenaikan kasus Covid-19 yang mulai terjadi. Hasil evaluasi itu akan menjadi acuan dinas pendidikan untuk menambah atau mengurangi jumlah sekolah yang menggelar ATHB-SP.
”Kami juga punya relawan untuk ATHB-SP. Jadi, kalau di sekolah tertentu ada zona merah, pasti kami hentikan. Artinya, di satu daerah bisa jadi ada penambahan atau pengurangan sekolah yang menggelar ATHB-SP,” katanya.
Dengan adanya tren kenaikan kasus Covid-19 setelah Lebaran, Inay berharap guru, orangtua, dan siswa disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Kasus Covid-19 di satuan pendidikan bisa dicegah jika ada kesadaran bersama dalam mematuhi protokol kesehatan secara ketat.