Mereka tidak ingin meratapi gagal mudik, tetapi sebaliknya mengisi hari-hari mereka dengan hal-hal yang bermanfaat.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA/ADITYA PUTRA PERDANA/AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Mata Tri Dadi Yono (37) tak berkedip membaca catatan stok barang dagangan di warung kelontongnya, Selasa (11/5/2021). Tak ingin meratapi kegagalan mudik, ia justru mencium kesempatan meraup untung selama Lebaran.
Di dalam warungnya di Desa Cangkuang Kulon, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, itu, ia mengecek ketersediaan makanan dan minuman ringan. Stok dagangannya akan ditambah dua hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan hari biasanya.
”Rumah-rumah warga akan kedatangan banyak tamu waktu Lebaran. Kebutuhan makanan dan minuman pasti banyak. Apalagi anak-anak dapat uang untuk jajan,” ujar Tri yang bermukim di lingkungan padat penduduk.
Bapak dua anak yang bekerja sebagai anggota satpam di Kota Bandung itu untuk kedua kalinya tak jadi mudik ke Kebumen, Jawa Tengah. Tidak mudik merupakan buah kebijakan pemerintah untuk mencegah penularan Covid-19.
Ia pun mengaku sedih sebab sudah biasa mudik sejak merantau ke Bandung, 15 tahun silam. Biasanya, ia naik sepeda motor selama 12 jam untuk mencapai kampung halaman. Kesempatan untuk meraup untung yang kemudian menjadi pelipur lara.
Ismawanto (31), warga Arcamanik, Kota Bandung, yang juga gagal mudik, memilih memanfaatkan momentum Lebaran untuk menjaga kebugaran. Sejak pekan lalu, karyawan perusahaan swasta itu rutin berlari tiga kali dalam sepekan. Targetnya adalah ingin menurunkan berat badan.
”Enggak sadar, ternyata (berat badan) sudah lewat 70 kilogram. Padahal, biasanya 63-66 kilogram. Mungkin faktor keseringan kerja dari rumah jadi minim pergerakan,” kata pria dengan tinggi 168 sentimeter itu.
Sejak tiga bulan lalu, Ismawanto merencanakan mudik ke Semarang, Jateng. Bahkan, ia sudah mencatat daftar oleh-oleh untuk kedua orangtua dan keluarganya. Rencana itu buyar setelah pada akhir Maret lalu pemerintah mengumumkan larangan mudik pada 6-17 Mei.
Menjalani hobi
Ahmad Ripai (37), warga Kota Semarang, mencari ”saluran” lain saat gagal mudik. Di ruang baca rumahnya yang berukuran 5 meter x 7 meter, Selasa, ia menemukan banyak jeda di antara deretan buku koleksinya. Buku yang hilang dari deretan itu ternyata tercecer di lemari baju, dapur, ruang tamu, kamar tidur, dan toilet.
Gagal mudik ke Kabupaten Brebes dan Demak, Ripai jadi punya waktu luang bersama istri dan kedua anaknya membereskan rumah, termasuk merapikan buku-buku. Selain itu, mereka juga berencana memisahkan sejumlah pakaian layak pakai untuk diberikan kepada yang membutuhkan.
Waktu libur akan menjadi waktu berkualitas bagi Ripai dan keluarga. ”Kami juga berencana membuat kemah-kemahan di halaman depan rumah agar anak-anak tidak bosan,” katanya.
R Pandhu Nata Tri Atmaja (34), warga Semarang lainnya, juga berencana mengisi waktu di saat libur Lebaran 2021 dengan menjalani hobinya bermain basket. Ia juga berencana membuat konten video di kanal pribadi di Youtube.
”Selain itu, berselancar di dunia maya saja sambil belajar life skills,” kata Pandhu. Seperti tahun lalu, kali ini Pandhu gagal mudik ke Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Keluarganya memahami, tidak mudik adalah cara memutus rantai penularan Covid-19.
Sementara Adit Aji (31), warga Bogor, Jabar, mengisi waktu Lebaran dengan menjalani hobinya berburu foto. Ia meyakini akan menemukan banyak sisi dari suasana Lebaran di daerah itu. Hasil fotonya untuk koleksi dan ia berharap dapat juga dikomersialkan.
Adit memilih tak mudik lantaran seluruh keluarganya di Lampung baru sembuh dari paparan Covid-19. Tidak hanya itu, ia mendengar kabar saat ini kasus Covid-19 di Lampung dalam tren meningkat. Ia takut akan pulang membawa virus atau sebaliknya tertular virus saat mudik.
Ia pun telah berencana mengambil gambar kala shalat Id di masjid atau lapangan terbuka di Bogor. Selanjutnya, ia akan mendatangi sejumlah obyek wisata di Bogor. ”Intinya, saya ingin menghabiskan waktu luang dengan hal sederhana, hal yang saya suka. Saya ingin merekam visual Lebaran ini karena tahun lalu saya tidak mengabadikannya. Jadi, ini akan menarik pastinya,” kata Adit.
Dalam desakan rindu bertemu keluarga, Tri, Ismawanto, Ripai, Pandhu, dan Adit berusaha menahan keinginan mudik. Mereka pun tidak ingin meratapi gagal mudik, tetapi sebaliknya mengisi hari-hari mereka dengan hal-hal yang bermanfaat.